Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24. Cake

"Kalau gue pakai seragam dia, dia bakal dihukum gak ya?" tanya batin Anya.

Anya berhenti di depan pintu.

"Silahkan masuk Anya," ucap Bu Rita.

"Iya Bu,"

Anya duduk di samping Widi.

"Baik, pelajaran saya lanjutkan," lanjut Bu Rita.

Anya membuka tasnya dan mengeluarkan buku, dan untung saja buku itu tidak terlalu basah.

"Lo pakai seragam siapa?" tanya Widi.

"Seragam cowok itu,"

"Cowok yang mana? Terus seragam lo?"

"Seragam gue basah Widi, nanti deh istirahat gue keringin,"

"Heum, ya udah,"

Pria itu berjalan menuju kelasnya.

"Gak apa deh kalau gue dihukum," batin pria itu.

Sesampainya di kelas, pria itu langsung menerobos masuk dan duduk di samping Yudi.

"Kok lo gak pakai seragam?" tanya Yudi.

"Ah panjang ceritanya Yud,"

"Sepanjang apa?"

"Sepanjang jalan kenangan,"

"Itu lagu,"

Pria itu tertawa. Semua murid di dalam kelasnya membuat kebisingan, karena memang guru yang mengajar belum masuk.

"Woy, sekarang jadwal siapa sih?" tanya seorang siswa dari belakang.

"Pak Ruslam," balas seorang siswi yang sedang berdiri di papan jadwal.

"Eh gue panggilin pak Ruslam ya, masa daritadi kita gak belajar," tambah siswi yang lain.

"Eh jangan dong, jangan lo panggilan," ucap Yudi.

Mereka terus saja beradu mulut, dan tanpa disadari seorang guru laki-laki masuk ke dalam.

"Pak Ruslam, woy lo semua duduk," bisik siswa yang berada di pojok.

"Ada apa? Kenapa semuanya berisik?" tanya Pak Ruslam.

"Gak ada apa-apa Pak," balas semuanya.

Pak Ruslam mengangguk dan berjalan untuk menyimpan beberapa buku di meja.

"Lo bakal dihukum Pak—" ucap Yudi.

"Kenapa kamu pakai kaus?" tanya Pak Ruslam.

"Seragam saya basah, Pak," balas pria itu.

"Kamu ke sini pakai apa?"

Pria itu terdiam, memikirkan jawaban.

"Pakai motor Pak," balas pria itu cepat.

"Pantas seragam kamu basah,"

Pria itu mengangguk dan kemudian terdiam.

"Oke semuanya maaf atas keterlambatan saya, pelajaran hari ini kita mulai saja," ucap Pak Ruslam.

Anya terdiam memikirkan nasib pria itu. Anya melihat ke arah lapangan. Tidak ada sosok yang berdiri di lapangan.

"Huh sukur deh," ucap Anya.

Semua mata menatap ke arahnya, karena Anya berbicara di tengah keheningan, saat Bu Rita sedang menulis di papan tulis.

"Sukur apa Anya?" tanya Bu Rita.

"Eu aja gitu Bu, hujannya udah reda," ucap Anya dengan menggaruk tengkuk.

Bu Rita hanya menggelengkan kepala dan kembali menulis. Semua siswa yang berada di belakang Anya bersorak ke arah Anya.

"Sorry," ucap Anya.

"Sukur apa sih Ay?" tanya Widi.

"Iya, lo nyukurin apaan Anya? Tanya Bayu.

Anya tidak menjawabnya dan malah tersenyum. Kedua sahabatnya menatap Anya dengan penuh kebingungan.

Tidak terasa bel istirahat telah berbunyi. Hujan sudah mulai mereda, meskipun genangan nya masih ada.

"Oh iya, gue ke toilet ya," ucap Anya.

"Keringin seragam lo?" tanya Bayu.

"Iya,"

"Lo gak laper Ay? Gak ke kantin dulu?" tanya Widi.

"Lo berdua aja, gue ke toilet dulu. Seragam orang ini," ucap Anya dengan menarik seragam yang dipakainya.

"Ya udah kita duluan,"

"Sip,"

Widi dan Bayu berjalan meninggalkan kelas, Anya kemudian berjalan menuju toilet.

"Semoga aja cowok itu gak dihukum deh ... eh tapi, emang enggak 'kan. Gue lihat gak ada siapa-siapa di lapangan tadi," ucap Anya.

"Gue gak dihukum kok," ucap pria itu yang tengah berdiri di samping Anya.

Anya langsung menghadap ke arah suara.

"Kok lo ada di sini?" tanya Anya.

"Hebat 'kan gue?" tanya pria itu.

"Hebat apanya?"

"Bisa datang dan pergi,"

"Jelangkung kali,"

"Emang iya,"

"Wah ngaco lo," ucap Anya dan kembali melangkahkan kaki.

Pria itu berlari kecil untuk menghampiri Anya. Anya terus saja berjalan dan sampailah di pintu toilet wanita.

"Eh lo mau keringin seragam lo?" tanya pria itu.

"Iya, nanti gue balikin kok seragam lo," ucap Anya.

"Lo pakai aja, gue gak dihukum kok,"

"Sukur deh lo gak dihukum," ucap Anya pelan.

"Ha? Lo ngomong apa?

"Enggak-enggak, udah sana gue mau ke masuk ... eh lo jangan pergi dulu, tunggu di situ," ucap Anya.

"Jadi penjaga pintu toilet dong gue," balas pria itu.

"Gak akan lama kok,"

"Oke,"

Anya masuk ke toilet dan mulai mengeringkan seragam miliknya. Setelah kering, Anya langsung memakainya.

"Nah kalau gini udah pas, jadi percaya diri gue. Kalau seragam yang tadi sih kegedean, malu gue," ucap Anya.

Anya merapikan rambutnya dan berjalan keluar. Pria itu masih menunggu Anya.

"Sorry, nih seragam lo. Makasih ya," ucap Anya memberikan seragam itu dan kemudian berlari pergi.

"K-kok lo malah lari sih," balas pria itu.

"Ya udah gak apa,"

Pria itu mendekatkan seragam miliknya ke arah hidung. Dia menghirup udara dalam.

"Aromamu," ucap Pria itu

**

Anya keluar dari mobil dan berlari bahagia. Sudah seperti anak kecil saja. Anya langsung membuka pintu rumah dan masuk ke dalam

Aroma dari cake yang sedang dibuat oleh Bu Ratna, membuat perut Anya bersuara.

"Bunda lagi bikin cake ya? Eum wangi banget lho Bun, Anya mau ya," ucap Anya.

"Iya sayang tapi nanti, Bunda lagi bikin dulu buat tante Ami," balas Bu Ratna.

"Lho tante Ami, kenapa Bunda?

"Tante Ami lagi sakit sayang, dia sering sakit-sakitan,"

"Oh jadi gara-gara itu rumahnya selalu sepi,"

"Nah iya,"

"Sekarang tante Ami di rumah sakit gak, Bunda?"

"Tante Ami minta dirawat di rumah aja,"

"Ya udah biar Anya aja yang nganter cake itu ya Bun,"

"Iya gak apa, Bunda udah jenguk dia waktu pagi,"

"Ya udah sekarang giliran Anya," ucap Anya semangat.

"Kamu ganti seragam dulu!"

"Oke Bunda,"

Anya berjalan untuk mengganti seragam. Anya terus tertawa kala mengingat kejadian di lapangan.

"Begitu Romantis," batin Anya.

"Eh, hati gue bilang apa?" tanya Anya melihat ke arah dirinya di depan cermin.

"Ah manusia tak bernama," tambah Anya.

Anya langsung turun dari tangga dan mengambil cake itu.

Tok ... Tok ... Tok

Anya mengetuk pintu rumah tante Ami, seorang gadis membukanya.

"Cari siapa Kak?" tanya Dira.

"Hai aku Anya, mau jenguk tante Ami," balas Anya.

"Oh iya, Mama di dalam Kak,"

Tanpa banyak basa basi lagi, Anya langsung masuk dan ditemani Dira.

"Oh iya kamu ini anak terakhir tante Ami ya? Siapa nama kamu?" tanya Anya.

"Dira, Kak," balas Dira.

"Kamu kelas berapa?"

"Kelas satu SMP, Kak. Kalau kakak?"

"Kakak baru kelas satu SMA,"

Anya sangat asik berbincang dengan Dira, sampai mereka telah sampai di pintu kamar Bu Ami.

"Silahkan masuk Kak," ucap Dira membuka pintu.

Bu Amu langsung menoleh ke arah pintu.

"Tante," ucap Anya.

Anya menyimpan cake di atas meja dekat ranjang tidur Bu Ami.

"Makasih Anya," ucap Bu Ami.

"Iya Tante,"

"Makasih kamu udah jenguk Tante,"

"Sama-sama Tante ... oh iya kata bunda, Tante sering sakit-sakitan ya?" tanya Anya.

"Kalau boleh tahu, Tante sakit apa?" tambah Anya.

Seketika pandangan Bu Ami langsung di alihkan ke arah kiri. Anya terdiam dan melihat ke arah Dira. Dira yang berdiri di pintu langsung menggelengkan kepala pelan, dan berjalan ke arah kiri Bu Ami. Anya mengerti dengan isyarat Dira.

Bayang seorang laki-laki melewat begitu saja, Anya tidak melihatnya jelas, karena pintu yang hanya terbuka sedikit.

"Apa itu anak pertamanya Tante Ami ya?" tanya batin Anya.

"Kak Anya kok bengong?" tanya Dira.

"Ah gak apa kok, Dira, Tante," balas Anya.

Bu Ami terbaring lemah, Anya sungguh kasihan melihatnya. Sesekali dia terbatuk begitu hebat.

Bu Ami ingin mengambil air minum, tapi air di dalam gelas itu sudah habis. Dira langsung berdiri.

"Biar aku aja yang ambil," ucap Anya.

Dira kembali duduk di samping tante Ami. Anya berdiri dan mengambil gelas kemudian berjalan ke arah dapur.

"Kok gue jadi penasaran sama sosok tadi ... eh bentar dulu Anya, dia orang apa bukan sih?" tanya batin Anya.

Anya berjalan cukup jauh dari pintu kamar Bu Ami. Anya memandang ke arah sekitar, memantau bahwa tidak ada orang lain yang mencurigainya kalau Anya ingin melihat siapa sosok yang melintas tadi.

Padahal ruangan dapur sudah begitu dekat, tapi hati Anya terus bergerak untuk mengetahui siapa sosok itu. Anya mengingat betul perkataan Bu Ami kala itu, bahwa anak pertamanya adalah laki-laki. Dan Anya tidak pernah melihat dia.

Karena begitu penasaran Anya langsung berjalan ke arah kamar, yang bertuliskan 'Dilarang Masuk'. Anya menatap tulisan itu, tapi dia terus mendengarkan hatinya untuk mendekat ke arah pintu.

Anya menempelkan telinganya ke arah pintu dengan tangan yang masih memegang gelas. Untung saja pintu itu terbuka sedikit, sehingga Anya bisa melihat ke dalamnya lewat celah itu.

Seorang pria tengah berdiri membelakangi pintu, Anya sedikit membuka pintu itu dengan sikut tangan. Tapi, pria itu langsung membuka bajunya tanpa Anya duga. Anya langsung memalingkan pandangannya cepat, dadanya berdegup begitu hebat.

"Tadi dia cuma buka baju 'kan?" tanya Anya pelan.

"Gue penasaran sama mukanya, tapi ... bukannya gue mau ngambil minum buat tante Ami ya," lanjutnya.

"Ah nanti deh, setelah gue lihat muka dia,"

Anya menghembuskan nafas dalam, lalu kemudian melihat ke dalam lagi. Pria itu masih berdiri membelakangi pintu, dengan baju yang tak dikenakannya. Tapi dia langsung membalikkan badan ke arah pintu dengan tangan yang seperti ingin membuka (gesfer).

"OMG, dia mau ngapain?" tanya batin Anya.

Karena tubuh Anya yang begitu dekat dengan pintu, membuat pintu itu bergerak sedikit.

"Siapa di situ?" tanyanya.

"Gue harus lari," batin Anya.

Tapi Anya lupa, bahwa sedaritadi dia terus memegang gelas. Anya melangkahkan kaki dengan rasa takut, sampai gelas itu terjatuh. Anya berlutut di bawah untuk membersihkan pecahan kaca. Tangan Anya mengambil pecahan kaca yang cukup besar, tapi sosok itu terus mendekat ke arah pintu. Tapi tanpa sadar tangan Anya sedikit tergores dan membuat guratan luka yang cukup dalam.

"Siapa di situ?" ulangnya.

Anya mendengar jelas langkah kaki itu mendekat ke arah pintu. Tapi karena terlalu takut, Anya langsung berlari menuju pintu keluar dan membiarkan pecahan kaca berserakan di lantai.

"Gue harus keluar, sebelum ketahuan bahwa gue ngintipin dia," batin Anya.

"Eh iya, gue harus pamit dulu ke tante Ami," lanjutnya.

Anya masih saja berdetak takut, Anya terus menatap ke arah belakang. Langkah sosok itu terus saja mendekat, suara pintu yang dibukanya terdengar jelas di telinga Anya.

"Tante, Dira, Anya pamit dulu ya," ucap Anya yang tengah berdiri di pintu kamar.

"Air putihnya mana, Kak?" tanya Dira.

"Oh iya maaf Dira,"

Anya terus saja berdiri dengan rasa takut.

"Ya udah, aku pulang ya Tante," ucap Anya cepat.

Dira dan Bu Ami terus saja saling pandang melihat tingkah Anya, Anya keluar dan terus memandang ke arah belakang. Sosok itu terus berjalan ke arah luar.

Anya menepikan tubuhnya ke arah dinding. Dan mengambil nafas dalam, mencoba memenangkan rasa takut. Rasa perih di tangannya mulai terasa saat hati Anya sedikit lebih tenang.

"Aw, kok berdarah sih?" tanya Anya saat melihat tangannya.

****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro