Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 19. ALKA'S BABIES

WARNING!

Pembaca yang belum dewasa dan di bawah umur harap menjauh!

Ravantino menyerang bibirku untuk ke sekian kali. Aku hanya bisa mengerang saat ia mulai menggigit dan melumat tanpa ampun.

Kuberi ia protes lirih dalam gumam tak jelas. Aku sempat berpikir lelaki itu akan bosan atau lelah setelah menguasaiku selama seminggu. Namun, serangannya malah semakin intens dan menggebu-gebu.

Dalam sekejap, alpha itu kembali menarik lepas selimut dari tubuhku setelah sebelumnya pada ronde pertama ia merobek gaun malam yang kukenakan. Tangannya segera merayap menjelajahi setiap jengkal kulit sembari meremas di setiap jangkauan.

Napas lelaki itu panas menderu menerpa kulit wajah. Tubuh berototnya yang telanjang berkeringat, menguarkan aroma maskulin. Ia menindih dan memenjaraku dalam dominasi.

Bibir Ravantino terus melumat, mengecup, mencecap lembut dan intens. Aku menggelinjang dan mendesah saat ia mulai kembali menyatukan tubuh kami.

Permainan lembutnya segera berubah menjadi ganas, mengentak-entak liar dan hebat. Tempo gerakan pun semakin cepat juga kuat.

Dengkus napas beradu diselingi rintihan dan desahan. Ia mencengkeram bahuku begitu kuat, menandakan mulai mencapai puncak.

Aku memekik saat mencapai puncak kenikmatan. Ia pun sama. Dia melambatkan gerakan sebelum akhirnya berhenti.

Napas kami tersengal. Namun, di wajahnya terlihat senyum penuh kepuasan.

Cahaya mentari menembus tirai yang menutupi kaca jendela. Penghuni pack pasti telah mendengar jeritanku pagi ini.

Aku mendesah. "Sudah seminggu kau mengurungku. Tidakkah kau mengizinkan aku bertemu penghuni pack-mu?"

"Aku ingin kita segera punya anak, menyusul Arlo dan Alrico," kilahnya.

"Ayna pun belum hamil, tetapi Javiero tetap tenang dan santai." Aku memainkan jemariku ke tato di dadanya.

"Itu menurutmu. Kau pikir ia juga tak menyerang istrinya setiap waktu?"

Aku memutar bola mata. "Soal taruhan kalian. Siapa yang menang?"

Ravantino mendengkus. "Batal, sejak Ayna protes tak adil karena dia dan Cleona bukan manusia serigala. Karena itu, kami mengubah taruhan menjadi siapa yang lebih dulu punya keturunan."

Aku menghentikan gerakan jemari. "Dasar konyol." Sebuah tawa lolos dari mulutku. "Ayna benar soal taruhan sebelumnya. Itu akan tak adil untuk ia dan Cleona."

Ravantino berdecak-decak. "Kalian terlalu kompak."

"Bagus, bukan?" sahutku.

Ia menepuk-nepuk lembut kepalaku sebelum merebahkan diri ke sebelah kananku. "Terserah apa katamu, Sweetie."

Ponsel di nakas mendadak berdering mengejutkan. Ravantino bangkit sembari mengernyit.

"Siapa?" tanyaku saat ia menatap layar ponselnya.

"Arlo." Ia segera menekan tombol jawab dan pengeras suara. "Ada apa?"

"Alka melahirkan! Bayi kami kembar!"

"Wah, selamat!" teriakku penuh haru.

Ravantino tersenyum. "Selamat, Arlo. Kau menang taruhan, huh. Kami akan segera mengunjungimu."

"Lekaslah kemari! Aldevaro sudah ada di sini. Ia menemaniku tadi saat menunggu kelahiran anak-anakku. Javiero dan Alrico tak menerima panggilanku. Mereka pasti sibuk mengurus istri."

Aku dan Ravantino tergelak. "Iya, tunggulah, kami akan segera ke situ."

Ravantino segera memutus kontak. Ia menaruh ponsel kembali ke nakas sebelum merebahkan diri. Aku mengerutkan kening.

"Kita harus ke sana, bukan? Kenapa malah tiduran lagi?"

"Sudah ada Aldevaro. Bayi kembar Arlo tak akan bisa lari. Kita ke sana nanti."

Mulutku membuka hendak meluncurkan kata protes. Namun, tarikan Ravantino membuatku jatuh ke pelukannya.

Belum sempat aku bertindak, ia kembali menyerangku dalam tindihan dan lumatan. Hanya sekejap, dia kembali menyatukan tubuh kami dan memacu begitu cepat dan kuat dalam gerakan mengentak.

"Rava!" pekikku.

Ia menggeram saat mencapai puncak kenikmatan. Tanpa ampun, dia kembali mengulang aksi dan baru melepaskanku setelah membuat aku meneriakkan namanya tiga kali lagi di pagi hari.

***

Arlo tertawa kecil saat melihatku dan Ravantino memasuki kediamannya. Aldevaro malah mendengkus begitu menyadari kehadiran kami.

"Aroma keringat mating kalian masih tercium begitu kuat. Kalian tak mandi dulu?" Aldevaro menatap sinis sembari mengernyitkan hidung.

"Tak sempat. Keana mengajakku buru-buru," kilah Ravantino.

"Kalau tidak buru-buru, kau tak akan segera melepaskanku, Rava," jawabku ketus.

Aldevaro berdecak-decak. "Dasar budak cinta."

"Aku ingin lihat kau nanti akan bagaimana jika bertemu mate-mu, Aro," balas Ravantino.

"Sudah, sudah," lerai Arlo. Ia menatapku dan tersenyum hangat. "Alka dan kedua bayi kami ada di kamar. Kau masuk saja. Ada Luna Celia serta Lily di sana."

"Mamaku sudah berada di sini? Cepat sekali." Ravantino mendudukkan diri ke kursi.

"Ia bilang lelah mendengar kalian terus bercumbu. Karena itu, dia dan Alpha Rafael segera ke sini saat aku menghubungi mereka," sahut Aldevaro dengan wajah masam yang ditanggapi tawa kecil oleh Ravantino.

Aku menggigit bibir bagian dalam. "Baiklah, aku ke atas, mau melihat Alka dan si kembar dulu."

Arlo memberiku senyuman disertai anggukan. Kuabaikan Ravantino yang memajukan bibir, menunggu kecupan dariku.

Aku melangkah menaiki tangga, lantas menuju kamar Alka. Bisa kudengar suara mertuaku dan juga Luna Lily tengah bercakap-cakap bersamanya.

"Seminggu?! Putramu mengurung istrinya seminggu? Astaga!"

"Coba kau tanyakan pada Alrico, Lily. Sebenarnya mereka ada perjanjian apa sampai Rava begitu menggebu-gebu ingin segera punya anak."

"Kudengar mereka melakukan taruhan, Luna Celia."

"Ah, Alka. Kau cukup dekat dengan Rava, bukan? Beritahu dia, jangan mengurung istrinya terus. Penghuni pack sudah menggosipkan mereka karena jeritan-jeritan Keana hampir sepanjang hari dan malam."

Terdengar tawa khas milik Luna Lily. "Biarkan saja, Celia. Ravantino sudah lama tak bersama wanita, bukan? Itu lebih baik daripada melihat dia membawa gadis-gadis berbeda setiap hari seperti dulu."

"Aku heran kenapa dia seperti itu pada wanita. Rafael dari dulu sangat setia dan tak pernah bermain-main sepertinya."

"Sudahlah, yang penting sekarang ia telah berubah, bukan?"

"Rava sebenarnya lelaki baik, Luna Celia. Percayalah. Ia sangat mencintai Keana."

Aku memutuskan memunculkan diri ke tengah pintu yang terbuka. Entah wajahku semerah apa.

Alka tengah duduk menyandar di punggung ranjang, spontan menatapku. "Oh, Luna Keana, kau sudah datang?"

Aku tersenyum dan mengangguk pelan. "Selamat, Alka, atas kelahiran si kembar."

Luna Celia yang tengah memeluk bayi dalam balutan selimut biru, menoleh ke arahku. "Eh, Keana? Akhirnya kau keluar juga. Di mana Ravantino?"

"Dia ada di bawah bersama Alpha Aldevaro dan Arlo, Luna," jawabku.

"Ah, kenapa kau masih memanggilku dengan sebutan luna?" Luna Celia memasang bibir cemberut.

Aku mengulum senyum. "Maaf, Ama."

Wajahnya berubah ceria kini. "Nah, itu lebih enak kedengarannya meski Rava memanggilku dengan sebutan berbeda."

Luna Lily yang tengah mendekap bayi dalam selimut merah muda, melemparkan senyuman hangat ke arahku. "Kau sudah sarapan? Kakakku jarang masak. Dugaanku, kau bahkan belum sempat menginjak ruang dapur pack."

Kepalaku menunduk. "Aku akan belajar masak nanti."

"Ah, tak perlu. Mau makan apa tinggal minta buatkan saja pada juru masak di pack. Tak usah menambah pekerjaan yang tak perlu. Lebih baik belajar mengelola bisnis saja bersamaku," sahut Luna Celia.

"Sebagai seorang istri, Keana perlu belajar cara mengurus perut suami, Celia," tegur Luna Lily.

"Dia dulu seorang alpha dan serigala pemburu pula. Ia terbiasa hidup bebas dan makan apa pun yang ditemukan serta disediakan. Aku tak ingin menantuku malah terbebani dengan pekerjaan dapur," sungut Luna Celia.

"Tapi ...."

"Kenapa tidak tanyakan pada Luna Keana saja apa yang dia ingin lakukan?" celetuk Alka tiba-tiba.

Sepertinya hibrida itu telah membaca pikiranku. Aku mengucapkan terima kasih padanya lewat senyum.

"Ucapan Luna Lily benar, aku harus belajar bagaimana mengurus perut suamiku. Pemikiran Ama pun benar, aku tak harus merasa terbebani dengan belajar sesuatu yang tak perlu. Aku berjanji akan melakukan apa pun yang diperlukan demi pelaksanaan tugasku sebagai seorang luna."

Luna Lily dan Celia saling pandang dengan mata berbinar. Alka tersenyum lebar.

Selamat, Keana. Kau berhasil membuat mereka bangga padamu.

Terima kasih, Alka.

"Jadi, apakah si kembar sudah memiliki nama?" tanyaku mengalihkan perhatian.

Aku mendekat, mengamati kedua bayi bergantian. Dari rambut dan mata, mereka berdua sungguh sangat mirip dengan Alka.

"Sudah. Arco dan Carra," jawab Alka dengan wajah berseri.

"Arco dan Carra?"

"Carra diambil dari nama Carlos dan Miranda, orang tua Arlo," sahut Luna Celia.

"Arka seharusnya diambil dari nama Arlo dan Alka. Namun, agar tidak terkesan ia berasal dari India dan biar lebih mirip nama lelaki Spanyol, diubah oleh Arlo menjadi Arco," terang Luna Lily.

Mulutku membulat. Aku menatap Alka sambil menahan senyum.

Mereka lebih cerewet menjelaskan daripada kau yang melahirkan.

Alka hampir saja tertawa. Ia segera menutup mulutnya.

Mereka bisa dianggap ibu mertua pengganti. Kau lihat, aku punya dua. Aku kaya, bukan?

Aku tertawa dalam hati. Teringat kisah hibrida itu dulu, rasanya membuatku terharu melihat kebahagiaan melimpah yang dia dapatkan dan rasakan sekarang.

Cepatlah menyusul.

Tawaku seketika terhenti. Aku memutar bola mata ke arah Alka.

Kau pikir Ravantino tak cukup membuatku lelah? Ia mengerjaiku sepanjang hari dan malam.

Oh, aku lupa, ia bayi raksasa.

Kami tertawa bersama dalam hati. Rasanya sangat menyenangkan berkomunikasi dengan Alka melalui pikiran.

"Keana, Alka. Kenapa kalian diam saja? Oh, kalian pasti lapar. Aku akan ambilkan makanan dulu," ujar Luna Lily sambil menaruh si Kecil Carra kembali ke keranjangnya.

Ia segera berlalu meninggalkan ruangan. Luna Celia ikut menaruh si Kecil Arco di sebelah saudari kembarnya.

"Mereka tidur sangat nyenyak, tak rewel seperti bayi manusia serigala lainnya," gumam Luna Celia sambil menatap si kembar hibrida dengan mata berbinar.

"Mungkin karena pembawaan Arlo dan Alka yang juga tenang," sahutku.

Luna Celia sontak menatapku penuh kengerian. "Aku cemas bagaimana cucu-cucuku nantinya. Semoga tak seperti Rava. Ia sangat nakal saat kecil. Aku bahkan mengira ia dulu titisan iblis."

Tawa berderai tak sanggup aku tahan. Alka pun turut tergelak bersamaku.

"Ma!" Suara protes terdengar dari arah pintu.

Aku menoleh. Kulihat Ravantino memandangi kami dengan bibir cemberut.

Lagi-lagi aku tak mampu menahan tawa. Alka pun sama.

"Jahat. Kalian bicara buruk tentangku. Yang satu mamaku sendiri, dua lagi adalah istriku dan saudariku. Apa-apaan kalian ini?" Ia bersungut-sungut sambil melangkah masuk.

Luna Celia hanya memandangi putranya seolah tak bersalah sambil duduk di kursi di dekat Alka. Ia pura-pura memberi tatapan ngeri ke arah Ravantino.

"Titisan ... iblis ...." Aku terus saja tertawa sambil memegangi perut.

"Awas, kau. Tunggu pembalasanku nanti malam. Akan kutunjukkan bagaimana kekuatan titisan iblis ini yang sebenarnya," bisik Ravantino di telingaku.

Aku sontak menghentikan tawa dan berdeham. "Meskipun begitu, bagiku kau adalah iblis yang manis."

Ravantino menggeleng-geleng. "Pujianmu kuterima. Tapi tetap saja, hukuman nanti malam akan terlaksana."

Wajahku memanas. Luna Celia menghela napas, melemparkan tatapan prihatin. Alka malah makin tergelak, seakan itu sangat menyenangkan baginya.

Semoga kalian cepat memiliki anak.

Aku dan Ravantino sama-sama saling pandang sebelum menatap ke arah Alka. Kami memberinya senyuman disertai anggukan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro