Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. The Case

Acara mencari jajanan ke luar indekos yang direncanakan Zafi dan Winda, batal. Akhirnya kami hanya menyantap dessert box yang dikirim oleh adiknya Zafi. Malam ini, Zafi dan Winda masih di kamarku, mendengarkan ceritaku tentang Farrel.

"Gila, lo diselingkuhin Farrel? Sekelas lo, Anya, diselingkuhin?" komentar Zafi begitu mulutku berhenti bercerita.

Sekotak dessert cokelat ukuran besar yang kami bertiga makan sudah tak berbentuk. Kami menyendoknya dengan acak, sehingga tampilan hidangan manis itu kini lebih mirip seperti adonan gagal. Tetapi, kami bertiga terus melahapnya lagi dan lagi.

"Gue gak nyangka, sih. Pantes lo betah ngejomlo," tambah Winda. "Terus, pas lo tau dia selingkuh, lo apain, Nya?"

"Gue tampar, dan gue nyesel. Tangan gue yang ini malah dipake nampar orang gak penting, najis."

"Kagak, udah bener, kok. Tapi abis nampol dia, lo cuci tangan pake tanah gak?"

Winda terbahak mendengar tanggapan Zafi, memamerkan giginya yang sebagian terbalut cokelat. "Dia bukan anjing, bego, Jap."

"Terus apaan dong?"

"Jenglot!"

Mereka tertawa lagi dengan keras, aku yang merasa tak nyaman karena membicarakan Farrel pun ikut tertawa.

"Tapi, ya, Nya." Winda berusaha menghentikan tawanya. "Lo jangan ngerasa kurang, ya. Lo mah udah cakep, pinter, baik hati, tidak sombong."

"Kalau ditanya mau makan apa, gak jawab terserah," tambah Zafi.

"Nah, terus apalagi, Jap?"

"Udah, sih."

Winda melirik Zafi malas, lalu kembali berucap, "Pokoknya, orang kalau selingkuh, dia tuh gak pernah ngerasa cukup. Mau se-perfect apa pun kita, kalau itu cowok ada niat selingkuh mah, kita cuma korban."

"Setuju!" sahut Zafi.

"Lo bener, Win. Gue udah enggak insecure lagi, kok, cuma takut aja jalanin hubungan sama orang yang salah. Buang-buang waktu."

Mereka berdua mengangguk setuju. Lalu, kita saling diam, menyendok lagi dessert yang sudah hampir habis.

Sekonyong-konyong, Zafi dengan matanya yang membola berkata, "Eh, lo tau gak? Gosipnya, ya, si Farrel tuh ada sesuatu sama Sheryl. Lo tau, kan, si Sheryl? Duta kampus yang kemaren ikut Miss Indonesia."

"Heh, lo ikut UPM sambil ngeliput kabar hubungan orang? Mau latihan wawancara Lesti, lo?" Winda menoyor kepala Zafi.

"Kagak, ya, Nyet." Zafi balas menoyor kepala Winda. "Gue tau kabar itu dari si Lena pas mau interview Sheryl."

"Tapi kalau bener, seleranya si Farrel high juga, ya? Padahal kata gue, dia gak cakep-cakep amat, tuh."

"Hihhh!" Aku meringis risi. "Udah, ah, kesel gue kelamaan ngomongin dia! Ini gue masih bingung, tau! Boneka sama crewneck itu dari siapa?"

Keduanya lantas menatapku penuh sangsi. "Ya, lo tanya Angga, dong, Nya. Lo, kan, lagi pedekate sama dia, gimana, sih?" ujar Zafi dengan sinis.

"Nanti gue dikira kepedean lagi."

"Ya, kagak, lah!" seru Winda seraya menepuk pahanya sendiri. "Kalau lo nanyanya ke Farrel, baru itu kepedean!"

Zafi pun menyahut, "Tau, ya. Udah buruan chat si Angga, daripada kita yang chat dianya pake HP lo. Ya, gak, Win?"

Keduanya lalu tersenyum miring, menaik-turunkan alisnya seperti seorang psikopat. Namun, tangannya tak berhenti menyuapkan dessert tadi ke dalam mulutnya.

"Duh, iya, iya! Nanti gue tanya ke Angga!"

***

Pagi ini, Angga mengajakku untuk sarapan di luar. Ia sudah siap di depan indekos saat pukul tujuh tepat, menungguku sambil menyapa tukang sayur yang lewat.

Kalau bukan karena ia yang tiba-tiba meneleponku, pagi ini aku pasti masih terlelap. Semalam, pada akhirnya aku begadang dengan Winda dan Zafi. Aku masih ingin berleyeh-leyeh di kasur, ditambah hari ini jadwal kuliahku kosong. Meski begitu, aku harus tetap menghargai Angga, kan?

"Masih ngantuk, ya?" tanya Angga begitu aku menghampirinya.

Aku hanya menggeleng.

"Keliatan lemes soalnya."

"Enggak, kok. Lagi kurang tidur aja. Ini kita mau sarapan di mana?"

"Di bubur Bang Sobri aja, gimana?"

Aku mengangguk. Setelah itu, kami berdua masuk ke dalam mobil. Lagi-lagi, jarak dekat menggunakan mobil. Tidak efisien.

Perjalanan yang ditempuh pun, tidak lebih dari lima menit. Angga memarkirkan mobilnya di depan perpustakaan, lalu kami berjalan sekitar tiga puluh meter untuk sampai ke warung bubur.

Beberapa menit berlalu, aku baru ingat. Soal jaket model crewneck dan boneka Buzz Lightyear kemarin belum aku tanyakan kepadanya. Sebelum lupa, segera aku luapkan isi kepalaku mengenai hal tersebut.

"Jaket sama boneka? Aku emang rencana mau ngasih boneka buat kamu, sih, Nya. Tapi belum dibeli." Begitu jawaban Angga.

Aku mengangguk pasrah. Sedikit bingung juga, siapa pengirim paket itu. Karena sangat tidak mungkin jika aku membenarkan bahwa Farrel yang mengirimkannya untukku, hanya karena ia mengenakan crewneck yang sama.

Kemudian, saat melihat Bang Sobri-penjual bubur-menyajikan kopi kepada salah satu pelanggannya, aku teringat akan kopi dan cokelat yang selalu diberikan untukku. Mungkin kalau itu memang dari Angga, mengingat dia bukan orang yang eksplisit.

"Oh iya, kalau kopi sama cokelat yang suka ada tulisan 'Buat Anya' terus ditaro di sekre itu dari Bang Angga?" tanyaku kelewat penasaran.

"Enggak, Nya. Kok kamu enggak tau itu dari siapa, sih? Justru, aku pikir itu dari fans kamu."

"Hmm, gitu, ya."

Angga mengangguk. "Emang kenapa, Nya?"

"Enggak, sih. Penasaran aja."

"Kalau ada yang mencurigakan, cerita aja sama aku, ya, Nya. Angkatan 10 pada usil bocahnya."

Angkatan 10 adalah senior yang setahun lebih tua dari angkatanku, dan setahun di bawah angkatan Angga-Angkatan 9. Memang, jurusan ilmu komunikasi di kampusku baru beberapa tahun didirikan.

"Enggak, sih. Semuanya oke, kok. Thank you by the way."

"Iya, pokoknya kalau ada apa-apa, kabarin aja, ya."

Ya, seharusnya tidak ada apa-apa, dan jangan sampai terjadi apa-apa. Kenapa setelah bicara dengan Angga begini, aku malah sedikit khawatir, ya?

***

Setelah kembali ke indekos dan tidur siang cukup lama, sore hari ini aku memenuhi janjiku untuk menemui Sinta di salah satu kafe dekat kampus. Katanya, ada beberapa hal terkait laporan kegiatan silaturahmi kemarin yang sedikit bermasalah. Padahal, acara kemarin berjalan dengan lancar dan sesuai rencana. Ini memang pertama kalinya Sinta menjadi ketua divisi acara, wajar saja ia kesulitan.

"Kak Anya!"

Begiru tiba di kafe, Sinta melambaikan tangannya kepadaku, ia sudah duduk bersama dua orang lainnya.

"Duh, udah pada ngumpul. Makasih, ya, udah rela nunggu," ucapku.

"Gak apa-apa, Kak. Maaf gue lupa bilang kalau Dila sama Radit ikut," jawab Sinta.

"Ya, gak apa-apa, dong. Bagus juga pada ikut ngobrol. Oh iya, semuanya udah pesen makan?"

"Udah, Kak. Buat lo juga udah dipesenin, kok."

"Wih, thanks, ya!" Aku tersenyum, mereka baik sekali. "Oke, langsung aja kalau gitu. Ada apa, nih, sama laporannya? Di bagian mana yang kalian bingung?"

"Sebenernya, sih, Kak, kalau dari divisi acara cuma bingung di bagian rekomendasinya. Kami dapet evaluasi dari Tria, katanya ada ketidaksesuaian hadiah doorprize dengan yang di RAB. Gara-gara kemarin ada maba, buka hadiah isinya sendal, padahal di RAB hadiah doorprize itu botol tumbler. Terus, katanya itu harus jadi evaluasi, khawatir ada indikasi korupsi."

Aku mengangguk paham. Tria memang bendahara yang perfeksionis, dan sedikit jutek. Wajar mereka merasa bingung. "Mestinya jadi catatan aja. Karena, kan, bendahara cuma ngasih dana, dan minta kembalian kalau ada sisa. Nanti penanggungjawab doorprize jelasin lagi pas evaluasi, kenapa malah beli sendal bukannya botol. Buat nguatin argumen, landasannya ada di SOP permohonan dana bendahara umum. SC anggaran, kan, Bang Bulet. Dia bisa lobby si Tria, kok."

"Oke, Kak. Tapi ada yang sebenernya ada yang bikin kita semua bingung, yang beneran mau kita omongin."

"Apa?"

"Gini, Kak." Dila bersuara. "Gue, kan, jadi salah satu mentor di ospek kampus, ya. Terus di kelompok 16 itu ada maba dari jurusan kita yang enggak ikut ospek dari awal. Setelah ditanyain, dia takut ke kampus karena pernah dapet chat pelecehan seksual."

"Hah? Pelecehan? Kalian gak bercanda, kan?"

🌵🌵🌵

RAB = Rancangan Anggaran Biaya
SOP = Standar Operasional Prosedur
SC = Steering Committee

🌻🌻🌻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro