03: Moskva, A Big City in The Land of Long Winter
Uap putih menguar dari napasnya segera setelah So Raru keluar dari pesawat. Suhu udara di tempat ini tidak main-main. Seperti julukannya, "Tanah Musim Dingin Panjang", Kesatuan Federasi Utara selalu bisa membuat tubuh para pelancong menggigil kapan pun mereka datang.
Setelah mengambil kopernya di tempat pengambilan barang, So Raru segera keluar dari kompleks Bandara Internasional Federasi. Seorang laki-laki berjas hitam rapi yang berdiri di lobi langsung menarik perhatiannya.
"Tuan Muda So?" Lelaki paruh baya itu memastikan. So Raru mengangguk seraya tersenyum tipis. "Lama tak jumpa, Pak Pavel."
Senyumnya dibalas. Laki-laki yang dipanggil Pak Pavel membungkukkan badan. "Di tanah utara ini, tidak perlu Anda memanggil seperti itu, apalagi pada bawahan seperti saya. Kami sudah menunggu kedatangan Anda. Mari saya antarkan ke town house, Tuan Muda."
Tak lama mereka sudah berada dalam sebuah sedan, membelah jalanan kota Moskva yang ramai sore itu. Dari balik jendela, So Raru dapat mengamati barisan gedung-gedung berarsitektur khas utara yang didominasi warna gading beratap gelap. Menara-menara berkubah yang tegak di beberapa titik terimpit bangunan seolah melongok ingin tahu. Layaknya sebuah dataran yang jauh dari garis edar matahari, langit kota ini dan mungkin juga di kota-kota lain di dataran Federasi terlihat berwarna pucat dan sedikit redup.
Berbeda dengan lalu lintas Kekaisaran yang meski ramai tapi tenang, So Raru betul-betul merasakan kehidupan manusia di jalan itu. Klakson yang saling sahut, sejumlah pengemudi yang melempar makian, sampai beberapa pria muda yang tertawa-tawa di pinggir jalan.
"Kota ini hidup sekali, ya," celetuk sang lelaki bersurai gagak.
Pavel tertawa kecil. "Anda mungkin akan sedikit kaget. Tapi, memang beginilah Utara. Setiap jiwa berkobar agar tak beku dan mati kedinginan."
Mendengar ungkapan tersebut, So Raru balas tersenyum seraya mendengkus. "Sepertinya saya butuh jalan-jalan sebentar selama menetap di sini," ia berujar lagi.
Raut Pavel tampak sedikit murung. "Sayang sekali Anda kemari bukan untuk berlibur. Semoga saja Tuan Muda bisa berelaksasi walaupun cuma sejenak. Saya akan pastikan para pengurus town house setidaknya menjamu Anda dengan baik."
So Raru mengangguk. "Terima kasih, Pavel."
Tempat tujuan mereka adalah sebuah bangunan bergaya neoklasik yang berdiri megah di pusat Kota Moskva. Sebuah rumah di kawasan elite dengan tingkat keamanan tinggi dan akses infrastruktur memadai. So Raru takjub akan betapa bersihnya aset properti milik keluarga yang nyaris tidak pernah disinggahi ini. Barisan jendela tak berdebu, tembok putih yang masih bersih, tanaman-tanaman hias yang terawat terlepas dari dinginnya iklim lingkungan dan pagar perdu yang dicukur rapi. Sang agen dapat memahami bahwa tidak ada sedikit pun jejak ketergesaan di setiap jengkal yang ia pindai. Rumah ini selalu dijaga agar tetap terlihat bagus meski sang pemilik tinggal di negara tetangga.
So Raru mulai berpikir untuk menaikkan anggaran bonus bagi para pekerja di tempat ini.
Air hangat dalam bak mandi sudah disiapkan ketika dia masuk rumah. Seorang pengurus rumah membawakan mantel dan kopernya. Selagi baju-baju ditata dalam lemari di kamar yang akan ia tempati, So Raru membersihkan badan setelah melalui perjalanan panjang hari ini. Berendam dalam air hangat cukup mampu mengembalikan energi yang semula terkuras, menaikkan parameter yang semula rendah sedikit demi sedikit. Sayup alunan musik dari gramophone di luar kamar mandi memanjakan telinga. Sekali lagi, So Raru mengagumi betapa tanggap dan pengertian para pekerja yang mengurusnya di tempat ini.
Menu utama makan malam hari itu adalah beberapa ekor bebek panggang hasil berburu si tukang kebun. Mendapati para pekerja segan melihatnya di ruang makan, So Raru segera menyuruh mereka semua berkumpul dan makan bersama dia. "Aku yang merasa tak nyaman kalau makan sendirian," kalimat itulah yang mematahkan penolakan yang sempat mereka beri.
Selagi menyantap berbagai hidangan yang telah dimasak sepenuh hati oleh sang juru masak, So Raru banyak bertanya mengenai lingkungan Moskva. Hal ini termasuk perkara yang berkaitan dengan jamuan besar yang akan diadakan di Hall Basilika.
"Saya dengar perjamuan itu akan dihadiri seluruh anggota legislatif parlemen. Presiden dan perdana menteri juga akan hadir, begitu pula masing-masing penguasa penanggung jawab adiministratif daerah negara bagian dari seluruh wilayah Federasi," terang Pavel.
So Raru lanjut bertanya, "Kalau delegasi dari luar negeri?"
"Sejauh informasi yang saya dengar, Dewan Federasi dan Majelis Federal mengundang delegasi dan duta besar Kekaisaran Timur Jauh dan Kerajaan Barat."
"Negara yang berbatasan langsung dengan Federasi, ya..."
"Benar sekali, Tuan Muda."
So Raru memasukkan sepotong daging bebek panggang ke mulutnya. Lepas potongan itu dikunyah dan ditelan, baru dia bicara lagi. "Kenapa pemerintah Federasi mengadakan perjamuan?"
"Oh, jadi Tuan Muda belum tahu?" Raut wajah Pavel tampak sedikit terkejut, "perjamuan itu diadakan rutin setiap enam bulan oleh pemerintah pusat Federasi Utara. Ini sudah jadi semacam tradisi."
Baiklah, fakta itu berhasil mengejutkan So Raru. "Eh... Aku benar-benar baru tahu."
Pavel tertawa kecil. "Wajar Tuan Muda tidak tahu. Baru kali ini Keluarga So mendapat kesempatan untuk menjadi perwakilan dalam perjamuan ini. Sebenarnya tradisi jamuan besar ini lebih bertujuan untuk mempererat hubungan antar penguasa daerah sekaligus menjaga keharmonisan dengan negara-negara tetangga. Meski begitu, memang sudah jadi rahasia umum kalau pertemuan ini sering dipakai untuk tujuan politik dan membangun relasi bisnis. Para penguasa daerah-daerah kecil sering memanfaatkan momen seperti ini untuk membangun koneksi dengan orang-orang yang memiliki pengaruh yang lebih kuat."
So Raru memberi angguk paham. Sejumlah percakapan lain bergulir setelahnya untuk beberapa waktu. Hingga tiba saat piring-piring siap diangkat ke ruang cuci, So Raru kembali memanggil, "Pavel."
"Ya, Tuan Muda?"
"Apa kau bisa menghubungi beberapa orang untukku?"
Pavel mengangguk. "Silakan beri saja saya daftarnya, Tuan. Tapi, untuk urusan apa?"
So Raru mengeluarkan sebatang pena dan menyuruh seorang pekerja muda membawakan selembar kertas untuknya. "Ada beberapa 'bisnis' lain yang harus aku urus selama menetap di sini. Tenang saja, aku tidak akan membuat kalian semua terseret masalah."
"Padahal Anda tidak perlu sungkan seperti itu..." Pavel menampa kertas yang sudah ditulisi. Belum juga beranjak, ia dihentikan lagi oleh pertanyaan lain.
"Oh, iya, apa kau tahu 'Monster Salju dari Utara'?"
So Raru bisa menangkap rasa terkejut dari pucat wajah Pavel. Beberapa pekerja yang masih ada di sana juga seakan membatu serempak. Menyadari respon yang janggal ini, So Raru langsung bisa mengambil kesimpulan. Dia segera mengalihkan pandangan. "Tidak, lupakan saja."
"Tuan Muda, Anda... mendengar cerita itu dari mana?"
"...Maaf?" Pertanyaan Pavel yang di luar dugaan itu mengerutkan kening So Raru.
Seorang pelayan muda yang masih baru dan bersemangat tiba-tiba menyambar. "Legenda monster salju, Tuan. Ternyata Anda cukup tertarik dengan dongeng-dongeng Utara, ya?"
"Dongeng-dongeng Utara?"
"Iya, Tuan!" Pekerja muda itu bercerita dengan semangat. "Ada sebuah legenda yang cukup terkenal terutama di daerah-daerah paling utara Federasi. Katanya, diantara hutan-hutan pinus yang tertutup salju, Anda bisa bertemu dengan sosok tinggi besar seputih salju. Makhluk itulah yang dipercaya sebagai 'monster salju dari Utara'. Dongeng ini pasti diceritakan oleh guru-guru TK. Sepertinya hampir semua anak di Utara tahu dongeng ini."
Cerita itu sukses menarik perhatian So Raru. "Ho... aku baru tahu."
"Sebenarnya itu bukan dongeng yang bagus, sih," kali ini Pavel ganti bercerita, "apa Anda pernah mendengar dongeng tentang Baba Yaga? Cerita ini sejenis dengan dongeng seperti itu. Aslinya, ini sebuah dongeng yang digunakan untuk menakuti anak kecil agar tidak bermain keluar saat badai salju berlangsung, apalagi sampai masuk ke dalam hutan sendirian."
Si pekerja muda mengangguk. "Itu karena monster salju akan menculik anak-anak nakal yang masuk ke dalam hutan di tengah musim dingin atau saat badai. Kalau diculik, mereka tidak akan bisa kembali lagi bagaimana pun caranya. Secara garis besar, sih, monster salju Utara memang digambarkan sebagai makhluk jahat. Tapi ada detail cerita ini yang menurut saya cukup menarik."
"Apa itu?"
"Monster salju akan berjalan mengikuti di belakang siapa pun yang membuatnya tertarik. Kadang-kadang ada omongan jika Anda menemukan sekeranjang buah beri atau seikat kayu bakar dan buah pinus saat membuka pintu di pagi hari, itu adalah hadiah dari monster salju yang ingin membalas budi."
Sepasang iris biru safir So Raru sedikit melebar. "Monster tahu cara membalas budi?"
Lagi-lagi anggukan diberi untuk So Raru. Si pekerja muda meneruskan, "Sebenarnya bagian ini cukup simpang siur, tapi ada yang bilang jika seseorang berhasil membuat monster salju terkesan, dia akan diingat sampai kapan pun. Yah, seringkali, kan, orang-orang tidak tahu apa yang membuat orang lain terkesan... Mungkin karena itu terlihatnya seolah hadiah-hadiah tadi diletakkan begitu saja, atau tahu-tahu monster salju seperti mengikuti di belakangmu tanpa alasan."
"Kok, rasanya jadi lebih ke cerita horor, ya," kontan So Raru bergidik.
Si pekerja muda malah tertawa. "Dalam beberapa versi cerita novel yang terkenal juga monster salju meneror targetnya karena dendam. Yah, Tuan, tapi itu memang hanya sebuah dongeng lama yang sampai sekarang masih lestari karena budaya lisan. Cuma legenda, kok."
Cuma legenda, batin So Raru menyangsikan hal tersebut. Pasalnya, mana mungkin atasan, apalagi tempatnya bekerja adalah badan intelijen terbaik yang diakui interpol, salah informasi dengan memberinya dongeng cerita rakyat?
"Pavel," sekali lagi lisannya memanggil. So Raru berdiri dari duduknya. "Satu lagi, aku ingin kau menyelidiki seseorang..."
***
Jalanan masih berselimut kabut saat So Raru menyibak tirai jendela kamar keesokan paginya. Kalau bukan karena selimut tebal dan penghangat ruangan, dia rasa tubuhnya pasti menggigil semalaman. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, namun sorot sinar mentari belum juga sampai menunjukkan spektrum emasnya.
So Raru duduk di sofa tunggal dalam kamarnya. Bersilang kaki dan menautkan jemari, sorot matanya tertuju pada tumpukan dokumen yang berserak di meja bundar di hadapan. Ia merekap lagi hasil membeli informasi dari beberapa orang yang silih berganti mendatanginya semalam.
Setelah mempelajari garis besar keadaan sosial dan politik yang terjadi di Federasi, So Raru mengetahui bahwa negara ini sedang tidak dilanda isu besar yang berarti. Jujur saja So Raru mengakui keberhasilan mereka dalam menyingkapi dan hidup berdampingan dengan iklim utara yang dingin. Masalah di bawah tanah didominasi jual beli obat-obatan terlarang yang secara mengejutkan membuat So Raru mengetahui beberapa jenis obat baru yang sama sekali belum pernah ia dengar sebelumnya. Transaksi barang dan relik palsu, jual beli data ilegal, atau pencucian uang. Sejauh ini belum ada konflik serius yang terlalu memanasi hubungan mereka dengan permukaan.
Sedangkan untuk politik, So Raru memang mendapat selentingan dari kubu partai sosialis yang berambisi mereformasi sejumlah kebijakan saat ini. Desakan terhadap parlemen menuntut penyelenggaraan sidang paripurna untuk menentukan lagi masa depan Federasi yang diklaim sudah melenceng terlalu jauh dari visi dan misi dasar negara. Unjuk rasa segelintir badan masyarakat juga cukup mencuat terkait investor dan tenaga kerja asing. Namun, konflik tersebut cenderung bersifat internal. Lebih kepada ketidakpuasan pada pemerintahan yang sedang berjalan. So Raru tidak menemukan adanya indikasi ketegangan hubungan internasional dengan negara lain, termasuk Kekaisaran.
Tidak ada petunjuk yang terlalu berguna untuk misinya.
Helaan napas kasar nyaris bersahutan dengan hempas setumpuk kertas yang membentur permukaan meja. So Raru memijit jembatan hidung. Sejenak matanya mengawang langit-langit kamar. "Bagaimana bisa setenang ini? Tidak mungkin... Sepertinya aku memang harus menyelam lebih dalam lagi."
Tak lama usai berujar demikian, ia meraih secarik undangan pesta perjamuan di atas meja. Dibolak baliknya kartu itu beberapa kali. Jika dilihat dari formalitas bahasa yang digunakan, So Raru yakin pertemuan itu akan benar-benar dihadiri oleh kalangan atas saja. Semakin tinggi jabatan, semakin tinggi posisi, maka akan semakin besar angin yang bertiup.
Mau tidak mau, dia memang harus masuk ke ruang perjamuan itu dan berbincang dengan orang-orang kalangan atas.
"Kolonel benar. Lebih mudah bagiku untuk masuk sebagai tamu di sana," gumamnya sendiri.
Ia berdiri, melangkah konstan menuju pintu dan membukanya. "Pavel," panggil dia saat melihat punggung lelaki paruh baya itu di ujung lorong, "aku mau keluar sebentar."
-
-
-
Setelan jas yang harum dan bersih, sepatu kulit yang telah dipoles mengkilat, serta rambut yang tertata rapi. So Raru telah menata dirinya sebaik mungkin. Waktu menunjukkan pukul enam tepat saat sedan yang mengantarkannya sampai di depan Hall Basilika.
"Semoga waktu Anda menyenangkan, Tuan," pamit Pavel sebelum pergi. So Raru membalik raga, segera terkesima akan gedung megah yang berdiri di depannya. Terlepas dari posisinya yang berdiri di dataran Utara, bangunan ini berarsitektur greek revival yang didominasi putih bersih dengan pilar-pilar besar yang menjulang berjajar. Nuansa lampu bercahaya hangat memancar dari interiornya, menunjukkan suasana yang nyaman seolah menarik diri dari dingin redup udara luar Kota Moskva. Ketika mundur beberapa langkah, So Raru bisa melihat ujung-ujung kubah beraneka warna gereja ortodoks Saint Basilisk di belakang sana.
Tanpa membuang terlalu banyak waktu, So Raru berhasil memfokuskan dirinya kembali. Setelah menarik kelapak jasnya untuk menegakkan postur, So Raru melangkah masuk dengan percaya diri. Seorang resepsionis menyambut di lobi, meminta akses masuk resmi berupa undangan. So Raru sukses melewati bagian itu tanpa kendala berarti.
"Pidato dari presiden Federasi akan dimulai sebentar lagi. Silakan masuk, Tuan tamu."
Seorang pelayan mengantarkan So Raru masuk ke aula utama, tempat perjamuan tersebut digelar. Harmoni musik orkestra yang lembut langsung menyapa gendang telinganya begitu pintu aula itu dibuka. Suasana ternyata telah cukup ramai. Sejauh mata memandang adalah jajaran manusia berbusana formal yang saling bertukar sapa satu sama lain. Penampilan mereka semua terlihat mahal, sama seperti seting ruangan ini. Baik kudapan dan minunan yang disajikan, kain tirai lembut nan tebal, para pemusik orkestra, sampai pelayan-pelayan, semuanya merupakan kualitas kelas pertama.
Sepertinya aku bisa mengira-ngira dimana masalah internalnya, pikir So Raru. Baru juga akan beranjak, suara seorang pria menghentikannya. "Wah, wah, siapa ini? Apakah Anda orang baru?"
Seketika wajah So Raru menghadap satu orang lelaki paruh baya berjalan mendekatinya. So Raru menerima tangan yang terulur untuk bertukar jabat tangan. "Maaf, saya memang baru pertama kali hadir di acara ini," ujar lelaki bersurai gagak dengan sopan.
Pria yang menjabat tangannya terbahak sebentar. "Bagaimana, apa kau sudah terbiasa dengan suhu dingin Moskva?"
"Kurang lebih ini memang pengalaman baru yang luar biasa bagi saya."
"Benar-benar anak yang rendah hati. Kamu delegasi dari Kekaisaran Timur Jauh, bukan? Senang bertemu denganmu. Aku Igor Yegorovich Semyonov, penanggung jawab administratif Iver."
"Terima kasih. Nama saya So Raru. Senang bertemu Anda, Mister Igor."
Tampaknya tindak tanduk lelaki yang lebih muda memang sukses mengambil hati sangpenguasa daerah. Dengan segera Igor Yegorovich tertarik untuk membuka obrolan lain. Namun, sayang sekali percakapan mereka tidak berlangsung lama.
Tiba-tiba satu lagi pria berpakaian formal menghampiri. Lugas dia menyapa, "Tampaknya saya tidak perlu mengkhawatirkan delegasi negara saya."
So Raru menoleh, mendapati pria jangkung berkacamata yang rambut cokelat gelapnya disisir dengan rapi. Pria itu tersenyum tipis. "Saya Duta Besar Kekaisaran di Federasi, Shō Sei."
Dengan cepat So Raru sedikit membungkuk. "Maafkan saya, Shō Sei-dono. Seharusnya saya tadi langsung mencari Anda."
Shō Sei mengibaskan tangannya. Pria itu menjawab dengan santai. "Tidak masalah, So Raru-san. Aku malah senang melihatmu bisa beradaptasi dengan cepat. Oh, ya, jika Anda tidak keberatan, Mister Igor, boleh saya pinjam dulu anak ini?"
Igor Yegorovich tergelak. Katanya, "Saya sama sekali tidak keberatan. Malah, seharusnya saya yang meminta maaf karena anak ini jadi harus meladeni saya. Baiklah, Duta Besar, saya tidak akan menahan Anda berdua lebih lama lagi. Jadi, saya permisi dulu."
So Raru dan Shō Sei memandangi punggung orang itu hingga membaur dengan peserta jamuan yang lain. Setelah itu, sang duta besar mengajak So Raru menepi ke dekat sebuah balkon.
Shō Sei langsung membuka percakapan. "Aku sudah mendengar situasinya dari pihak Kekaisaran. Benar-benar masalah yang sangat gawat... Seorang Jenderal di EMORSA juga sudah mengontakku tadi pagi. Jadi, apa kau sudah menemukan petunjuk baru?"
So Raru menghela napas dalam sebelum menggeleng lesu. "Sulit sekali," tanggapnya, "tadi saya juga mencoba mengorek informasi dari Igor Semyonov. Tapi, sebagian besar isu yang sedang menjadi buah bibir di Federasi akhir-akhir ini berkutat pada kubu partai sosialis dan gerakan separatis. Sebelumnya saya sampai berkeliling ke gang-gang kecil Moskva, tapi hasilnya tidak terlalu banyak."
"Jalan di tempat, ya," Shō Sei melipat tangannya di depan dada, "aku juga mencoba mencari informasi di lingkungan dewan parlementer. Tapi, sama seperti yang kau katakan, dalam situasi Federasi yang disibukkan dengan upaya stabilisasi wilayah-wilayah republik bagian mereka yang sangat besar dan banyak, kurasa mereka tidak punya waktu untuk mencari masalah dengan negara lain. Malah, aku rasa topik itulah yang akan menjadi bahan perbincangan utama dalam perjamuan kali ini."
Keduanya hening setelahnya, tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing sejenak hingga seorang pembawa acara tampak berdiri di sisi podium. Seketika atensi semua orang dalam aula itu menjadi terpusat.
Acara perjamuan secara resmi dimulai dengan kata sambutan dari presiden Federasi. Seperti dugaan Shō Sei, presiden Federasi sempat menyinggung masalah persatuan dan nasionalitas sebagai bagian dari sebuah kesatuan republik yang utuh. Sebenarnya masalah semacam ini tidak akan aneh bila dialami oleh negara sebesar Federasi Utara. Selain karena teritorinya yang luas, sebagian besar penduduk di negara ini terdiri dari suku-suku lama yang sudah memiliki sejarah panjang berabad-abad di tanah Utara. Mereka telah mengakar di tanah ini, dan merasa berhak serta mempunyai keterikatan dan rasa "memiliki".
Jelas semangat otonomi mereka dijunjung di atas kepala.
Kata sambutan dari presiden diakhiri tepuk tangan meriah. Setelah Ketua Dewan Federasi mengangkat cawan anggurnya dan bersulang, disitulah pesta jamuan yang sebenarnya dimulai. Barisan pelayan membawa lebih banyak hidangan. Musik kembali mengalun dan setiap insan di sana berbaur lagi dalam sukacita pertukaran dialog.
Shō Sei beranjak sembari berpamitan, "Aku tinggal sebentar, ya. Ada beberapa orang yang wajib aku beri salam."
"Baiklah," So Raru mengangguk. Setelah sang duta besar pergi, sepasang manik biru gelap nan tajam mulai memindai kembali kerumun massa yang terhampar di hadapannya. Saat seperti ini bukan momen yang tepat untuk bersantai. Sebisa mungkin, ia harus pulang membawa hasil dan kemajuan ketika pergi dari tempat ini.
Tidak ada. Mereka tidak memberiku kemajuan berarti.
Lantas bagaimana? Siapa yang sebaiknya aku cari?
Sudah dia duga, satu-satunya jalan untuk mencari informasi yang lebih tersembunyi adalah dengan menyelam ke tingkatan yang lebih dalam. Jika sebuah perkara tak terendus di permukaan, ia harus mengendus di bawah tanah.
Seketika, ia teringat akan sesuatu.
So Raru berbalik memunggungi keramaian pesta, menghadap ke arah balkon yang lebih tersembunyi lalu merogoh kantung bagian dalam jasnya, mengeluarkan secarik foto kecil dari sana. Jangan-jangan, jika informasi itu memang benar, maka...
Tiba-tiba langkah kaki di belakang sana menyentak So Raru. Langkah itu lalu berhenti tepat di belakangnya. So Raru memicing, menyadari keberadaan yang semakin dekat.
Maka dengan cepat ia menoleh ke belakang, hanya untuk seketika mematung di tempat. Bulu kuduknya berdiri tegak bersamaan dengan seuntai kalimat yang dilontarkan sosok tersebut.
So Raru tercekat.
...Monster salju dari utara.
***
To be Continued...
Mau tahu arti kalimat yang diucapkan si monster salju? Nantikan di chapter berikutnya!
Eh, ngga deh. Kafka mau challenge kalian dulu aja, ah... Siapa yang tau itu Mafu ngomong apa dan artinya apaan? Komen-komen di sini, ya~
Nama: Mafuyu Abramovich Raskolnikov
Usia: 25 tahun
Tinggi badan: 200 cm
Warga Negara: Kesatuan Federasi Utara
Afiliasi: ???
Alamakjan, sudah dibuat tinggi tetep aja partnernya nyalip ya awokwowkok
Well, ini kali pertama keknya Kafka bikin Mafu benar-benar sebagai seorang pengidap albino. Mana keturunan slavic pula-- anjay, bule. Bule Western Mafu, gaiss.
By the way, sejauh ini aman, kan? Kalian belum pusing-pusing amat, kan?
Semoga aman;-;
Kalau pun ada yang masih miss, gapapa gausah dipaksain. Soalnya, memang narasi yang Kafka spill di chapter ini bakal terus ditambahi informasi yang lebih detail secara bertahap ke depannya. So, bisa dibilang kalian akan semakin paham seiring berjalannya waktu, hehe^^
Okelah, Kafka ngga mau kebanyakan bacot untuk update kali ini. Kita ketemu lagi minggu depan dengan gosip-gosipan hangat pertemuan pertama dua sejoli kita ini. Muehehe:))
Baiklah, makasih sudah baca sampai sini. Jangan lupa tinggalin jejak ya! See u next week! Babai~~
January 4, 2024
-Sierrakafka-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro