6. Terlambat
Pria itu memegang tangan Anya dengan sebelah tangan kirinya karena tangan kanannya dia gunakan untuk menggas motor itu, dan menurunkan kedua tangan Anya untuk di pindahkan ke bagian pinggangnya.
Anya terdiam dan membisu membiarkan pria itu memegang tangannya, detak jantung Anya semakin berdebar keras sampai tidak bisa ditahan lagi.
"Kalau gini kan gue bisa fokus nyetir, gak kaku kayak tadi pas lo megang bahu gue," ucap pria itu.
"Gue kan refleks, takut jatuh!" tegas Anya.
Pria itu membiarkan Anya memeluk dirinya, dan menggas motornya hingga melaju ke arah sekolah. Selama di tengah perjalanan mereka hanya membisu setelah mengobrol dengan sangat singkat.
Sesampainya di sekolah, mereka berhenti dari kejauhan dan turun dari sepeda motor itu. Nampak satpam sekolah sedang berjaga di samping pintu gerbang, sepertinya gerbang tersebut sudah dikunci karena jam tangan Anya menunjukan pukul tujuh tepat.
Mereka terlambat untuk masuk ke sekolah, sehingga membuat pria itu berpikir bagaimana caranya untuk masuk ke sekolah, tanpa harus lewat gerbang depan yang dijaga oleh seorang satpam.
Anya melihat ke arah pria itu yang terus berjalan mondar-mandir sehingga membuat Anya pusing tujuh keliling melihatnya. Pria itu sering saja terlambat untuk ke sekolah tapi sekarang dia terlambat tidak sendirian, dia terlambat bersama Anya. Dan membuatnya berpikir untuk membawa Anya masuk bersama tanpa harus ketahuan.
Anya menepuk jidatnya melihat kelakuan aneh pria itu, Anya yang dari tadi duduk di samping motor itu tiba-tiba berdiri mendekat ke arah pria itu.
"Lo lagi mikirin apa sih?" tanya Anya.
"Gue lagi mikir, bagaimana caranya gue bawa masuk lo ke sana tanpa harus ketahuan," balas pria itu.
"Lewat gerbang 'kan bisa?" ucap Anya polos.
Pria itu memegang bahu Anya dengan kedua tangannya dan menegakkan badan Anya yang berdiri dari tadi sehingga membuat mereka saling berhadapan hingga bertatapan, dan entah kenapa jantung Anya terus bergemuruh seperti ombak di lautan lepas yang tidak tahu kapan akan berhenti.
"Kalau lo mau kena hukuman, lo masuk sendiri aja lewat gerbang," ucal pria itu dengan mata melotot ke wajah Anya.
"Tapi nanti lo?" tanya Anya yang masih dengan wajah polos.
Pria itu menjadi kesal karena omongan Anya yang begitu polos sehingga akan membuat mereka mati kena hukuman.
Anya kembali dibingungkan lagi saat pria itu mengajaknya untuk menaiki motornya dan melaju ke arah kiri gerbang sekolah untung saja satpam yang berjaga tidak melihat ke arah mereka.
Pria itu menurunkan Anya di samping tembok benteng sekolah bagian belakang dan pergi meninggalkan Anya yang berada di dekat dinding itu, dan hanya ditemani sebuah pohon yang cukup besar sehingga Anya duduk di bawahnya untuk meneduh.
Pria itu entah pergi ke mana meninggalkan Anya begitu saja. Tdak lama Anya duduk dan menunggu, pria itu kembali menghampiri Anya tanpa sepeda motornya.
Anya celingukkan melihat ke arah jalanan, pria itu melambaikan tangannya di hadapan wajah Anya.
"Lo liatin apa?" tanya pria itu.
"Motor lo? Kok lo gak bawa motor?" tanya Anya panik.
"Tenang aja udah gue titipin kok, santai aja gak usah panik gitu deh muka lo," ucap pria itu tertawa dan memalingkan wajahnya dari Anya.
"Gue bukan panik, gue heran aja kok." ucap Anya merapikan wajahnya yang nampak terlihat panik di hadapan pria itu.
Pria itu hanya menganggukkan kepalanya saja, waktu terus saja berjalan sehingga membuat mereka benar-benar terlambat masuk ke sekolah dan mungkin tidak bisa mengikuti pelajaran di jam pertama.
"Gue udah telat masuk kelas nih, terus kita ngapain di sini?" tanya Anya.
"Gue lagi mikir, lo bisa manjat gak?" tanya pria itu.
Seketika wajah Anya kaget sehingga membuatnya berdiri, dan kalau tidak ditahan mungkin saja Anya sudah memukul pria itu. Tapi Anya tidak melakukannya karena kalau mereka berantem, terus bagaimana caranya untuk masuk ke kelas.
"Hah gue?" tanya Anya kaget dan menunjuk ke arah dirinya.
"Iya lo, bisa gak?" tanya pria itu.
"Haha ya gak bisa lah, ngaco lo," ucap Anya tertawa sehingga membuat pria itu mengrenyitkan dahi.
"Terus tadi ngapain lo ketawa?" tanya pria itu dengan berdiri menghadap ke arah Anya dengan tangan yang dimasukan ke dalam saku celananya.
"Ya lo mikir dong, gue kan pakai rok. Gila lo ya?"
"Gue bantuin lo manjat gimana?" tanya pria itu polos.
"Gak ah, gue gak mau,"
"Ya udah kita cari tangga aja. Buat naik ke atas, gimana?"
"Mau cari tangga di mana?" tanya Anya menyerah.
Entah percaya atau tidak, mungkin semesta sedang berbaik hati kepada mereka. Seorang Bapak-Bapak berjalan di hadapan mereka dengan membawa sebuah tangga, entah dari mana asalnya si Bapak itu.
Pria itu langsung mendekat ke arah Bapak itu dan meminjam tangganya untuk menaiki dinding sekolah itu, sehingga pria itu menyuruh Anya untuk menaikinya.
"Lo duluan ya yang naik ke atas, gue pegangin tangganya," ucap pria itu dengan membawa tangga dan mendekatkannya ke sebuah dinding.
"Nanti gue jatuh? gue kan pakai rok lo gak lihat dari tadi?" tanya Anya.
"Ya pelan-pelan dong lo naiknya, gimana sih?"
Dari pada terus beradu mulut dengan pria itu Anya langsung menaiki tangga itu dengan pria tadi di bawahnya yang memegang tangga tersebut.
Sesampainya di atas Anya malah duduk dan tidak turun ke bawah, kemudian giliran pria itu yang menaiki tangga tersebut, sehingga sampai di atas dinding.
"Kok lo gak turun ke bawah?" tanya pria itu.
"Ini kan tinggi nanti kalau gue jatuh terus kaki gue patah, masuk rumah sakit. Kasian dong Ayah Bunda gue. Gue gak bisa lihat temen-temen gue lagi, nanti gue gak bisa lihat kak Panji lagi." ucap Anya dengan satu helaan nafas.
Pria itu menutup mulut Anya dengan tangannya. Sehingga membuat Anya terdiam dan tidak berbicara lagi, hanya mata Anya yang melihat ke arah pria itu.
"Tadi pas di akhir, lo gak bisa lihat siapa?" tanya pria itu saat melepaskan tangannya dari mulut Anya.
"Ebggak kok, gak jadi." ucap Anya yang langsung memfokuskan pandangannga ke depan.
Seketika saja pria yang berada di samping Anya melompat dari ketinggian dinding itu, sehingga mendarat dengan sangat mulus di bawah.
"Lo lompat gue bantuin kok." ucap pria itu mengulurkan tangannya.
Anya bingung, dia terus saja menimbang-nimbang pikirannya, dengan sangat terpaksa Anya melompat ke arah pria itu.
Bruukkk...
Badan Anya berada di hadapan pria itu, dengan kaki yang lemas dan gemetar Anya berdiri sekuat tenaga. Tapi untung saja pria itu memegang badan Anya dengan kedua tangannya, sehingga hampir saja membuat hidung mereka berdekatan.
Waktu seakan berjalan lebih lama saat mereka saling bertatapan, wajah Anya memerah seketika begitu pun dengan pria itu, tiba-tiba pria itu melepaskan tangannya yang sedari tadi memeluk badan Anya, sehingga membuat Anya terjatuh ke bawah.
"Kok lo jatuhin gue?" tanya Anya yang berada di bawah
"Lo berat." ucap pria itu.
Kemudian Anya langsung berdiri dan memukul bagian perut pria itu, tapi tidak sekuat tenaga, Anya memukulnya dengan sangat manja. Sehingga membuat mereka tertawa bahagia.
Anya berdiri dan berjalan ke arah depan karena Anya dan pria itu menyelinap masuk lewat belakang sekolah. Mereka berjalan perlahan-lahan seperti seekor cicak yang mengendap-ngendap mencari mangsanya.
Anya merasa, seperti ada yang tertinggal saat Anya buru-buru untuk pergi ke sekolah, dan tidak biasanya Widi dan Bayu tidak menelepon Anya kalau Anya tidak ada di kelas, Anya baru tersadar bahwa ponselnya tertinggal di atas meja belajarnya.
Di tengah perjalanan Anya dengan seorang pria itu, langkah kaki Anya berhenti. Anya langsung membuka tasnya dan mengobrak-abrik seluruh isi dari tasnya, dan membiarkan pria itu berjalan sedikit lebih jauh darinya dan Anya tertinggal di belakang.
"Ponsel gue." jerit Anya dengan menatap langit-langit dinding sekolah sehingga tas yang Anya bawa terjatuh ke lantai.
Suara Anya mengagetkan pria itu dan membuat langkah kakinya berhenti, dan menghadap ke arah Anya.
"Ponsel lo? Mana ponsel lo?" tanya pria itu dengan wajah kaget.
"Gue lupa bawa ponsel gue," ucap Anya.
"Kirain gue ponsel lo jatuh, makanya lo histeris kayak gitu," ucap pria itu dan mendekat ke arah Anya.
"Gue baru inget ponsel gue di atas meja." ucap Anya dan mengambil tas yang terjatuh.
"Ya udah cuman ponsel ini, lo jalannya cepetan nanti kita ketahuan lagi," ucap pria itu kembali berjalan ke arah depan dengan Anya di sampingnya.
"Cuman ponsel kata lo?" tanya Anya dengan nada tinggi.
"Lo mau balik lagi ke rumah buat ambil ponsel lo gitu?"
Anya terdiam dan berjalan dengan perlahan sampai suara sentuhan sepatu tidak terdengar sedikit pun, sedangkan pria itu berjalan menuju kelasnya dengan wajah yang sangat ketakutan. Mata mereka terus saja terfokus ke arah kanan dan kiri sehingga saat mereka mendengar suara orang berjalan, mereka menepi ke samping dinding agar tidak ketahuan bahwa mereka terlambat ke sekolah, dan semoga saja tidak ada guru yang melihat mereka.
Tiba-tiba saja suara Pak Reno seorang guru yang paling ditakuti oleh murid-murid yang selalu membuat onar, mengagetkan mereka sehingga membuat mereka mematung di tempat.
"Mampus deh ketahuan Pak Reno, siap-siap dihukum gue." batin pria itu dengan menepuk jidatnya.
Anya melihat ke arah pria itu dan Anya pun ikut mematung bersamanya, Pak Reno menghampiri ke arah depan Anya dan pria itu. Anya hanya bisa tertunduk sedangkan pria itu terlihat biasa saja.
"Kamu lagi, udah hobinya terlambat sekarang bawa siswi perempuan, ikut-ikutan terlambat pula." ucap Pak Reno ke arah mereka.
"Maaf Pak," ucap pria itu dengan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kamu ini baru siswa kelas satu 'kan?" tanya Pak Reno ke arah pria yang berada di samping Anya.
"Kamu juga 'kan?" tanya Pak Reno ke arah Anya.
Anya mengangkat wajahnya, "Iya Pak."
"Kalian Bapak hukum, berdiri di lapangan dan hormat kepada bendera. Kalian tidak boleh duduk atau ke mana-mana sebelum Bapak datang ke sana, paham?"
"Paham Pak." ucap mereka serempak.
"Ya sudah jalan ke sana, ngapain masih di sini?" tanya Pak Reno lagi.
Mereka pun berjalan menuju ke arah lapangan, Anya heran dengan perkataan Pak Reno kepada pria itu, Anya terus memikirkan perkataan Pak Reno "Hobinya terlambat" yang Pak Reno katakan kepada pria itu.
"Sebentar." ucap Anya dengan kedua tangan mengangkat sampai ke bagian perut sehingga menghentikan langkah pria itu.
Pria itu menoleh ke arah Anya, Anya menunjuk pria itu dengan jarinya dan mengelilingi badan pria itu sehingga membuat pria itu mematung seketika. Wajah pria itu heran melihat kelakuan Anya.
"Gue tau sekarang, lo sering terlambat 'kan? dan Bapak-Bapak yang tadi bawain tangga juga sering lewat situ buat bantuin lo masuk ke sekolah 'kan?" tanya Anya.
"Bapak-Bapak itu suruhan gue,o diem gue pusing lihatnya." balas pria itu.
Pria itu menegakkan badan Anya yang mengelilinginya dan berada tepat di hadapannya, kemudian pria itu memegang tangan Anya dan berjalan menuju lapangan.
Anya hanya menatap heran ke arah pria itu yang terus memegang tangannya.
"Bener-bener cowok aneh!." batin Anya.
Tidak lama berjalan, akhirnya mereka sampai di lapangan sekolah dengan sinar mentari yang cukup menghangatkan badan. Sehingga tidak masalah jika harus berdiri lebih lama.
Anya melepaskan tangannya dari genggaman pria itu, kemudian langkah kaki Anya berjalan menuruni tangga yang sedikit lebih tinggi dari lapangan, sedangkan pria itu malah duduk di atas anak tangga dan membiarkan Anya berdiri di hadapan tiang bendera sendirian.
"Kok lo malah duduk sih?" tanya Anya.
****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro