Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[06] Inspeksi Rumah Mantan

[06] Inspeksi Rumah Mantan

Memastikan Hangga sedang tidur, aku memperbaiki selimutnya biar Devanda Bocah makin nyaman. Aku rapikan rambutnya dengan sayang. Memeriksa luka di pipi Hangga yang terlihat mengerikan. Pasti sakit. Arengga mengatakan memar di perut. Selimut yang rapi aku sibak kembali. Dan benar perut Hangga dihiasi warna biru pada pori-pori kulitnya yang putih. Beruntung hasil rontgen menunjukkan kondisi bagian dalam Hangga tidak ada yang membahayakan. Ponakanku sayang, semoga tidak ada lagi yang jahat kepadanya.

"Cepat sehat, sayangnya Tante Uci." Kening Hangga aku cium. Hangga Devanda kuanggap seperti anakku. Putra yang diam-diam sangat aku impikan.

To Ponakan Tante yang Ganteng: Kalau bangun dan tidak menemukan Tante Uci, Tante Uci lagi di lantai 14. Tunggu Tante di meja makan, segera pulang buatin kamu sarapan.

Aku keluar dari apartemen sekitar pukul empat pagi. Dari lantai dua aku ke lantai empat belas gedung ini. Sandi yang dipakai Kazasaki adalah hari pertama dia menginjakkan kaki di sekolahku. Jadi, sewaktu kuliah sambil kerja, aku menjadi pegawai tata usaha di SMA. Bekerja setiap pagi sampai siang, malamnya kuliah. Kadang ada jadwal pagi dan aku minta izin dari sekolah. Begitu pula Yuka. Walau orang tuanya juragan kos-kosan, Yuka juga masih bekerja. Ya itu, dia jadi admin di perusahaan suaminya tanpa dia tahu sebelumnya. Dan kami mengambil kelas yang sama.

Kaza masuk ke sekolah tempat aku kerja karena status kami pacaran. Tentu saja di sekolah enggak ada yang mengetahuinya. Markas kami adalah di rumahku. Dulu aku menyewa satu rumah seperti Yuka dan menyicil mobil. Setelah dipikir-pikir, aku enggak gitu butuh kendaraan pribadi. Aku pilih pakai kendaraan umum setelah jadi karyawan di perusahaan Elrangga karena menyewa apartemen dekat kantor. Selain karena pindah tempat kerja, aku hijrah tempat tinggal untuk menghapus Kaza dari kepala. Seluruh rumah kontrakan itu banyak jejak Kazanya. Hubungan kami dulu terlalu manis sampai-sampai saat semua berakhir, aku susah untuk bangkit. Apalagi sejak kembali dari Pekanbaru. Lihat mantan ngelupain kita padahal waktu diajak pisah nggak rela, rasanya terkhianati banget.

Pintu unit Kaza tidak menimbulkan suara. Aku berhasil masuk tanpa berisik dan menutup lagi pintunya. Kaza pasti sedang tidur di kamarnya. Aku memeriksa seluruh isi apartemen ini. Hal pertama yang aku lakukan adalah menyapu, mengepel, dan mengelap jejaknya. Mengecek isi lemari pendingin bikin aku kaget sampai mau teriak. Kulkas Kaza penuh banget. Aku ingin membuang semua ini dan menggantikan dengan bahan baru yang aku beli. Karena aku yakin, orang yang mengisi lemari pengawet ini pasti si Malaikat Jadi-Jadian.

Sabar, Kushi. Mantra itu berhasil bikin aku tenang. Meracik bahan, aku mulai masak menu kesukaan Kaza. Asam manis jamur. Di kulkasnya tersedia semua bahan yang aku perlukan. Dalam waktu setengah jam, makanan untuk Kaza sudah jadi. Aku menanak nasi dua gelas takar biar Kaza tidak kelaparan. Sebetulnya aku ingin melihat ke kamar, menyaksikan Kazasaki tidur. Namun, semua harus aku tahan sampai usahaku untuk memikat kembali hatinya mencapai seratus persen. Pukul enam aku keluar dari apartemen Kaza.

***

Seminggu sudah aku masuk ke apartemen Kaza subuh-subuh. Hangga mengetahui pada hari kedua. Dia sangat mendukung bahkan ikut membantu mengelap kulit sofa. Hangga rela menahan kantuknya demi bisa ikut ke unit Kaza. Tadi pagi Hangga sudah dijemput ibunya. Aku mengatakan terima kasih pada Yuka atas kebaikannya meminjamkan Hangga dan memberikan kode pintu Kazasaki. Kulewati hari itu dengan senyuman ceria, mengalahkan teriknya matahari di luar yang bisa bikin muka hasil perawatanku gosong.

Jarum jam menunjukkan angka empat pagi. Aku sudah bangun setengah jam sebelumnya. Seperti yang Yuka bilang, menikung jodoh itu di sepertiga malam bukan di pengkolan gang. Aku rutin meminta dijodohkan dengan Kazasaki pas salat malam. Dikabulin atau enggak, aku tetap usaha dan doa. Aku enggak bisa berhenti cemas mikirin usia yang akan masuk tiga puluh. Bukan saatnya aku santai nungguin siapa aja datang kepada Bapak di kampung. Aku mau orangnya Kazasaki karena menginginkan Arengga, dia sudah punya istri.

Loh, kenapa angka yang aku masukkan salah? Dua kali mencoba dan tetap gagal, aku lalu menelepon Yuka. Kazasaki pasti mengganti password-nya.

"Coba lo ingat-ingat, tanggal yang mungkin dipakai si Upil." Yuka tidak memberikan bantuan apa pun. Aku sudah berpikir lima belas menit yang lalu.

Enggak mungkin ada hubungannya dengan aku. Yuka? Kazasaki pasti menggunakan kombinasi angka yang aku tidak akan berpikir dia akan menggunakannya.

Tanggal lahir Yuka.

Kode berhasil dipecahkan. Kazasaki menggunakan hari lahir Yuka. Aku ingin marah-marah di depan mukanya. Sama Yuka juga aku jadi kesal. Apa istimewanya Yuka dibanding aku? Kazasaki sering diumpati oleh kakak sablengnya itu. Kenapa masih sayang sih? Buang aja tuh mantan Jakula.

Tunggu! Kaza enggak menggunakan angka istimewanya dengan si Malaikat Tiruan? Atau ini kode kalau Kaza sebenarnya ngizinin aku masuk, tapi harus pake usaha? Beberapa langkah semakin maju. Doaku di sepertiga malam kayaknya mulai ada pengaruhnya.

"Ya ampun, tidur aja cakep apalagi melek. Enggak ngorok pula. Emang turunan pangeran nih."

Kazasaki tertidur di atas sofa panjang ruang tengah apartemennya. Di tubuhnya melingkar sarung kotak-kotak bikin fantasi aku ke mana-mana. Sekeren apa pun gayanya di luar, kalau sudah pake sarung, otakku traveling. Tanpa bikin suara gaduh, aku mulai bersih-bersih kayak biasa. Aku lagi menyetrika kemeja di tempat cuci pakaian waktu dengar suara percikan air. Kazasaki mungkin tahu aku di sini. Selesai dengan setelan kerja, aku ke dapur untuk buat sarapan.

"Benar, parasit itu elo!"

Suara keras menggelegar di seluruh ruangan. Kedatangannya yang tiba-tiba membuat aku kaget. Sendok penggorengan jatuh menimpa punggung kakiku. Rasanya dahsyat. Bakalan ada bekas luka bakar. Terima kasih, Yuka, aku bisa nahan perihnya.

"Hidup lo pasti sangat membosankan. Kenapa nggak pilih mati aja? Bisa santai, nggak perlu mikirin apa-apa."

Ckckck memangnya dia pernah mati?

"Indah, kok, hidup aku indah. Kan tiap hari melihat kamu, juga berfaedah banget kan selalu bantu kamu."

"Bantu?" Kazasaki menumpahkan semua yang aku masak ke kotak sampah. "Gue jadi keluarin duit lebih banyak untuk ganti semua yang lo habisin!"

Kazasaki ngomongnya kasar, pake ngebentak lagi. Untung jantung aku sehat, bermasalahnya cuma saat bersentuhan kulit dengan dia. Seluruh pori kayak kesetrum dan jantung seperti keresahanan.

"Jangan pernah bersih-bersih lagi di sini karena gue punya duit buat bayar pembantu! Keluar! Muka lo bikin muak!" Tubuhku sudah berada di balik pintu apartemennya.

Kedua mataku mengerjab. Lama terdiam kayak mayat hidup. Aku menarik napas dalam-dalam. Waktunya bersiap untuk kerja. Dimulai dengan mantra, 'Lupain semua yang Kaza ucapkan. Fokus ke tujuan. Semua ini hanya proses.' Aku menjalani hari dengan semangat, sampai tiba waktu pulang aku melesat ke kantor Kazasaki setelah mengantongi alamatnya dari Pak Bos.

Begitu melihat Kaza mengarah ke pintu keluar, aku berjalan di sampingnya. Mataku mengawasi wanita yang diam-diam melirik Kaza. Jariku siap mencolok bola mata mereka jika kesabaranku habis. Jelas-jelas di sebelah ada mantan pacarnya yang sangat menggoda iman, para wanita tetap memelototi Kazasaki seperti tumpukan emas di tengah jalan raya. Kazasaki berjalan tergesa-gesa dan aku terpaksa mengikuti irama langkahnya. Sampai di luar, dia menarikku ke arah mobilnya.

"Lo pikir lo siapa?" tanyanya pelan. Gigi dikatupkan. Matanya merah sungguh di luar rencanaku bikin dia sekesal ini.

"Selama seminggu lo sembunyiin Hangga dari keluarganya, belagak mau jadi hero buat dia?" Kazasaki membentak bikin aku enggak berani napas.

"Lo udah ngelewatin batas. Apa lo nggak punya malu dan ini?" tunjuk Kaza ke pelipisnya. "Dia dalam bahaya dan lo dengan otak yang isinya cuma kotoran mau jadi penolong dia tanpa tahu akibat buruknya buat dia!"

Kazasakiku yang manis berubah jadi monster. Suaranya sangat keras. Mukanya merah gelap. Matanya melotot. Kata-katanya bikin mental aku mental dan tidak berani menatapnya lagi.

"Masih belum puas jadi parasit di keluarga kami? Mau sampai kapan lo kayak gini? Kerja dari rasa kasihan Elang. Tiap hari numpang makan. Nggak malu? Lo bisa kan cari kehidupan sendiri dan tidak mengganggu keluarga gue? Ingat lihat kaca nggak sih? Sadar woy! Di umur lo ini harusnya udah bisa mikir. Kalau orang lain nggak suka, lonya pergi, jangan maksain diri. Ada harga diri nggak sih? Hidup lo nggak ada gunanya kalau cuma gangguin kehidupan orang! Dan lo nggak cocok jagain anak kecil kalau cara didik lo aja salah!"

Kazasaki berhenti mengomel saat handphone-nya berbunyi. Wajahnya perlahan mengendur. Suaranya yang manis saat menjawab telepon membuat perubahan besar dalam dirinya. Dia menyingkirkan aku dengan kasar lalu masuk ke mobil dan tancap gas dari parkiran ini. Tiba-tiba tubuhku bergetar. Kaki tidak bisa menopang berat tubuh. Aku terduduk di lantai yang banyak debu. Mataku terasa perih.

"Kamu bersedia nunggu aku?" tawarnya dengan mata penuh keraguan. "Jika nanti ada laki-laki mapan yang tanpa pikir panjang jabat tangan ayah kamu depan penghulu, apa kamu akan ngelupain aku?"

Aku tertawa mendengar kegusarannya. "Kalau gitu kita enggak jodoh."

"Semudah itu?"

"Kamu masih muda. Kamu juga ganteng, mirip Yamazaki Kento ini. Pasti banyak gadis Sumatra yang tergila-gila sama kamu. Kamu pilih satu, mereka akan senang banget."

"Semudah itu?" ulangnya.

"Kita timpang, Za. Hidup harus realistis. Kamu masih harus berjuang belajar demi cita-cita dan membahagiakan orang tua. Kamu anak laki-laki satu-satunya. Sedangkan aku, aku didesak Emak dan Bapak. Kalau bukan karena alasan itu, aku enggak mungkin bisa berada di sini. Aku ini kabur dari rumah. Suatu saat mereka pasti nemuin aku dan bawa aku pulang untuk meneruskan perjodohan."

"Kenapa jadi mengerikan sih, Ci? Kamu suka dijodohin? Kamu enggak mau nunggu aku selesai?"

"Kalau aku senang dijodohin, barangkali saat ini aku udah beranak tiga! Aku bilang untuk realistis, Za. Kalau jodoh enggak akan ke mana."

"Dulu kenapa lo deketin gue kalau akhirnya lo nyuruh gue menjauh, Kushi Malaikata?"

"Aku enggak meminta kamu menjauh. Aku minta kamu turuti Ibuk Siyah. Aku udah kabur terlalu lama dari rumah. Aku enggak mau kamu kayak aku. Kasihan mereka, Za. Kalau aku pulang, Emak Bapak akan menikahkan aku dengan laki-kaki yang enggak aku cintai. Makanya aku bertahan di sini walau nggak ada kamu. Sedangkan kamu, kalau pulang kamu masih bisa hubungi aku, kita bisa komunikasi. Enggak seperti aku, akses aku ketemu kamu pasti ditutup kalau aku pulang karena artinya aku udah jadi istri orang."

"Jangan menangis. Maaf udah bentak kamu."

"Dan kita bisa tes ketahanan cinta kita." Aku menantang karena percaya kekuatan cinta kami. "Apakah benar kita punya perasaan itu atau cuma kagum dan ketertarikan fisik aja. Kamu tahu 'kan, aku suka kamu dari pertama kenal karena kamu mirip aktor favorit aku."

"Kamu ragu? Atau kamu meragukan aku? Asal kamu tahu, aku mencintai kamu, Kushi Malaikata."

Sekarang rasa cinta itu sudah habis. Dulu dia minta maaf setelah membentak aku tanpa sengaja. Semua sudah berubah. Aku yang menyebabkan dia berubah.

***

bersambung ...

Muba,   24 Februari   2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro