Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB XIX : REBELLION

Jip hijau memecah keheningan Marrina Town di bawah langit malam dengan bias rembulan. Jacsah duduk di samping Ibbhe yang mengendalikan kemudi dengan serius. “Seseorang di dalam SUV abu akan membawamu ke rumah Torgan!” kata Ibbhe dengan suara dingin. 

“Ibbhe, apa aku juga akan mati?” tanya Jacsah dengan suara gemetar. Wajahnya berkeringat dingin dengan mata berkaca-kaca. “Aku takut tak pernah sampai ke rumah Torgan.”

“Jac, kau akan baik-baik saja. Souran dan Juzio pasti melindungimu dari surga. Apa pun yang terjadi tetaplah bersama Torgan,” jawab Ibbhe sambil tersenyum tipis.

Suara klakson membuat Ibbhe menghentikan jipnya. Dari arah belakang tampak Takara duduk di balik kemudi sport car merah. Ia menyalip jip milik Ibbhe lalu menghadangnya dengan sebilah pedang. Ia mengetuk-ngetuk jendela jip tersebut.

“Turun kau!” perintahnya.

“Mau apa kau?” tanya Ibbhe sembari keluar dari jip. “Bukankah Tuan Yang Agung kesayangnmu telah mengizinkan kami pergi?”

Bingo! Pergi ke neraka maksudnya!” Takara menodong pedang ke arah Ibbhe.

Sayangnya Ibbhe dengan sigap menghindar. Ia merapatkan tubuhnya ke pintu jip. “Ow, mengejutkan sekali. Kalau begitu mari ke neraka bersama!” ucap Ibbhe sambil tertawa.

Takara menghunus pedangnya ke bahu kanan Ibbhe, sayang lagi-lagi ia menghindar. Serangan ke arah rusuk pun tak membuankan hasil. Ibbhe justru cekikikan melihat Takara yang tampak kesal. Ibbhe mengepal-ngepal jemari kirinya.

“Uh, bukankah kita perlu pemanasan Taka?” seloroh Ibbhe memancing Takara meludah kesal.

Ussee!”

“Kau tau, superhero tak datang di awal pertarungan. Jadi, pastikan kau punya banyak tenaga untuk melawanku!” kata Ibbhe tertawa terbahak-bahak. Pria itu duduk di kap mesin jipnya sambil tumpang kaki. “Aku tidak suka pertarungan singkat!” imbunya lalu berdiri dan berjalan ke atap jip.

“Sialan, turun kau dari sana! Bilang saja tau takut akan kematianmu!” bentak Takara membuat Ibbhe tersenyum tipis. Pria yang kini mengeluarkan cerutu dari saku celananya itu kembali tertawa.

“Aku siap mati tapi aku harus mengantar paket kecil ini ke suatu tempat!” sahut Ibbhe sambil melompat-lompat membuat Jacsah di dalam berteriak histeris sambil memukul-mukul jendela ketakutan.

“Ibbhe! Aku takut!” Jacsah menjerit sekuat tenaga. Ia menangis tersedu.

“Bersiaplah!” tukas Ibbhe seraya melempar bungkus cerutu ke dada Takara. Ia pun melompat ke arahnya sambil melayangkan tendangan ke leher bagian depan pria itu dan membuatnya terjatuh.

Takara terbatuk, sesekali ia mengerjap sembari kembali menodong pedangnya, di posisi setengah terbaring dengan sebelah lengan menumpu badan. Namun, dengan gesitnya Ibbhe menendang ujung lengan Takata dan merampas pedang di tangan Takara kemudian membalik arah pedangnya ke sisi perut Takara. Kini keduanya saling menahan pergerakan satu sama lainnya. Takara mencoba memberontak, sayang Ibbhe makin merapatkan tubuhnya ke sisi perut Takata. Tangan kirinya bergerilya di leher Takara, lalu mencengkram wajah pria itu sekuat tenaga.

“Kau lumayan juga!” bisik Ibbhe yang kemudian menghantamkan kepalanya ke kening Takara. “Sampai jumpa!” lanjutnya seraya menarik tangan Takara lalu mendorongnya ke arah jip. Kini, pedangnya berpindah ke balik punggung Ibbhe.

“Bangun!” perintah Ibbhe menendang leher Takara. Pria itu berlari menjauhi jip sembari menertawakan Takara yang tersungkur ke tanah. “Ambil dan lawan aku lagi!” Ibbhe membentak sambil melempar pedang di tangannya ke atas kepala. Takara pun bangkit.

“Nah, lebih baik pergi sebelum kukirim kau ke neraka dengan tangan kosong ini!” sindir Ibbhe tersenyum lebar. Ia merapatkan ujung pedangnya di depan wajah sambil memicing Takara.

Takara pasang kuda-kuda dengan posisi bogem lurus ke arah Ibbhe, pria berambut merah muda itu berlari ke arahnya. Namun, tiba-tiba saja ia tersungkur dengan mulut bermuntahkan darah.

“Kau tak akan pernah bisa menyentuhku!” ledek Ibbhe menyeringai. Ia mendekat Takara lalu menusuk tengkuk pria itu membuat darah terciprat ke tangannya yang lalu diusapkan ke wajah. “Selamat jalan, semoga neraka menerimamu, Takara!”

Ibbhe menginjakkan kaki ke punggung pria itu. Di bawah tubuhnya menggenang darah juga isi perut yang terburai. Di dalam jip, Jacsah menangis kejer, melihat itu Ibbhe memeluknya.

Ibbhe berbisik, “Ayo, pergi!”

Di jam yang sama, Luda berdiri sambil memegangi perutnya yang sudah berlumuran darah setelah mendapatkan beragam siksaan dari sosok Tuan Yang Agung—Gabhrielle Jjenskins. Pria berambut merah marun itu menjatuhkan lututnya ke lantai.

“Apa yang kau harapkan dari kematianku, putra Reusellbah? Kau berharap Nathuya akan menjadi milikmu?” todong Luda dengan suara lemah.

“Lagi pula, tak ada yang menyadari jika semua pembunuhan ini berkaitan dengan dirimu karena orang-orang di Windsteria pun berkhianat pada negaranya dan memilih tunduk padamu, seperti Joe mengorbankan Kanen.” Luda memaparkan. “Bahkan para Windsteria sebelumnya pun, mereka siap membunuh untuk menutupi semua kejahatanmu.”

Luda meremas rambutnya dengan penuh kekecewaan, menangis gusar, sambil menjerit-jerit putus asa. “Bahkan ayahku juga diam,” lirihnya.

“Demi menyelamatkan anak-anaknya, ia diam. Bahkan ketika Bibi Elsiah tewas ia pun diam. Saat itu, Bibi tengah melalukan observasi kasus kematian remaja yang janggal. Selain itu, Ibbhe juga diam karena kau membunuh dua kakaknya. Ibbhe membuat dirinya seakan-akan membunuh Rive dan Yaren demi menyelamatkan keponakan dan dua kakak iparnya. Padahal kalian yang membunuhnya. Kalian berusaha merebut rekaman itu ketika mereka hendak mengirim rekaman milik Abraham Caliinton ke Windsteria News. Namun, kalian membunuhnya.”

“Ibbhe di sana menyaksikan kedua kakaknya tewas dan menyepakati perjanjian yang kalian tawarkan. SD dan sikap bungkamnya. Akan tetapi, kalian sungguh picik, bahkan setelah Ibbhe bersumpah, kalian mencekoknya dengan SD sampai ia nyaris mati jika bukan Ystello yang menemukan Ibbhe pasti mati saat itu juga atau memang kalian herniat membuatnya mati.” Luda menjelaskan dengan suara paraunya yang kentara embusan napas lelah.

“Sebab kalian sungguh ingin melenyapkan rekaman tersebut juga orang-orang yang mengetahui kebenarannya!” Luda duduk dengan tubuh gemetar, air mata semakin membasahi wajahnya.

“Sadarkah, kalian membuat kami jadi seorang pembunuh demi keselamatan kami sendiri, putra Reusellbah!” gumam Luda. “Aku tau, Ibbhe berusaha menahan semuanya demi Rive dan Yaren. Ia memutuskan keluar dari Windsteria untuk mereka sebagai bukti kalau ia sungguh mengabdi padamu padahal—Ibbhe bahkan membunuh teman sekamarnya ketika di asrama.”

Keselamatan kami,” ledeknya sambil mencengkeram rambut Luda. “Benar, pada akhirnya kita menjadi jahat karena diri kita sendiri, demi diri kita dan untuk keselamatan kita. Pada dasarnya kita memang sehina itu, putra Barenbud.”

Luda tak sanggup lagi, air matanya terus berlinang. Sekujur tubuhnya terasa amat sakit berpadu rasa pedih yang menyayat. Aroma zat besi yang terus menyeruduk hidungnya membuat ulu hati bergejolak. Luda mencoba bangkit dengan terhuyung-huyung. Pria itu memasang kuda-kuda bersiap melayangkan bogemnya.

“Aku akan bertarung.” Luda tersenyum tegar. “Aku akan melawanmu,” bisiknya.

“Jangan berlagak sombong, sebentar lagi malaikat maut akan menjemputmu dan membawamu ke neraka!” sindir pria berambut jingga di depan wajahnya. Ia memiringkan leher seraya tertawa dingin.

“Nah, Luda meskipun ayahmu mati, rasa dendamku belum enyah. Rasanya seperti duri itu sulit kukeluarkan. Padahal malam itu aku membunuhnya dengan tanganku sendiri. Kurobek perutnya, kusayat lehernya, ah … ia megap-megap menyedihkan. Lalu kubakar ia bersama ibumu, di depanmu juga adik-adikmu!” Suaranya menggelegar, tawanya sungguh lantang, bahkan wajahnya memerah emosional.

Luda hanya bisa menunduk, tetapi kuda-kuda masih terpasang kokoh. Rambut marunnya terjuntai menghalangi bagian dahi juga iris marunnya. Di balik helaian rambutnya, Luda memandang pasrah.

“Walaupun begitu, aku tak akan pernah menyimpan dendam karena kita juga bersalah,” gumam Luda membuat pria di hadapannya terdiam beberapa saat.

“Maafkan aku sempat menggertak ingin membunuhmu. Sedari dulu aku telah merelakan mereka jika suatu hari mereka mati di depanku. Sebab kami bagian dari Windsteria, kehilangan dan kematian adalah bagian dari tugas dan kewajiban.” Luda tersenyum sambil melangkah. Ia melesatkan tinju sayang tidak mengenainya sama sekali.

“Ayahku pernah bilang, tak apa mati demi melindungi Nathuya. Negeri ini benar-benar harus kembali damai, Dewa harus kembali tersenyum, Hamal Jauza pun harus kembali menebar rahmatnya.” Luda meloloskan tendangannya ke arah rusuk kanan. Namun, tidak mengenainya juga.

Serangannya tak berhenti meskipun tak ada yang mengenai sasaran. Darah semakin banyak mewarnai lantai, bersahutan embusan napas lemahnya, gelegar tawa membuat Luda tersenyum. Kakinya tak berhenti bergerak, tangannya pun tak lelah melontarkan tinju.

“Kau amat gigih!” pujinya sembari menendang pelipis Luda hingga gendang telinga pecah dan tendangan itu dilakukan berulang kali membuat Luda tersungkur.

“Aku tidak berniat membunuh siapa pun. Aku hanya membunuh mereka yang terlibat dalam Geniouse Blue juga mereka yang mencoba menghentikan peredaran SD yang kami lakukan. Sampai dunia berakhir, kami akan terus memuja Smis,” ungkapnya.

“Aku tak akan menghentikan peredaran SD dan tak akan menghentikan pengiriman sesajen untuk pata tetua di Ango.” Ia mendaratkan tapak kakinya di wajah Luda.


Jujur aja, endingnya melenceng jauh dari apa yang pernah kupikirkan di awal. Karena setelah kupertimbangkan ending yang awal sedikit tidak masuk awal. Menciptakan villain “orang jahat adalah orang baik yang tersakiti” rasanya kek ya sudah. Tapi tapi membuatnya konsisten jahat pun eksekusi jadi PR wkwkwkw

Ini cerita pertamaku yang 5 bab akhirnya dibuat nano2 dan rumitnya minta ampun. Karena kurangnya outline atau bahkan nggak pake jadinya pusing sendiri. Tapi sebisa mungkin, endingnya semoga pecah dan bikin gregetan wkwkwk. Dahlah, pokoknya harus tamat karena Sabda aja nggak pake outline dan cuma ngandelin game Baseball star bisa ending dengan cakepnya;)

Publikasi 16 Oktober 2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro