Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Ta-da!

"Gimana, Nya? Bang Angga nembak lo?"

Baru aku sampai kamar dan duduk di kursi belajar, Zafi sudah mengekoriku, dan melontarkan pertanyaan yang ia ulangi sampai dua kali.

"Excited banget kayaknya lo, Za," sahutku sambil menyimpan tas dan melepas kardigan.

"Yaa, kan, lo rada dongo kadang, Nya. Mau gue sebutin berapa cowok yang deketin lo, tapi lo kacangin?"

"Bacot lo, ah," sahutku asal. "Iya, tadi si Angga nembak gue. Tapi, belum gue terima."

"Lah, kenapa, anjrit?"

"Bentar, Winda mana, deh?"

"Lagi video call sama Budi," jawab Zafi. "Eh, kenapa enggak langsung lo terima, bodoh?"

"Gak srek aja, gue masih rada gimana gitu ke dia. Tapi dia baik, sih, baik banget."

"Terus, lo jawab apa pas dia confess?"

"Gue bilang ... yaa, pendekatan aja dulu. Jangan langsung jadian, takutnya ada tingkah gue yang nyebelin yang bikin dia ilfil." Aku mengikat rambut dan mulai membersihkan make up. "Padahal gue pengen bilang, takut ada tingkah dia yang bikin gue muak."

Zafrina tertawa cukup keras, "Kenapa enggak lo bilang gitu aja?"

"Gini-gini gue bukan cewek brengsek yang enggak bisa filter omongan kali." Aku memutar badan, yang semula membelakangi Zafi kini menghadap padanya. "Eh, lo masih gedek sama Bayan, Za?"

"Apa, sih, jadi bahas ke situ," jawabnya sedikit ketus.

"Ya ... mana tau ada hari dimana lo kangen Bayan, ngarepin Bayan balik lagi ke lo kayak pas awal."

"Menurut lo aja gimana, Nya." Zafrina membuang napas kasar. "Gue, sih, enggak mau ngarepin apa-apa lagi ke dia. Dan, gue belum bisa buka hati buat siapa pun. Toh, emang enggak ada yang deketin gue, anjir. Ngenes banget gue kayaknya."

"Lagian nyari berita mulu idup lo!" Aku tertawa meledeknya. "Udah ah, gue mau mandi."

***

Hari ini aku menerima paket berisi jaket bergambar tokoh Toy Story dan boneka Buzz Lightyear. Pengirimnya seperti nama online shop, tetapi aku tidak pernah membelinya. Nama penerimanya adalah aku, lengkap dengan nomor telepon dan alamat indekosku yang tepat. Untung, paketnya sudah dibayar.

Aku sedikit panik, dan mengecek semua aplikasi e-commerce juga m-banking di ponselku. Takutnya, aku tak sengaja membeli, karena aku memang sangat suka Buzz Lightyear.

Hasilnya nihil, tak ada mutasi apa pun untuk pembayaran kedua benda ini.

Aku segera menemui Zafi dan Winda, siapa tahu di antara mereka ada yang memberiku kedua benda ini, kan?

"Za, lo enggak beliin gue boneka sama hoodie, kan?" tanyaku.

"Duit bulanan gue belum dikirim, gimana gue bisa beliin gituan buat lo?" jawabnya cuek.

"Lo, Win?"

"Dih, daripada gue beliin lo hoodie mending duitnya gue beliin bahan praktek." Winda berdecih, "Si Angga kali."

Angga? Tetapi cowok itu, kan, tidak tahu alamat indekosku.

"Nah, bisa jadi," kata Zafi. "Dia, kan, pernah ke sini. Gue rasa Angga bukan orang tolol yang enggak bisa nginget nama jalan. Di depan kos juga, kan, ada nomor rumah lengkap sama RT, RW, kode pos."

Aku mengangguk-ngangguk, benar juga yang dikatakan Zafi.

"Tapi dia tau dari mana, ya, gue suka Buzz?" ucapku.

"Case hape, case earphone, sama tas laptop lo kayaknya cukup ngasih info ke orang yang lo temuin kalau lo suka Buzz Lightyear, deh, Nya," sahut Winda.

Benar juga. Bisa saja ada yang menyadari hal tersebut dari barang-barang yang kugunakan. Lantas, Angga menyadarinya?

"Muka lo bingung amat, Nya? Nih, ya, lo, kan, punya hape, punya kontak Bang Angga, kenapa enggak lo tanya aja?" ujar Zafi.

"Males gue."

"Perlu gue yang chat pake hape lo, nih?" Winda mengerling jahil.

"Idih, enggak beres yang ada. Udah, ah, gue pusing banget." Aku meninggalkan keduanya yang sedang asyik bersantai di balkon, dan memilih untuk merebahkan diri di kamar. Tentu saja, aku tidak benar-benar pusing, hanya merasa jika pikiranku sedikit kacau.

Aku membuka ponsel, hendak menghubungi Angga. Tetapi baru aku mengirim chat memanggil namanya, ia membalas akan segera meneleponku setelah perkuliahannya selesai. Baiklah, mungkin aku harus mencari penyegaran dengan membuka media sosial.

Boom!

Seperti ada yang meledak sampai aku terperanjat, dan berubah posisi dari rebah menjadi duduk. Akun Instagram ketua himpunan mahasiswa psikologi di kampusku mengunggah suatu foto.

Foto dirinya.

Foto dirinya, mantan pacarku.

"Anjrit, jadi selama ini ...."

Aku membaca caption yang ditulisnya: "To infinity and beyond." Mataku semakin membola, dan kepalaku semakin pusing rasanya.

Kok bisa?

"Bajingan, kenapa gue baru tau dia sekampus, sih?"

Kenapa juga ia menuliskan caption seperti itu, menggunakan hoodie hitam bergambar Toy Story yang mirip dengan ....

Astaga!

Aku segera membuka paket tadi, dan benarlah ingatanku. Jaket di dalamnya persis dengan yang digunakan cowok itu, hanya saja yang ada padaku berwarna putih.

Ya Tuhan, aku ingin menangis tapi tidak bisa lagi mengeluarkan air mata.

Zafi dan Winda sudah ada di kamarku, aku tak menyadari kapan mereka masuk, yang kutahu mereka datang dan tiba-tiba mengajakku untuk membeli jajanan.

"Nya, lo enggak kesambet, kan?" tanya Winda.

"Iya, ih, lo kenapa, bego? Pintu kamar gak ditutup, muka lo pucet kayak abis liat setan, anjrit," timpal Zafi.

Aku menatap mereka, "Bener, gila! Gue abis liat setan!"

"HAH?!"

"Ini!!" Aku menyodorkan ponselku kepada mereka.

"Farrel?"

"Dia ketum HMP, kan?"

Sontak aku mengerjap. "Kok kalian tau?"

Zafi menyergah, "Iyalah! Gue, sering wawancara dia kalau ada aksi. Masa lo ketua divisi sospol enggak tau?"

Aku menggeleng.

"Anjir, gue aja yang enggak ikut organisasi apa-apa tau kok si Farrel ketua HMP. Orasi dia, kan, sempet rame di Twitter pas aksi turunkan UKT kemaren," tutur Winda.

Aku semakin gusar dan tidak nyaman, berkali-kali aku melenguh dan melempar paket tadi. Kenapa, sih, harus bertemu dengan dia lagi? Bodohnya, aku tidak tahu sosok Farrel itu ternyata mantanku, selama ini kami saling follow di Instagram tetapi aku tidak sadar.

"Kenapa lo bilang Farrel setan? Lo enggak lagi kerasukan, kan?" tanya Winda dengan nada lembut, ia duduk di sebelahku.

"Jujur, gue enggak tau ketua HMP itu orangnya yang mana. Selama ini kita mutualan di IG, tapi gue enggak tau, dia enggak pernah posting mukanya, kan? Di tag dia juga enggak ada."

"Apa, sih, Nya. Di akun HMP banyak muka dia kali, masa lo enggak tau? Emang, lo enggak pernah aksi bareng dia apa?" tanya Zafi.

Aku menggeleng kuat. "Gue enggak ngeh, anjir. Gue enggak follow akunnya HMP. Memang sering gue bikin kajian sospol sama HMP, tapi gue enggak pernah ketemu langsung ketumnya. Padahal gue pernah chat dia waktu bidang kerohanian mau bikin talkshow isu kesehatan mental. Ah elah!"

"Ya udah, makanya lo punya medsos tuh dipake yang aktif! Buka medsos kalo ada tugas doang, lo. Lagian emang kenapa, sih, Nya? Ketum HMP bikin masalah sama lo?" tanya Zafi heran.

Winda ikut menimpali, "Tau, sih, lo kenapa coba? Bagus, dong, kalau lo punya relasi sama Farrel. Gue kemaren liat story kahim gue, kayaknya dia bakal maju jadi presma tahun depan."

Aku semakin terkejut, menggeleng tidak percaya.

"Gue enggak peduli dia mau jadi presiden Zimbabwe sekalipun! Yang jelas, gue enggak mau itu orang ada di sekitar gue!" tegasku kukuh.

Wajah Zafi semakin merautkan bingung. "Lo butuh air putih gak sih?" katanya setelah berdecak.

"Gini, gini. Lo pada penasaran, kan, siapa mantan gue yang bikin gue se-traumatis ini buat pacaran lagi?" Aku berapi-api.

Kali ini, Winda dan Zafrina memasang wajah terkejut.

"Wah, gila lo, Nya!"

"Jangan bilang ...."

Aku menghela napas panjang. "Iya, bener, si Farrel itu mantan gue."

🌻🌻🌻

HMP = Himpunan Mahasiswa Psikologi
Ketum = Ketua umum
Kahim = Ketua himpunan
Sospol = Sosial Politik
UKT = Uang Kuliah Tunggal (bayaran per-semester)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro