Bab 1: Pengkhianat
Aku yakin ada yang aneh.
Mia membatin begitu menjejakkan kaki di apartemennya.
Gadis itu mengernyit, dia baru saja masuk ke dalam apartemennya dan mendapati suara desahan halus yang berasal dari kamar. Pintunya tertutup, tapi tidak begitu rapat. Ada celah kecil yang tertinggal. Setidaknya cukup bagi Mia untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam sana.
"Grace, putar pinggulmu. Arrghh.... ya, itu terasa luar biasa!"
Wanita yang bernama Grace itu cekikikan. Tubuh polosnya bergoyang lincah di atas pinggang seorang pria yang Mia kenal. Suara desahan mereka kembali memenuhi ruangan.
"Sudah jam berapa? Apa Mia belum datang?" Grace melirik ke arah jam dinding yang berada di atas kepala ranjang. "Brian, kau harus segera memberitahu Mia, aku tidak bisa menunggu lagi."
Pria muda yang ada dibawah tubuh Grace masih mengerang nikmat, tapi dia berusaha menjawab, "tentu.... sampai kapanpun Mia tidak akan bisa menggantikanmu. Aku hanya memanfaatkannya. Kau tahu, dia itu bodoh!"
Grace tertawa lagi, "jangan begitu, dia bilang akan memberikan seratus ribu dollar untukmu sebagai modal bisnis."
"Makanya, tunggu sebentar lagi. Kita masih membutuhkan perempuan tolol itu." Brian mengerang lagi, dia kemudian menarik tubuh Grace, mengunci gerakan tangan wanita itu dan langsung membalik tubuhnya.
Posisi mereka kini berbalik Brian menindih tubuh Grace dan melanjutkan percintaan panasnya, sampat tiba - tiba...
BRAK!
Pintu terbuka, Mia muncul sambil mengepalkan tangan dan menahan amarah yang menggebu - gebu di dadanya. Dia merasa perih di dadanya dan tidak tahan lagi untuk melihatnya. "Brian! Grace! Apa yang kalian lakukan?!" Mia berteriak dengan suara penuh amarah.
Brian dan Grace terkejut dan segera melepaskan ciuman mereka. "Mia, aku bisa jelaskan..." Brian mencoba mengucapkan kata-kata, tapi Mia tidak mau mendengar penjelasannya.
"Tidak perlu, aku sudah melihat semuanya sendiri," jawab Mia dengan nada tajam. "Kalian berdua adalah jalang sialan yang tidak tahu diri, dan memang pantas untuk saling bersama-sama!"
"Mia, maafkan aku. Aku bisa jelaskan semuanya," kata Brian, mencoba meraih tangan Mia, tapi wanita itu langsung menepisnya.
"Mia..." Grace mencoba membuka mulut.
"Tidak, Grace. Aku tidak ingin mendengar apapun dari mulutmu," kata Mia tegas, sambil menahan air mata.
"Mia, aku tahu aku salah. Tapi aku masih mencintaimu," kata Brian dengan nada memelas, "ayolah... jangan kekanakan dan pikirkan masa depan kita."
"Kau mencintaiku? Yang benar saja!" tanya Mia dengan nada sinis, "Jelas-jelas kau tidak mencintai aku. Kamu hanya memanfaatkan aku untuk bisnismu, kau bajkan menjanjikan pernikahan pada Grace, apa lagi yang akan kau jadikan alasan, brengsek?!."
"Mia, aku tahu aku salah. Aku meminta maaf," kata Brian dengan nada serius. "Ini kesalahan, tolong maafkan kami."
"Maaf? Cuma itu saja yang kau bisa katakan? Kau membiarkan aku menanggung semua hutang bisnismu, dan kau masih saja selingkuh dengan sahabatku," kata Mia dengan nada tajam. "Haaah... sepertinya memang aku yang bodoh di sini!"
"Mia, tolong dengarkan aku. Aku akan membayar hutang itu dan membuat semuanya baik-baik saja," kata Brian, berusaha meyakinkan Mia. "Makanya kita harus....."
"Sudahlah Brian. Kau dan Grace bisa bersama-sama. Aku tidak ingin lagi memiliki hubungan dengan pengkhianat gila yang menipuku," kata Mia tegas, sebelum berbalik dan meninggalkan apartemen mereka dengan hati yang hancur.
"Mia, maafkan aku," ujar Grace sambil mencoba meraih tangan Mia, tapi Mia langsung menarik tangannya."I- ini... ini hanya kesalahan. Kami... kami mabuk! Ya, sungguh! Kami mabuk dan melakukannya tanpa sadar, jadi..."
"Tidak ada maaf yang bisa membuat semuanya kembali seperti sedia kala," ucap Mia sambil menangis. "Bukankah selama ini kalian sudah puas menipu gadis tolol ini? Ya, sekarang biarkan si tolol ini melihat kenyataan."
Brian mencoba mengejar Mia, tapi Mia sudah terlalu jauh untuk dikejar. Dia merasa hancur dan kecewa pada dirinya sendiri karena telah memberikan kepercayaan yang salah kepada Brian dan Grace. Sekarang dia harus menghadapi konsekuensi dari keputusan yang salah itu.
Mia langsung pergi ke basement, masuk ke mobilnya, dan menangis sepuasnya. Mia duduk di dalam mobil, meratapi nasibnya yang malang. Dia merasa seperti dijatuhkan dari langit, dengan hatinya yang hancur dan pengkhianatan yang dirasakannya. Mia sedang terduduk di kursi kemudi dengan tatapan kosong. Satu jam sudah berlalu. Ia menangis sejak tadi ketika mengetahui kebohongan Brian. Tak hanya kehilangan kepercayaan pada orang yang dicintainya, ia juga merasa terluka dan hancur.
"Kenapa aku begitu bodoh? Bagaimana bisa aku tidak melihat tanda-tanda ini sebelumnya?" Mia berkata pada dirinya sendiri sambil menangis.
Saat itulah, tiba-tiba telepon rumah sakit berbunyi. Ia mengangkat telepon dengan ragu, dan suara dari seberang membuatnya terkejut. Mia mengambilnya dengan gemetar.
"Halo?" ujarnya dengan suara serak.
"Maaf mengganggu, tetapi ini dari Rumah Sakit Greenwich. Ayah Anda terjatuh dari lantai tujuh di proyek pembangunan perumahan, dan saat ini dia dalam kondisi kritis di ruang ICU."
Mia merasa dunianya berhenti berputar saat mendengar berita itu. Air matanya berhenti mengalir sejenak, dan ia mencoba mengontrol diri agar tidak memperlihatkan perasaannya.
"Ikuti instruksi GPS ini dan segera datang ke rumah sakit," lanjut suara dari seberang.
Mia merasakan darahnya mengalir dengan cepat. Dia tidak bisa kehilangan ayahnya. Ayahnya adalah satu-satunya keluarganya yang tersisa. Mia merasakan amarahnya menggelegak dalam dirinya, marah pada Brian, Grace, dan semua orang yang pernah melukai hatinya. Di saat yang bersamaan, dia marah pada Tuhan.
Kenapa semua ini terjadi padaku?
Ada apa dengan hari ini?
Mengapa tak ada satu pun hal baik yang terjadi?
Tuhan... sebenarnya apa salahku?!
Apa alasan aku harus menerima semua ini?!
Tanpa ragu, Mia segera bangkit dan mengambil kunci mobilnya. Ia mengemudi dengan kecepatan tinggi dan gila-gilaan, tanpa memikirkan konsekuensi yang mungkin terjadi. Ia hanya ingin segera sampai di rumah sakit dan bertemu dengan ayahnya.
"Ayah... tunggu sebentar, aku akan segera ke sana."
Dia menyalakan mesin mobilnya dan mengemudikan mobilnya keluar dari parkiran basement dengan cepat. Di tengah jalan, dia merasa marah dan frustrasi. Dia menambah kecepatan mobilnya dan melaju dengan cepat. Namun, Mia tidak menyadari bahwa dia sudah melebihi batas kecepatan tapi enggan untuk berhenti.
"Brian brengsek! Grace sialan! Tuhan bajingan!" Mia berteriak murka di tengah - tengah aktivitas mengemudinya. "Mengapa harus aku yang mengalami ini?! Apa kalian puas melihatku menderita sekarang?!"
"Tuhan, kalau kau memang ada di dunia ini, kalau kau bukan sekadar omong kosong menjijikkan tentang keyakinan... tunjukkan kekuatanmu! Aku muak hidup di sini! Berikan hidup baru untukku, dasar sialan!" Sambil berteriak, Mia merasakan kebebasan yang membuatnya lega.
Wanita itu menginjak gas lagi, dia merasa lega saat melewati batas. "Kalau Tuhan memang ada, jangan banyak bicara! Berikan saja kehidupan baru yang menyenangkan untukku! Wohoooo...!!!"
Namun, dalam kecepatan dan kemarahan yang tidak terkendali, Mia kehilangan kendali mobilnya. Mobilnya berputar dan menabrak truck dari arah berlawanan, dan Mia terdorong keluar dari mobilnya. Dia merasakan nyeri hebat di kepala dan bagian tubuh lainnya, tetapi semua yang ada dalam pikirannya hanyalah ayahnya.
Mia terlibat dalam kecelakaan mobil yang mengerikan. Mobilnya terbalik beberapa kali sebelum berhenti dengan keras di sisi jalan. Ia merasa nyawa di ujung tanduk dan kesadarannya mulai memudar. Tiba-tiba, bayangan sosok ayahnya muncul di depan matanya dan ia merasakan ketakutan yang amat sangat.
"Ayah," gumam Mia dengan suara yang lemah. "Maafkan aku...aku akan segera datang..."
Namun, saat itu juga, Mia merasa tubuhnya semakin lemah dan ia mulai merasa bahwa hidupnya akan segera berakhir. Ia melihat ke atas dan melihat lampu yang terang dan terang benderang, lalu semuanya berubah menjadi gelap gulita.
Aku sudah mati?
Kosong.
Gelap gulita dan mencekat.
Beberapa saat kemudian, Mia terbangun dan merasakan dirinya berada di suatu tempat yang sama sekali berbeda. Ia melihat pemandangan yang indah di sekelilingnya, dan takjub dengan keindahan alam di sekitarnya. Namun, ia juga merasa bingung dan tidak mengerti bagaimana ia bisa berada di sana.
"Aku sudah mati ya?" Mia bergumam kepada dirinya sendiri.
Kosong.
Kegelapan itu kembali lagi.
Tidak ada apapun di sana, dan Mia seperti mengambang. Dia mencoba memejamkan matanya lagi. Mata Mia terbuka perlahan-lahan. Dia merasa sedikit pusing dan bingung dengan lingkungan sekitarnya. Dia merasa dingin dan terdengar suara air mengalir di dekatnya. Mia mencoba bangkit dari tempat tidurnya dan merasa terkejut saat melihat pemandangan di depan matanya.
I- ini.... ti- tidak mungkin....?!
Dia berada di sebuah kamar yang indah dan mewah, dengan dinding-dinding yang terbuat dari marmer putih dan lantai yang tertutup karpet tebal. Ada api unggun yang menyala di sebelah tempat tidurnya, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman. Mia merasakan aroma yang menyenangkan dan bunga-bunga segar yang menghiasi ruangan.
"Lady, tolong buka matamu! Lady... bagaimana aku harus menjelaskan ini pada Tuan Marquess Bevel?" suara seorang gadis muda menyapa telinganya.
Mia mengerjap bingung, "Apa ini surga?"
Gadis muda itu lantas memekik keras, "Lady! Apa yang Anda katakan! Jangan mati! Anda tidak boleh mati!"
Mia menoleh dan mendapati seorang remaja yang mungkin baru berusia lima belas atau enam belas tahun menatapnya cemas.
Sebenarnya tempat apa ini?
Di mana aku berada sekarang?
Oh, tidak!
Apa Tuhan .... mengabulkan umpatan sialan itu?!
>>><<<
A/N: Baca lebih cepat bisa ke KaryaKarsa atau Bestory ya guys... Gratis 10 Bab pertama, dan untuk bab selanjutnya hanya 2000 rupiah!
Akun KaryaKarsa: bluebellsberry
Judul Cerita: Really, I'm Not Antagonist!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro