10: Deal with The Monster
Duta besar Shō Sei malam ini tertahan lagi dalam kantornya di atas jam pulang kerja.
Mafuyu duduk di depan dia dan So Raru. Persis seperti tersangka yang ada di ruang interogasi. Ketika sang agen meminta untuk membuat panggilan langsung dengan pihak EMORSA, awalnya Shō Sei sempat terkejut. Namun, ia tahu agen So bukan orang yang senang bermain-main.
Maka disinilah mereka, terhubung dengan Kolonel Gero melalui panggilan video di proyektor dalam ruangan yang gelap. Pemegang jabatan di kantor pusat itu terang menunjukkan wajah tidak senang ketika melihat wajah Mafuyu muncul di layar.
"Saat kubilang kecil kemungkinan kau tidak berurusan dengannya di Utara," sang kolonel buka suara, "aku tidak minta kau untuk benar-benar membawanya ke hadapanku seperti ini."
"Kalau bisa, sih, aku juga maunya tidak begini," So Raru memijit kening dengan nada suara yang dongkol. Sebentar kemudian ekor matanya melirik ke arah pria salju yang masih tersenyum ceria di tempat. So Raru lanjut mencibir, "Tapi bajingan di sana itu bilang punya tawaran bagus yang akan menguntungkan pihak Kekaisaran."
Dari melirik Mafuyu, kini So Raru sepenuhnya menghadap ke arah Kolonel Gero. "Sebenarnya saya benci mengakuinya. Tapi, secara objektif harus saya katakan bahwa orang ini sangat berguna dalam menghimpun informasi."
"Selamat malam, Intelijen Kekaisaran."
So Raru mendelik. Tentu saja, Mafuyu tak mau repot minta maaf karena telah seenaknya menyela penjelasan So Raru. Tanpa rasa canggung maupun tegang, pria berambut salju itu melanjutkan kalimatnya. "Kita sama-sama mengerti bahwa berbasa-basi hanya akan membuang banyak waktu. Karena itu, langsung ke inti pembicaraannya saja."
Tampak sepasang netra emas Kolonel Gero memicing jejap. "Sama seperti rumornya, mulutmu cukup kurang ajar," pria itu sempat sibuk sebentar dengan papan ketik di sisi sebelah kanan mejanya, "tapi pertama-tama, untuk menilai situasi kalian dengan benar aku butuh mendengarkan laporan dari anak buahku."
Dari memaku pandang pada papan ketik, mimik tegasnya kembali menghadap penuh ke layar. "Laporkan bagaimana misimu di sana, agen So."
Sempat ada adegan menarik dan buang napas sejenak yang dilakukan sang agen. Sekali lagi, So Raru menyorot tajam netra semerah delima disana agar tidak lagi-lagi menginterupsinya. Barulah setelah itu dia bicara, "Misi saya terasa sangat sulit di hari pertama saya datang ke tempat ini. Seperti yang Kolonel katakan, kita tidak memiliki dugaan tersangka sama sekali sejak awal. Federasi selama ini tidak memiliki konflik yang terlalu berarti dengan Kekaisaran. Lagipula, menurut saya gagasan bahwa Federasi berniat memancing permusuhan dengan Kekaisaran itu agak konyol mengingat dulu dua negara pernah menjadi sekutu dalam melawan ancaman yang membahayakan.
"Semua informasi yang saya dapatkan dari investigasi mandiri tidak membuahkan kemajuan. Padahal, saya sudah sampai berkali-kali mengorek informasi dari wilayah abu-abu di Moskva. Bahkan sampai Shō Sei-dono membantu saya mengulik barangkali ada kejanggalan di pihak pemerintah saja rupanya tidak dapat menemukan petunjuk sama sekali."
Kemudian tangannya menadah ke arah Mafuyu. "Di tengah kebuntuan itulah tiba-tiba orang ini menghampiri saya."
Kolonel Gero mengerutkan kening. "Jadi, bukan kau yang mencarinya terlebih dahulu?"
"Untuk apa saya mencari dia duluan? Setelah dengar soal reputasi dan rekam jejaknya di sini saja saya sudah malas membayangkan diri saya sampai berpapasan dengannya," jawaban So Raru tegas tanpa keraguan sedikit pun.
"Rasanya kalimatmu itu menusuk sekali, loh, Raru," celetuk Mafuyu dengan senyumnya yang lebar.
Mengabaikan si albino, So Raru melanjutkan, "Mafuyu Raskolnikov telah memberi saya informasi yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya selama investigasi mandiri saya. Tidak satu pun informan yang saya temui menyampaikan soal ini. Awalnya informasi itu terasa konyol dan tidak masuk akal. Tapi setelah saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, rupanya orang ini memang tidak mengada-ada."
So Raru menoleh ke arah Shō Sei lugas. "Anda benar, Shō Sei-dono. Dia tidak berbohong dalam pertukaran informasi."
"Lalu," Kolonel Gero menyahut, "informasi seperti apa yang dia berikan padamu?"
So Raru kembali menatap atasannya. "Chip keamanan dokumen level 3 Kekaisaran yang sudah dihancurkan telah ditemukan di sebuah kamar hotel. Sekarang benda itu masih aman di kediaman saya. Menurut informasi, penyewa kamar tersebut adalah seorang turis asal Republik."
Mata Kolonel tampak melebar. "Republik?"
"Benar." Sambil menjawab, So Raru mengutak-atik gawai tablet yang sejak tadi ia pegang. Sang agen mengirimkan file yang dia dapatkan dari Mafuyu. "Orang ini tercatat masuk dengan visa turis ke Kekaisaran tidak lama sebelum kejadian pencurian ini. Jika dia tidak terdeteksi keluar di badan imigrasi seperti itu, bukankah sangat janggal?"
Kolonel Gero mengusap dagunya. "Kau benar. Tapi, apa hubungannya Republik dengan dokumen yang dicuri?"
So Raru segera menjawab, "Untuk hal itu, saya juga masih mencari tahu. Motivasinya sangat abu-abu karena secara latar belakang, orang ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Kekaisaran. Bahkan meski menjadi bagian dari otoritas dunia bawah Republik, kelompok dimana dia bekerja justru berhubungan baik dengan Mafia Teratai."
"Aneh sekali..."
"Benar. Aneh sekali," So Raru melanjutkan penjelasannya, "karena itu awalnya saya memasukkan dia ke dalam daftar 'petunjuk'. Saya mengawasinya sebagai orang yang kemungkinan tahu soal pencuri dokumen tersebut. Tapi, hari ini saya melihat sendiri bahwa orang itu memegang dokumen yang kita cari di tangannya."
Terdengar gebrakan meja dari seberang panggilan. "Kalau begitu, orang ini adalah pelaku dibalik hilangnya dokumen negara??"
So Raru mengangguk tenang. "Sebagai seorang agen, saya telah dilatih untuk benar-benar mengenali keaslian dokumen negara. Lagipula, map dokumen Kekaisaran level 3 dirancang khusus agar sulit dipalsukan atau digandakan. Jadi, saya yakin bahwa apa yang saya lihat itu map dokumen asli. Dengan kata lain, besar kemungkinan memang dialah dalang di balik pencurian itu, Kolonel."
"Tidak masuk akal. Mengapa..."
Sempat ada jeda keheningan di ruangan itu untuk beberapa saat. Mafuyu yang sejak tadi hanya duduk diam dan mendengarkan, kali ini membuka mulut. "Apakah sudah waktunya saya berbicara?"
Kalimat itu sampai ke Kolonel Gero. Ia melipat tangan di depan dada, memicing ke arah Mafuyu. "Kalau ditarik lagi, aku belum dengar alasan kau bisa terlibat dalam masalah ini. Apa memang 'Monster Salju Utara' adalah orang yang suka mencampuri urusan orang lain?"
Mafuyu setengah mengangkat kedua tangannya. "Saya ini orang yang cepat bosan, Kolonel. Saya memang suka mencari tahu urusan orang, tapi bukan berarti saya suka mencampuri masalah mereka. Tampaknya ada kesalahpahaman antara kita.
"Alasan mengapa saya bisa mendekati bawahan Anda berawal dari penemuan serpihan chip itu. Saya seorang pengejar berita. Saya tidak pernah melewatkan satu kabar burung sekecil apa pun lolos dari radar saya. 'Mengapa bisa ada segel beremblem resmi Kekaisaran Timur Jauh di Federasi Utara?' Sudah begitu, dalam keadaan rusak, pula. Merasa itu adalah satu kunci penting, saya bergegas mengamankannya dengan baik agar tak bocor ke tangan pihak yang tak diinginkan. Selanjutnya mudah; saya tinggal mencari orang penting Kekaisaran yang akan datang ke Federasi karena mereka pasti punya urusan dengan benda sekrusial ini."
Kolonel Gero menginterupsi, "Dengan kata lain, kau mendekati agen kami murni karena penasaran?"
Sekali lagi pria albino terkekeh pelan. Tak sedikit pun rasa gentar tersirat dalam sorot mata semerah batu rubi yang menyawang tenang. "Itulah, Kolonel," suara sang monster salju rendah nan dalam, "buah dari tak mengabaikan informasi dan hal janggal sekecil apa pun."
Kolonel Gero terperanjat kala seringai lebar Mafuyu tertangkap netranya. "Siapa sangka ternyata benda yang sedang dicari-cari oleh Kekaisaran adalah sebuah dokumen rahasia level tinggi?" Nada bicara Mafuyu terdengar gembira.
Saat itu juga, So Raru terbelalak lebar. Sepasang alisnya menukik marah. "Kau--"
"Aku sudah bilang, kan, Raru?" Telunjuk tegak di depan bibir yang masih menyeringai, "aku sudah bersumpah sebelumnya padamu bahwa aku tidak mengetahui lebih dari batas yang seharusnya."
Kalau dipikir lagi, Mafuyu memang tidak pernah satu kali pun menyebut 'dokumen'...
Shō Sei yang sejak tadi diam menahan rasa terkejut kini sampai mundur satu langkah. "Tidak mungkin... Jadi, maksudnya kau selama ini memancing kami sampai kami membocorkan rahasia itu dengan mulut kami sendiri??"
"Waduh, kok, kesannya aku jadi seperti orang jahat yang memainkan trik licik, ya?" Meski berkata begitu, Mafuyu malah menyertainya dengan gelak tawa.
"Kau benar-benar telah lancang!" Terengar kecaman sengit Kolonel Gero dari pengeras suara, "sudah seperti ini, aku tidak bisa membiarkanmu begitu saja!"
Mafuyu yang semula tersenyum seketika tersentak, lalu langsung menarik kepala mundur menghindari sebuah sabetan belati yang nyaris menggores lehernya. So Raru menyorot si albino dingin nan tajam. "Sudah kuduga, kau memang harusnya disingkirkan sejak awal."
Terlihat Mafuyu menyengih. Sebentar kemudian, So Raru yang tanggap melompat menghindari tangan besar pria salju yang menyambar cepat. Sebuah lubang tak beraturan muncul tak lama kemudian pada meja besar yang semula utuh. Mafuyu diam sejenak, lalu menoleh ke belakang bahunya tempat So Raru mendarat. "Barusan itu gerakan yang berbahaya, ya."
So Raru berdecih, kemudian sekali lagi menghunus belati secepat kilat. Tikaman demi tikaman sang agen dibatalkan blokade lengan yang sigap dibuat Mafuyu. Pria salju bicara lagi, "Efisien, cekatan, dan tahu benar mengincar titik vital lawan..."
Belati ditangkap dengan tangan, lalu dipatahkan dari gagangnya. "...Seperti gerakan orang yang terbiasa menghabisi nyawa manusia."
Mendengar bisik melirih itu, So Raru mendelik tajam. Satu depakan melesat, menghantam bahu Mafuyu hingga pria itu terseret mundur. Sekali lagi So Raru bisa mendengar lirihan tawa keluar dari sosok tinggi besar itu.
Raga kembali berdiri tegak. Sepasang batu delima lurus pada biru safir masih dengan sorot yang begitu tenang. "Raru, apa kau tumbuh dengan merenggut kehidupan lain?"
Tak butuh waktu lama sampai Mafuyu tersentak. So Raru dengan cekatan mengeluarkan sebuah pistol tangan kecil dari lengan jaketnya. Dua peluru nyaris membuat lubang di tubuh Mafuyu. Peluru kedua menggores pelipis hingga cairan merah karat berhasil menemukan jalan sedikit. Mata merah si albino kembali tenang seperti semula setelah sempat melebar sesaat.
Ia menambahkan sebuah dengkusan. "Sepertinya aku benar."
"Kau ikut campur sekali."
Tiga kali tembakan mengikuti tubuh Mafuyu yang melesat ke samping. Semuanya berakhir membuat lubang kecil di dinding, rak, dan sisi meja di pinggir ruangan. Pria salju sempat membuat distraksi dengan melempar sebuah kursi kayu yang bisa dia raih. So Raru cepat bergerak. Sebuah tendangan berputar dilancarkan hingga kursi kayu itu hancur.
Diantara serpih kayu yang berhamburan di udara, So Raru dikejutkan wajah Mafuyu yang tahu-tahu sudah sangat dekat di depan wajahnya. Cepat So Raru menangkis apik tangan yang semula berniat mencekal. Pengalamannya tempo hari di atas gedung cukup membuat sang agen belajar untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dua kali.
Adu ketangkasan dan bela diri mereka berlangsung cukup sengit. So Raru harus mengakui betapa keras dan kuat pertahanan diri Mafuyu. Ukuran tubuh yang tinggi besar memang menjadi penghalang bagi pria itu untuk bergerak cepat dan cekatan. Namun, tak terhitung berapa kali sudah So Raru nyaris dicekal terkaman tangan si albino yang kokoh nan besar. Salah-salah, isi otaknya bisa saja pecah berhamburan sekalinya tertangkap tangan itu.
Hingga tiba-tiba, lampu-lampu utama ruangan menyala secara serempak. Silau cahaya lampu membuat dua orang yang sedang bertarung mandek. Mata mereka perlu menyesuaikan diri sejenak dengan penampang lingkungan yang berubah mendadak.
Selesai dengan urusan lensa matanya, So Raru bisa melihat figur yang berdiri di sebelah saklar lampu dengan lebih jelas. "Shō Sei-dono?"
Yang dipanggil menghela napas. "Dasar anak-anak gila bertarung. Tenangkan diri kalian dulu. Kolonel, Anda juga sebaiknya dinginkan kepala Anda."
Tampak Kolonel Gero di seberang panggilan mengerutkan kening dengan tak senang. "Apa maksudnya ini, Duta besar Shō Sei?"
Satu helaan napas yang lebih panjang meluncur dari mulut sang duta besar. Sambil memijit kening, pria berkacamata itu berjalan tenang mendekat ke proyektor yang mereka pakai untuk panggilan video. "Izinkan saya memberi masukan sebagai orang Kekaisaran yang sudah lama tinggal serta tahu keadaan Federasi."
Shō Sei melanjutkan, "Di saat seperti ini, ada bagusnya kalau kita memanfaatkan anak ini dalam menemukan dokumen yang kita cari."
"Maksudmu, kita harus memercayai maniak ini begitu saja?? Jangan bercanda! Bagaimana bisa kita melibatkan orang luar yang bahkan berbahaya seperti dia dalam urusan serahasia dan sepenting ini?! Barusan saja dia menipu kita!" Nada bicara Kolonel Gero meninggi.
"Saya tidak menipu Anda semua, tuh?"
"Mafuyu, diam dulu." Sekali lagi sebuah helaan napas meluncur dari bibir Shō Sei. Kemudian, ia menoleh ke arah So Raru. "Anda tahu sendiri, kan? Dalam keadaan genting seperti ini, kita tidak punya banyak pilihan. Kamu juga sependapat, kan, So Raru-san?"
Sempat terdengar lelaki berambut gagak menggeram kesal. Namun, di luar dugaan Kolonel Gero, So Raru menurunkan tangan yang semula mengacung pistol. Pria bersurai gagak sempat melirik sepat pada pria albino di sebelahnya. "Sayang sekali benar. Kolonel, sekarang kita menemui jalan buntu setelah kehilangan jejak turis Republik itu. Untuk bisa mengendus lagi pergerakan mereka yang sangat licin, kita memerlukan orang yang paham benar medan bawah tanah Utara. Anda sudah menyaksikannya sendiri tadi, bukan? Kemampuan berbicara Mafuyu Raskolnikov akan sangat berguna dalam pekerjaan ini."
Sorot mata biru safir sarat akan keseriusan. "Saya mengatakan hal ini murni objektif sebagai seorang agen yang telah bertugas lama di lapangan. Kita tidak punya banyak waktu. Target saat ini bisa saja kabur kapan saja. Momen dimana mereka hengkang dari Utara, disanalah kita akan benar-benar kehilangan mereka. Kita juga tidak bisa menutupi masalah ini lebih lama lagi dari rakyat, kan?"
Sepanjang penjelasan sang agen, Kolonel Gero sibuk menimbang. Mata emasnya sempat terpejam beberapa saat. "Aku mengerti situasinya. Pihak istana Kekaisaran sendiri sudah mulai kehilangan kesabaran karena ketidakpastian status dokumen ini. Tapi, memangnya ada jaminan orang itu tidak akan menusuk kita dari belakang?"
Mendengar pertanyaan ini, Shō Sei mengalih pandang pada Mafuyu. "Kau sendiri sudah puas dan nyaman dengan keadaan Utara saat ini, kan?"
Tak ada jeda sebelum Mafuyu menjawab pertanyaan itu. "Begitulah. Asal keadaan cukup nyaman buatku bermain, aku tak mau mengurusi hal yang merepotkan. Lagipula, aku tak sudi juga kalau tiba-tiba partai komunis bergerak ketika tahu soal ini."
So Raru tersentak. "Partai komunis terlibat dalam perkara ini??"
"Sejauh ini belum, sih," Mafuyu menarik lagi kursi yang semula ia duduki. Mengejutkan karena benda itu masih utuh setelah semua kekacauan yang terjadi. "Tapi aku yakin mereka akan memanfaatkan hal ini ketika tahu. Akan jadi masalah untukku juga kalau orang-orang tua kolot itu berhasil menarik target kalian ke sisi mereka seutuhnya."
Lepas berkata begitu, netra merah delima sekarang tertuju pada Kolonel Gero di layar. "Bahkan orang seperti saya juga tidak mau pecah peperangan dengan Kekaisaran, Anda tahu?"
Baru sekarang ada hening selama beberapa saat. Dahi Kolonel Gero yang tampak berkerut di seberang sana jelas menunjukkan pergolakan dalam otak yang berpikir keras. Detik demi detik berlalu dengan berat. Atmosfer yang dirundung ketegangan semakin naik seiring waktu berjalan.
Hingga kemudian, satu embusan napas dalam terdengar dari seberang panggilan. Sepasang netra emas sang kolonel terbuka, menyorot tegas. "Baiklah, coba kita bicara. Apa kesepakatannya, monster?"
Mendengar pernyataan itu, kedua sudut bibir Mafuyu terangkat lagi.
***
To be Continued...
Mafuyu, tiap kali dia ketemu orang random:
Well, yep
Buat kalian yang pas baca chapter ini banyak terkedjoet dan hah heh hoh hah heh hoh... Yak, Kafka cuma bisa bilang selamat, Anda kena prank🙏
Kafka sedikit rangkumin lagi uraian permasalahannya sejauh ini bagi kalian yang roaming ya.
Jadi sejauh ini gini.
Dokumen rahasia level tertinggi yg super duper rahasia milik Kekaisaran dicuri>> Kabarnya, pencuri tersebut kabur ke Moskva karena chip yg terpasang di dokumen itu terakhir kedeteksi di Moskva>> Chip dilepas dan diancurin di hotel, ditemuin lalu diketahui sama Mafuyu, disimpan dan dijaga biar kabar itu ga bocor ke siapa-siapa. Makanya So Raru ga dapet info penemuan chip itu karena diamanin duluan sama Mafuyu>> Berbekal info itu si albino kepo, terus pedekate sama orang Kekaisaran yang akan datang ke Moskva>> Bantuin, buntutin, untuk tahu keseluruhan masalahnya (Terima kasih pada ilmu silat lidahnya, dia bisa blend dengan baik tanpa So Raru sadari klo albino ini sebenernya gatau apa misi dia yg asli).
Tapi di tengah jalan, ternyata ada bentrokan sama ulah kelompok separatis. Nah, ini kelompok yang beda ya, bukan yang nyolong dokumen. Cuman kebetulan aja mereka saling bentrok tanpa tahu kalau ternyata ada dokumen rahasia yang dicuri di tengah kekacauan itu. Kan, dari awal misi ini super rahasia. Tapi kalo sampai kelompok separatis ini tau ada dokumen rahasia Kekaisaran Timur Jauh ilang di Utara, fiks bahaya sih. Kira-kira kenapa? Ya... bisa mereka manfaatin buat hal jelek, tentu saja.
Intinya begitu. Buat perkembangannya, ntar di chapter depan.
Terus, gimana dengan Mafuyu? Ini kan dia nawarin kesepakatan dengan Kekaisaran?
Well, untuk bagian ini, akan dia jelaskan dengan mulut dia sendiri Kamis depan. So, stay tune!!
Btw maaf ya, klo emg cerita bikinan Kafka suka njelimet kek gini. Karena jujur aja, emg pekerjaan kayak gini seribet itu sih. Semua orang abu-abu, semua orang punya intensi masing-masing. Maa, anggap saja kalian belajar hal baru dari cerita Kafka sekaligus berbagi ilmu baru buat Kafka dan pembaca lain kalau sekiranya ada yg lebih paham. Kita sama-sama belajar, ya!
Oke, sekian dulu cuap-cuap Kafka di chapter kali ini. Kita ketemu lagi Kamis besok jika tidak ada kendala. Baibai~
January 29, 2024
-Sierrakafka-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro