Prolog
Dia diam berdiri, mematung dengan irisnya yang berkaca-kaca. Dia memang tidak sendirian, semua orang menangis hari itu. Remaja laki-laki tersebut tak sekalipun memalingkan wajahnya ke arah bawah, menatap saat-saat seenggok tubuh perlahan-lahan mulai diletakkan ke dalam lubang, dan tiga orang pria merapatkan tanah yang mulai menutup lubang tersebut.
Tak ada satupun ucapan yang keluar dari mulutnya. Hanya lantunan doa dari pria bersorban di dekat lubang yang tak lama lagi menjadi gundukan menggaung terbawa udara. Napasnya menjadi patah-patah saat dia tersadar, ini adalah kali terakhir dia bisa bertemu dengan sahabatnya.
Semua pembicaraan, gelak tawa, saat-saat bersama yang penuh kebahagiaan. Dia tersadar tidak akan ada lagi hal demikian setelah dia meninggalkan tempat tersebut. Hanya akan tersisa kenangan yang dia yakini akan menyakitinya setiap kali semuanya teringat.
Angin-angin mulai terasa dingin, bahunya bergetar lemah dengan tetesan air mulai mengaliri pipinya. Tangannya mengepal sangat erat, tangisan, kekecewaan, dan kemarahan mengaduk dirinya. Selama ini dia sudah mengetahui sahabatnya dalam penyiksaan yang membunuhnya, semua orang di sekolahnya tahu remaja tak bersalah itu mengalami perundungan yang setiap hari menyakitinya. Hingga pada akhirnya penderitaan tersebut selesai, dengan cara yang sama sekali tak pernah disangka semua orang.
Dia bunuh diri di sekolahnya, menusukkan gunting ke tubuhnya selama beberapa kali di dalam kamar mandi sekolah. Tidak ada yang tahu dia ada di sana hingga pagi hari waktu sekolah ditemukan oleh petugas kebersihan setelah melihat air membanjiri luar pintu.
Seolah menjadi pesan akan ketidakmampuannya untuk bertahan lagi, seakan memberitahukan ke semua orang kalau dia sudah menyerah, seperti cara terakhir yang dia lakukan akan membuat para perundung akhirnya puas dan bisa berhenti.
Siapa yang tidak akan melupakannya. Anak malang itu sama sekali tak pantas mendapatkan semua perundungan tersebut. Mereka memberikan penyiksaan, dan bahkan menikmatinya. Melempari dia dengan cat lukis dan merusak karyanya, atau menarik turun celananya dan membuat video rekaman yang kemudian disebarkan ke internet.
Kematiannya mungkin akan menjadi lampu merah selamanya, menyadarkan kejahatan yang selama ini mereka lakukan. Kali ini tidak akan ada lagi yang tertawa, hanya akan ada penyesalan yang tak pernah bisa diterima.
"Nino ...," remaja itu berbisik pelan, memanggil nama sahabatnya yang dia sudah tahu tak akan mampu membalasnya. Hanya terasa udara berat keluar masuk dari dalam tubuhnya, setiap kali dia mengingat kejadian-kejadian yang sudah merenggut nyawa sahabatnya.
~~~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro