BAB XV : Fight Within
1395
Benar-benar tertulis di lengannya. Pria dengan berewok tipis duduk tenang di bawah cahaya lampu terang benderang. Tangannya dirantai di permukaan meja, kakinya pun dirantai di kaki meja. Iris marunnya menatap gusar ke arah pintu tatkala pria dengan keretek di bibir memasuki ruangan. Ia yang berjalan congkak sambil menyibak rambut jingganya.
Ia lekas duduk bersila di meja. “Jadi, apa yang masih kau pikirkan?” tanyanya sambil mendorong kepala sang lawan bicara dengan ujung sepatu. Sayang, si empunya kepala hanya diam tidak tertarik. “Waktumu tidak banyak.”
“Memangnya aku peduli jika waktuku habis?” jawabnya bersenandung sambil memindai sekeliling.
“Oi, Souran Barenbud … aku sudah menunggumu selama nyaris dua hari untuk bicara, dan kau masih mau bisu? Jadi, kau mau si bontot mati karena diammu ini?”
“Siapa? Jac maksudmu?” balasnya tertawa nikmat. “Bukankah lebih baik ia mati daripada harus menyaksikan kiamat di Nathuya?” Souran, pria itu mengerling sembari menggigit bibirnya sensual.
Ia menarik rambut Souran dengan kuat hingga buatnya menekan gigi sambil mendengkus. “Ck, jangan menguji diriku!” Ia pun membentak sambil menarik lebih kuat rambut Souran.
“Katakan padaku, apa yang kau ketahui tentang kami!” Ia berteriak di wajah Souran yang memerah sebab menahan rasa pening di ubun-ubun.
“Sepenting itukah Smis? Apa yang ingin kau tau dariku?” todong Souran dengan tatapan dingin. “Memangnya aku punya apa sampai-sampai bertindak sejauh ini, Tuan Yang Agung?”
“Ayahmu meneliti Smis dan kudengar kau juga meneliti hal itu bersama Batalion Windsteria!”
Tak ada jawaban darinya selain senandung kecil. Souran terkikik pelan sambil menyentak tangannya membuat rantai gemerincing.
“Kau!” Ia memegangi dagu Souran.
“Smis mengabulkan permohonan seseorang dengan mantra ataupun ritual suci. Begitu, ‘kan?” ledeknya.
“Aku percaya hanya Tuhan yang bisa memutuskan nasib makhluknya. Mari bertaruh, jika aku memenangkan pertarungan melawan kaki tanganmu, serahkan diri pada Windsteria kalau kau membunuh keluargaku, hanya keluargaku. Sisanya aku tak peduli dengan apa yang kau lakukan dengan tanganmu. Jika aku kalah, aku akan mengatakan hasil penelitian ayahku tentang Smis juga rahasianya lebih rinci.” Souran terkikik renyah.
Ia mengempaskan genggaman tangannya dari rambut Souran. “Kau … kau masih berpikir aku membunuh mereka?” todongnya.
“Kau pikir, jika bukan kau siapa yang membunuh mereka, Tuan Yang Agung?” Souran menarik napasnya sambil pura-pura menguap dengan nikmat. “Masih muda sudah pikun.”
“Bajingan Barenbud!” Ia berteriak frustrasi.
“Nah, Yang Agung, aku ingat siapa yang membunuh ayahku, ia punya tanda lahir hitam di wajah. Sedang yang membunuh ibuku bermata pecak!” ungkap Souran. “Aku ingat bagaimana mereka membobol lemari persenjataan Ayah lalu membunuh Ayah dan Ibu dengan sadisnya. Bahkan mereka memaksa Jacsah keluar dari rahimnya. Shit, padahal meraka bukan dokter bersalin.”
“Aku bahkan masih ingat mereka memakai buff lukisan bunga. Mereka menyembunyikan wajah hina mereka,” ledek Souran membuatnya tersudut. “Kini, wajah itu berada di depanku dan benar-benar buruk rupa!”
“Bedebah!” Ia berteriak membuat Hayek tiba-tiba memasuki ruangan.
“Tuan—”
“Oi, kita berjumpa lagi … ambil pedangmu dan bertarung lagi denganku. Sebagaimana kau membunuh ayahku dengan itu!” todong Souran membuat pria itu memukul wajahnya hingga memar.
“Berhenti berlaga congkak, bajingan!” pekik Hayek menendang wajah Souran hingga mulut pria itu menyeburkan darah segar. “Kau lupa jika ayahmu juga membunuh ayah Tuan Muda Agung dengan Cult milik leluhurmu?”
“Ayahku membunuh untuk kebenaran dan keadilan bukan untuk kebathilan seperti kalian para pendosa!” ungkap Souran dengan penuh keyakinan. “Kau akan menerima balasan yang setimpal biadab! Kau akan dibakar di neraka dengan abadi!” jerit Souran menyentak-nyentak lengannya membuat gaduh.
Di waktu yang nyaris bersamaan, pukul empat belas sore waktu setempat. Cillas, Juzio, dan Ystello berkumpul di dalam jip sambil menatap buku di tangan Cillas dengan cermat.
“Aku tak bisa membacanya, tapi kau pasti bisa!” Juzio mengembuskan napas. “Cillas pasti mengerti, karena Cillas berdarah Ango,” imbuhnya.
Cillas mengusap pusat kepala Juzio. “Emm, mari selesaikan bersama setelah itu mari bekerja keras dan selamatkan Kapten juga Souran!” bisiknya membuat Juzio mengangguk.
Cillas membuka buku dengan sampul hitam yang dihiasi benang perak juga tali penanda berwarna hijau. Cillas menoleh ke arah Juzio. “Kau yakin ingin mengetahui artinya?” tanya Cillas menatap iba. Juzio mengangguk tanpa ragu.
Cillas meletakkan telunjuknya di atas kertas. Ia menyempatkan diri menghela napas pendek sambil tersenyum tipis.
“Di bagian ini tertulis, Vandellize membunuh untuk mengabadikan lebih banyak suka cita. Smis mencintai kami, Smis berjanji akan mengabulkan setiap doa kami untuk penderitaan, ataupun untuk kebahagiaan. Vandellize pun mengabdi untuk Keluarga J terkasih yang selalu mengisi kekosongan kami dengan Doom, dan siap membunuh para bajingan dengan tangannya, tak terlewatkan mereka-mereka pemilik dosa.”
“Apa maksudnya?” tanya Juzio dengan wajah gelisah. “Apa keluarga Vandellize menganut kepercayaan terhadap Smis? Teringat kenapa Kanen mencurigainya, ia bilang Vandellize juga tersandung kasus penyalahgunaan narkotika.”
“Aku pernah menguping pembicaraan Kapten dan Souran. Souran bilang, jika ini ada kaitannya dengan para pengikut Smis di Ango. Salah satunya keluarga Vandellize, mereka disegani di sana karena mereka merupakan penempa Karkata, salah satu senjata keramat masyarakat Ango. Bentuknya yang khas panjang melengkung nyaris seperti bulan sabit dengan ujung beracun, serta tajam sempurna.”
“Aku juga mendengar obrolan Souran dan Kanen, jika keluarga Vandellize memiliki hubungan erat dengan keluarga J di Murth, yang digadang-gadang sebagai gembong SD terbesar di Nathuya dan diagungkan masyarakat Ango. Menurut Souran, itu berkaitan dengan jual beli SD di pasar gelap. Namun, ketika Souran mengadu pada Kapten, ia hanya menertawakannya, tetapi aku merasa kalau Kapten sebenarnya sudah tau.”
Cillas menatap Juzio yang merenung. “Kau tau apa yang dipercayai di Ango? Smis adalah keagungan, jika kau berdoa untuk keburukan atau kematian seseorang atau untuk kehidupanmu yang bahagia Ia akan mengabulkannya. Syaratnya adalah buat persembahan paling mewah dan masyarakat di sana percaya yang paling mewah dalam diri manusia adalah nyawanya. Sebelum ritual persembahan mereka memakai Doom untuk meledakkan emosi juga imaji.”
“Aku rasa kedua kakakmu benar-benar tau semua yang terjadi, Zio,” imbuh pria itu membuat Juzio tiba-tiba menghantamkan kening ke telapak tangan.
“Mengapa mereka merahasiakannya dariku, Cillas?” Juzio menangis tersedu-sedu. “Yst, sebenarnya apa yang kakakku sedang lakukan?”
Ystello hanya geleng-geleng sambil menggigit bibirnya yang pucat. “Aku tidak tau, Zio. Aku sungguh tidak tau apa akar masalahnya,” ungkapnya dengan wajah kusut lagi putus asa.
“Aku jadi ingat ketika Kapten datang membawa daftar nama pengedar SD di Nathuya. Ia adu mulut dengan Souran, kudengar Kapten tidur dengan Ibbhe untuk mendapatkan informasi. Apakah sebenarnya Ibbhe telah mengendalikan Kapten?” Cillas meneguk ludahnya getir.
“Untuk saat ini, ayo kembali ke markas. Biarkan yang lain membereskan kediaman Barenbud. Catatan ini tidak boleh diketahui siapa pun!” tandas Ystello lekas menyalakan mesin mobilnya.
Jip melaju dengan cepat membawa Ystello dan Juzio sedang Cillas kembali dengan motor. Setibanya di markas, Para Battalion dikejutkan dengan kabar pembunuhan berantai di Staryaton Penthouse.
Ystello berlari ke arah ruangan rapat. “Kirim regu 1, 4, dan 7. Pastikan TKP dijaga ketat. Jika perlu sterilkan TKP dan evakuasi semua penghuni penthouse yang masih hidup secepat mungkin.”
Ystello mengembuskan napasnya perlahan. “Periksa persenjataan. Sebarkan lebih banyak pasukai pengintai di setiap titik kejadian, jangan sampai ada yang terlewatkan!” pekik pria itu sambil menggebrak pintu.
“Baik!”
“Carikan aku informasi keberadaan Laanga Bennington secepatnya!” titah Ystello dengan suara lantang.
“Laksanakan!”
Ystello kembali berlari, kini ia memasuki ruangan regu 11. Matanya tertuju pada loker milik Luda. Loker yang selalu terkunci rapat, dengan pola layar yang disembunyikan si empunya. Pria itu meneguk ludahnya sebelum akhirnya membobol paksa loker tersebut dengan akses khususnya sebagai ketua umum para kapten, juga salah satu pengawas para anggota.
Catatan kecil membuat pria itu menggigit bibir. Teori-teori Geniouse Blue menurut Abraham Callinton 2006.
“Luda kau harus membayar semua kekacauan ini!” gerutuk Ystello sambil menghantamkan kepalanya ke loker. “Anjing sialan, apa yang kau ketahui tentang kekacauan ini? Untuk siapa sebenarnya kau bekerja?” Tubuh Ystello terhuyung ke lantai dan membuat catatan di tangannya berhamburan di lantai.
Publikasi 8 Oktober 2024
Ketemu lagi tanggal 13, ya. See you, Aibou.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro