07: The Game Launching Event
So Raru tak menyangka, membuka pintu di pagi hari bisa membuat tensinya naik.
Mafuyu Abramovich Raskolnikov, berdiri tegap dengan senyuman lebar terpatri di wajahnya. "Selamat pagi, Rarushka."
"Tiba-tiba saja aku sudah dinamai seenaknya."
Cercaan itu tidak berhasil menurunkan senyum seorang Mafuyu. "Aku sudah cukup menjaga sopan santun kemarin dengan memanggilmu menggunakan honorifik yang tidak wajar dipakai di Utara, tahu?"
"Kenapa cuma berlaku sehari?"
"Bukankah harusnya Anda yang tahu diri sedikit, Tuan tamu?"
Lihat itu. Masih pagi bahkan sudah mendahului mentari untuk memanasi kepalanya. Merasa meladeni hanya akan berujung pada kesia-siaan, So Raru melengos melewati tubuh besar si pria albino. "Minggirlah. Aku punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan."
Jalanan Moskva pagi ini sama seperti kemarin-kemarin. Biar langit masih pucat redup, aktivitas manusia sudah bidup di sepanjang jalan. So Raru melangkah konstan. Ingatan yang bagus telah membantunya menghafal jalanan Moskva sejak tempo hari. Semua mulus.
Mulus jika tidak dihitung pria albino setinggi dua meter yang berjalan mengekor di belakangnya dengan kecepatan langkah yang sama.
Awalnya So Raru masih memilih untuk mengabaikan eksistensi makhluk ini. Dia melewati beberapa kerumunan, menyusuri sejumlah jalan besar, kemudian naik sebuah trem. Perjalanan ditempuh selama lebih dari lima belas menit. Bahkan hingga dia telah turun dari trem dan berjalan melewati dua blok, pria albino yang sama masih mengekor tak jauh di balik punggungnya.
Akhirnya, tepat di depan sebuah kedai kopi yang masih tutup, So Raru berhenti melangkah. Lelaki bersurai gagak menghela napas panjang sambil menggaruk gusar helaian ikalnya sebelum balik badan.
"Kau ini mau kemana?" So Raru nyaris membentak.
"Kau sendiri mau kemana?"
Alis So Raru berkedut. Senyuman Mafuyu masih terlihat menyebalkan seperti sebelumnya. Sang agen memijit kening frustrasi. Dengusan kasar keluar dari mulutnya sebelum bicara. "Dengar, ya, Mafuyu--"
"Mafu."
Sorot biru safir memandang merah rubi dengan heran. Mafuyu mengulangi kalimatnya, "Panggil saja aku Mafu."
"Kita tidak sedekat itu sampai bisa memakai nama panggilan."
"Kalau bukan karena aku, kau mungkin sudah dipulangkan ke negaramu dalam peti mati."
Tanpa memberi jawaban verbal, ekspresi wajah So Raru sudah cukup memberi penyangkalan. Mafuyu bicara lagi, "Kalau tidak mau, ya, aku akan terus memanggilmu 'Rarushka'."
"Hei, kau--"
"Mafu. Mau 'Mafenka' sekalian juga boleh~"
Suara decakan keluar dari bibir So Raru. "Dasar bajinga--"
"Oh, tiba-tiba aku dapat ide bagus. Karena Rarushka terlalu panjang..."
"Siala--"
"...'Rasha' saja, bagaimana? Lucu, kan?"
"Argh!"
"Segera biasakanlah dirimu dengan tata krama orang Utara. Aku merasa canggung juga kalau ada orang yang melempar tatapan heran tiap kali aku mengatakan 'gospodin' tahu."
[*Note: di Utara, penggunaan honorifik formal sebenarnya cukup tidak lazim. Bagian ini akan Kafka jelaskan lebih detail di akhir chapter nanti]
So Raru meremat kepalanya. Percakapan ini terasa sangat menguras tenaga dan kesabaran. Kalau bisa, So Raru ingin sekali membanting benda apa pun yang sekiranya bisa dibanting.
Tapi tidak. Alih-alih mengamuk, So Raru berhasil menguasai diri. Dia menarik napas dalam-dalam, sebelum menyorot Mafuyu dengan sebal. "Baiklah. Aku akan memanggilmu 'Mafu' jadi, tepati janjimu."
"Baiklah, Raru."
"Hei--"
"Raru atau Rasha?"
"Ugh-- Hah.... terserah kau saja, lah."
Sekali lagi So Raru meyakinkan diri untuk menyimpan tenaga sebanyak mungkin. Lagipula, hari ini adalah hari yang sangat penting. Ia tidak boleh membuang waktu cuma untuk memberi makan egonya atau mengenyangkan mulut usil pria ini.
Maka, So Raru kembali memunggungi Mafuyu dan mulai berjalan lagi. Seperti dugaannya, Mafuyu masih berjalan mengekori. Di momen itu, So Raru lalu mengingat kalimat yang sebelumnya tertunda ingin dia sampaikan pada si pria albino. "Sepertinya tempo hari aku sudah dengan sangat jelas memintamu untuk tidak mengganggu pekerjaanku."
"Sepertinya kau ini memang klien yang tidak tahu diri, ya. Apa kau lupa kalau informasi tentang acara hari ini aku yang memberi?" Entah cuma perasaannya saja, atau memang nada bicara Mafuyu malah menjadi lebih riang. So Raru tidak habis pikir. Bukankah seharusnya mereka sudah tidak ada urusan lagi antara satu sama lain? Mengapa pria ini terus saja mengikutinya?
"Aku berani jamin kau akan butuh aku hari ini." Kicauan Mafuyu kembali terdengar. Mereka berdua belok kiri memasuki blok baru. So Raru melirik dari balik bahunya. "Memangnya ada perkembangan baru yang berkaitan dengan urusanku hari ini?"
"Mau buat transaksi baru atau gabungkan saja dengan yang sebelumnya?"
"Ck!" So Raru kembali menghadap ke depan, "kau benar-benar perhitungan."
Mafuyu masih membalas cibiran So Raru dengan riang. "Tentu saja harus seperti itu. Kau pikir, mengumpulkan informasi tidak butuh modal?"
"...Lupakan saja."
Tempat tujuan mereka adalah sebuah gedung konferensi yang masih berada di sebuah kompleks perbelanjaan. Meski masih pagi, tempat itu sudah ramai dipadati manusia. "Apa event peluncuran game biasanya diadakan sepagi ini?" So Raru menggumam tanpa sadar. Mafuyu berjalan melewatinya. "Katanya pengembang game ini cukup populer dan banyak peminatnya. Orang sudah mulai mengantri sejak subuh untuk mendapatkan tempat duduk terbaik."
Pria besar itu berhenti, kemudian berbalik memandang So Raru masih berwajah padang bunga. "Nah, bagaimana kalau kita juga mencari tempat duduk terbaik?"
So Raru baru berniat buka mulut. Namun, Mafuyu sudah keburu lanjut berjalan santai. Dari keramaian massa yang menumpuk di halaman depan, Mafuyu memimpin jalan ke sisi gedung dan terus ke belakang. Mereka menaiki sebuah tangga besi yang berujung pada sebuah pintu berwarna hitam di lantai dua.
"Hati-hati. Pintu itu bisa saja terkunc--"
Kalimat sang agen keburu dipotong deritan kasar logam yang patah. Tidak lama kemudian pintu terbuka. So Raru melirik gagang pintu yang telah penyok, sebelum mengoper pandang pada Mafuyu yang masih tersenyum dengan matanya. Wajah itu seolah mempersilakan So Raru masuk duluan.
So Raru menghela napas. "Dasar gila," dia mencibir sebelum melangkah masuk.
Gerbang depan dibuka menjelang pukul sebelas. Berkat taktik menyelinap yang berjalan mulus, dua orang penyusup itu kini berhasil mendapat tempat duduk di barisan paling depan.
Tak lama setelah para peserta event telah duduk di tempat masing-masing, acara dimulai. Mereka bisa melihat barisan orang yang didominasi laki-laki naik ke panggung yang telah disediakan. Seorang laki-laki bertubuh jangkung yang membalut diri dalam coat hitam panjang di luar kemeja kotak-kotak cokelat kehijauan dan celana jeans menarik perhatian So Raru.
"Itu developer game-nya," Mafuyu berbisik seolah membaca pemikiran So Raru.
Mendengar itu, So Raru segera mengedar pandangan. "Kalau begitu, turis Republik yang kita cari seharusnya ada di sekitar dia..."
Sepasang biru gelap segera sibuk memindai area panggung. Sang pemilik nyaris tidak memedulikan pembawa acara yang mulai menyapa penonton. Ia terus fokus menelisik setiap jengkal di depan sana. Hingga kemudian, usahanya membuahkan hasil.
Orang yang ia cari duduk di pinggiran di bawah panggung, sedikit ke belakang dengan posisi duduk bersilang kaki. Sosok turis yang dia lihat di foto semalam kini mengenakan turtle neck hitam di dalam kemeja putih. Mantel kanvas panjang cokelat gelap yang hangat sedikit kebesaran menutup badan si target yang kelihatan cukup kurus.
"Dia benar-benar datang..." So Raru menggumam lirih. Mafuyu mendengkus. "Sudah kubilang, kan? Aku tidak bercanda."
"Tetap saja ini terasa janggal. Konyol sekali orang yang habis cari masalah dengan negara lain malah santai benar hadir di event peluncuran game yang dikembangkan oleh teman baiknya. Kau yakin orang itu benar ada hubungannya dengan pekerjaanku?"
"Mungkin dia memang punya rasa setia kawan yang sangat tinggi," Mafuyu berceletuk setengah tak peduli. So Raru menyipitkan mata tanda tak senang. "Sikapmu ini malah membuat rasa kepercayaanku padamu semakin terkikis, tahu?"
"Hei, santai saja dulu. Kau terlalu kaku," Mafuyu membalas tanpa repot menatap lawan bicaranya, "lagipula, yang penting kau sudah menandai posisinya. Awasi saja dulu gerak-gerik orang itu untuk sementara waktu ini. Terburu-buru tidak akan membawa hasil yang bagus."
Teguran tidak langsung itu membuat So Raru mengempas punggung bertumpu pada sandaran kursi. Satu dengusan kasar keluar dari mulutnya. "Aku benci mengakuinya, tapi kau benar. Kita tidak boleh terlena dan harus ekstra waspada. Turis ini satu-satunya petunjuk yang bisa diandalkan untuk sekarang."
Maka setelah percakapan itu, mereka berdua tidak membuat dialog lain. Baik So Raru maupun Mafuyu sama-sama tenggelam dalam acara ini untuk beberapa waktu meski So Raru tak bisa berhenti curi-curi pandang pada turis yang menjadi targetnya.
Menjelang pukul tiga sore, event dihentikan sementara untuk memasuki jam istirahat. Para peserta dipersilakan mengambil konsumsi yang telah disediakan. Pada saat itu, So Raru berdiri.
Mafuyu langsung melempar pertanyaan, "Mau kemana?"
"Aku mau mencoba berinteraksi dengan turis itu. Sekalian diam-diam mengorek informasi."
Pernyataan So Raru itu tidak sampai dapat balasan dari Mafuyu. Sebuah dentuman cukup keras mengalihkan atensi semua orang yang ada di sana. Dari jendela luar, tampak orang-orang berlari dari arah pusat perbelanjaan. "Tunggu, ada apa, ini?" So Raru menoleh ke kanan dan kiri.
Tiba-tiba pintu masuk di belakang mereka terbuka, menampakkan barisan pria bersetelan jas hitam lengkap berdiri dengan senapan mereka. Pria yang berdiri di tengah mengedar pandang ke sekeliling, sebelum tertuju pada So Raru dan Mafuyu.
"Hei, kau!" Pria itu berteriak seraya menuding dengan raut yang sangat murka ke arah mereka berdua. Mafuyu berdiri. "Ups!" Dia berlari kecil ke arah pintu staf di belakang panggung. Meninggalkan So Raru di tempat begitu saja. Lelaki berambut gagak langsung bingung. "Hei, Mafu??"
Mendapati hal itu, pria tadi terlihat semaking berang. Dia dan anak buahnya langsung menerjang dengan persenjataan lengkap, seketika membuat orang-orang di dalam ruangan itu berhamburan dalam kepanikan.
Belum juga situasi terkendali, terdengar dentuman kedua. Kali ini, asalnya tepat dari bagian belakang gedung konferensi. Keadaan menjadi semakin tak teratur. Orang-orang berebut menggapai pintu keluar. Kacau serbuan massa membuat So Raru mau tak mau terseret arus. Meski begitu, dia berusaha mengendalikan diri. Sambil menyusul ke arah Mafuyu tadi pergi, mata tajamnya bergerak memindai lingkungan sekitar; ia tak boleh kehilangan target pengawasannya.
Seakan pemikiran itu langsung terjawab, tidak sampai satu menit mata So Raru segera terkunci ke satu titik. Diantara sesak lautan manusia yang tunggang langgang, sosok sang turis Republik berdiri tepat menghadap ke arah So Raru. Bibirnya tersenyum. Sosok itu menunjukkan sebuah map cokelat di tangan kepada sang agen.
Saat itu juga So Raru membelalak, sadar akan keberadaan emblem Kekaisaran yang tercetak jelas di map cokelat itu. "Hei, tunggu--"
Sosok sang turis seketika lenyap diantara hilir mudik kacaunya manusia yang ditelan histeria. So Raru yang tak mau kehilangan momentum langsung bersusah payah menyambangi tempat dimana turis Republik tadi berdiri. Hilang. Orang itu sudah benar-benar pergi dari sana.
Tak lama suara ledakan ketiga terdengar dari bagian samping gedung. Sayup sirine polisi terdengar dari kejauhan. Mungkin bersama pemadam kebakaran dan ambulans juga.
So Raru berdecak kesal. Sudah seperti ini, dia harus cepat-cepat keluar dan menganalisis situasi. Di saat seperti ini, kemampuan fisiknya sebagai seorang agen menjadi sangat diperlukan.
Maka sang agen mulai memindai ruangan, segera menemukan jalan keluar. Membaca alur pergerakan massa yang tak beraturan, setiap gerakan jadi harus dikalkulasi dengan baik agar dia tak berakhir terjebak dan terseret. Tak butuh waktu lama bagi seorang So Raru untuk membuat keputusan. Lelaki itu segera menyusup ke setiap celah yang dibuat antar individu. Hal yang cukup tricky, tapi lumayan efektif untuk melawan arus.
Semakin mendekat ke area belakang dekat panggung, jumlah manusia semakin berkurang. Dalam keadaan yang lebih lengang itu So Raru bisa bergerak lebih leluasa. Dia memijak salah satu kursi, menjadikan meja di atas panggung pijakan kedua sebelum melompat ke balkon yang berada tepat di atas panggung konferensi.
Mulanya lelaki itu menyempatkan diri mengedar pandang ke kerumunan orang di bawahnya. Ia bermaksud mencari lagi keberadaan turis Republik tersebut. Namun, anehnya nihil. Bagaimana bisa ada orang yang menghilang tanpa jejak dalam waktu sesingkat ini? Kemana dia pergi? So Raru juga tidak melihat sang developer game dan orang-orang yang tadi di panggung.
Percuma. Kalau seperti ini, dia memang harus terlebih dahulu memastikan keseluruhan situasi. Pertama-tama untuk melakukan itu, dia harus keluar dari gedung ini dulu. Seketika So Raru teringat pintu keluar di lantai dua. Seharusnya kalau belum disadari, pintu itu masih rusak karena Mafuyu.
Ia bergegas menyusuri lantai dua. Sambil berjalan cepat otaknya sibuk mengingat-ingat rute yang dia lewati tadi ketika masuk. Sial, sejumlah orang bersetelan jas hitam tadi ternyata juga mulai menjamah lantai dua. So Raru menggerutu, "Sebenarnya mereka dari mana dan ada masalah apa, sih? Apa jangan-jangan, mereka kelompok separatis juga?"
Sang agen bersembunyi di balik sebuah tembok ketika mendapati beberapa orang pria bersetelan jas yang juga bersenjata seperti tengah mencari-cari sesuatu di sebuah koridor. So Raru mengintip sebentar, lalu merogoh sebuah flash bang dari dalam jaketnya. Ring ditarik, kemudian benda itu dilempar tepat ke arah kerumunan orang tadi.
Tepat setelah membentur lantai satu kali, flash bang langsung meledak. So Raru memanfaatkan kesempatan itu untuk menyelinap cepat serta melumpuhkan pergerakan mereka semua secara serentak. Hal ini segera memancing sejumlah orang lain yang segera muncul di ujung lorong. So Raru menyambar hand gun yang ada di ikat pinggangnya, seketika melancarkan sejumlah tembakan yang tepat mengenai titik-titik vital dari orang-orang itu. Sebelum menarik perhatian yang lain, So Raru langsung melesat meninggalkan tempat itu.
Pintu masuk tadi berhasil ditemukan tak lama setelahnya. Syukurlah belum ada yang menyadari pintu ini rusak. So Raru bisa membukanya tanpa kendala berarti. Namun, dengan segera pemandangan yang menyambut di luar sana melebarkan sepasang manik biru safir So Raru.
Asap dimana mana. Puluhan orang tampak berlarian panik tak tentu arah. Suara teriakan minta tolong dan tangis histeris saling bersahutan. Setelah memperhatikan lingkungan dengan lebih jeli, So Raru menyadari kepulan asap dan api yang lebih parah berasal dari kompleks perbelanjaan. Sejumlah mobil pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan api. Terlepas dari suhu udara yang dingin, kobaran si jago merah yang kepalang melalap membuat petugas cukup kewalahan. So Raru juga bisa melihat beberapa petugas masih sibuk mengevakuasi orang-orang yang panik.
"Gila, ini kacau sekali," bulu kuduknya meremang ketika kalimat itu terucap. So Raru tak membuang banyak waktu untuk berdiam diri. Pria itu segera menuruni tangga besi. Tepat setelah sampai di undakan paling bawah, sebuah mobil sedan hitam yang kap depannya telah penyok berhenti tepat di hadapan So Raru.
Semula So Raru telah meningkatkan kewaspadaan dan memasang kuda-kuda. Namun, niat itu segera hilang ketika kaca mobil bagian pengemudi diturunkan.
"Ayo, naik," Mafuyu bicara masih sama riang seperti yang sudah-sudah, "mereka akan segera mengejar kita. Kita tidak punya banyak waktu."
***
To be Continued...
Perasaan ada aja dah keosnya tiap chapter.
Yah begitulah. Keadaan malah jadi makin runyam. Baru dikasih napas sedikit, agen kita ini sudah diberi masalah lain. Betapa luar biasanya.
Oh iya, untuk masalah honorifik, kan biasa tuh kayak di Kekaisaran di belakang nama ditambahin honorifik tertentu untuk menghormati lawan bicara atau menunjukkan kedekatan, misalnya So Raru-san atau Shō Sei-dono. Atau yang di chapter kemaren tuh di Kerajaan Barat, honorifik ditambahkan sebelum menyebut nama, kayak Mr Krad dan Mr Luz. Lah orang kita aja masih sering kan manggil orang lain depannya ditambahin "Pak", "Bu", atau "Kak". Nah, di Federasi ngga begitu, loh.
Memang sebenarnya di Utara yg notabene Kafka ambil format kebahasaannya dari Rusia, penggunaan honorifik itu ngga terlalu umum, gengs. Biasanya orang disana langsung sebut nama yg bersangkutan. (Trivia bawahan Putin di kantornya di Rusia sana kaga manggil dia Pak presiden ato Pak Putin lo, tapi langsung Vladimir Vladimirovich). Untuk membedakan antara formal dan nonformal, dekat atau sekedar kenal, orang Utara biasa punya semacam nama panggilan atau "nickname". Dan sejauh yang Kafka pelajari, setiap nama kek udh ada 'pakem'nya gitu. Misal nama Aleksander pasti punya nickname "Sasha" atau Mikhail pasti punya nama "Misha"
Jadi kalo kalian nonton Masha and the Bear, "Masha" itu bukan nama aslinya, tapi nickname yang pas Kafka cari tahu itu berakar dari nama "Maria". Maa, meski kayaknya untuk pakem nama ini Kafka rasa seiring berkembangnya zaman sudah menjadi lebih cair.
Tapi bukan berarti mereka ga punya panggilan lain. Jadi, satu orang bisa punya panggilan beda di sirkelnya dia dengan sirkel lain. Seringnya yang terjadi beda panggilan di keluarga, di kantor, dan di tongkrongan.
Makanya ada ungkapan kata orang kalau orang Rusia itu namanya banyak--
Mungkin kalau di kita itu semacam... nama kecil? Pet name? Maa, 'nama kecil' itu disana biasa dipakai dalam lingkup keluarga. Dan untuk wujudnya, banyak yang dengan menambahkan akhiran "-ushka" untuk menunjukkan rasa kasih sayang. (Misalkan anak manggil neneknya Babushka dan mamanya Matushka. Meski di kesempatan lain penggunaannya bisa 'mamochka'). Selain "-ushka" ada juga yang lain seperti "-enka". Ini biasa jadi tambahan juga di belakang nama (biasanya dipakai ortu buat manggil nama anaknya).
Misal nama Aleksander, panggilan Sasha, bisa juga dipanggil "Sashenka" yang harfiahnya diterjemahin jadi "Sasha kecilku". Bentuk lain yang sering dipakai untuk pet name juga ada lagi yang berakhiran "-chka" seperti yang Kafka tadi sempet singgung contohnya Mamochka atau manggil anjing peliharaannya yg lucu dengan sebutan "sobachka"
Terus gimana dengan orang asing yang ga kenal nama? Jawabannya ya langsung memanggil dengan subjek. Misal kita ingin memanggil mbak-mbak di jalan yg gatau namanya siapa, kita cukup nyebut dia "Devushka" yg literally artinya "gadis"
Aneh, ya? Memang. Tapi begitu deh. Sebenernya masih banyak banget penjelasan lebih soal hal ini dan menurut Kafka itu menarik banget. Misal perbedaan penyebutan nama di dalam dan luar negeri (Contoh kasus di book ini, Mafuyu oleh orang Utara akan dipanggil Mafuyu Abramovich, tapi biasanya orang luar negeri akan sebut namanya Mafuyu Raskolnikov), penggunaan bentuk "T" dan "V" untuk membedakan bahasa formal dan nonformal, dan masiii banyak lagi.
Sebenernya cukup seru buat dipelajari, cuman mungkin yg ga passion nyimak begituan atau yang bahasa inggrisnya bentuk present tense, pas tense, past previous tense, dll-nya masih suka sengit, mungkin bakal lumayan PR buat belajar bahasa ini wwww.
Waduh, panjang juga bacotan Kafka di chapter kali ini._. Gapapa ya? Itung-itung kalian belajar sesuatu yang baru, hehe...
Oke, kita ketemu lagi minggu depan jika tidak ada halangan! Baibai~
January 18, 2024
-Sierrakafka-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro