21. Buku Fisika
Sejak hari sebelumnya saat Anya melihat Panji dan pria itu bertengkar dan sampai sekarang pun Anya terus memikirkan ada apa diantara Panji dengan pria itu. Ucapan pria itu terus saja terngiang di pikiran Anya. Dan tanda tanya besar bagi Anya siapa gadis yang mereka sebutin itu, terus ada hubungan apa diantara mereka.
"Arghhh pusing gue mikirnya!." teriak Anya di dalam mobil Bayu.
Anya, Widi dan Bayu memang sengaja berangkat sangat pagi sekali karena mereka tidak mau terlambat dan jangan sampai mereka tidak menyalin jawaban yang Yanto berikan. Untuk tugas dari Pak Ruslam tentunya.
"Lo kenapa Ay?." tanya Widi.
"Gue pusing Widi! Banyak banget pertanyaan di otak gue!." ucap Anya dengan memegang kepalanya.
"Lo pusing mikirin tugas dari Pak Ruslam?." tanya Bayu.
"Bukan Bay! Pokoknya bukan soal itu deh!."
"Apa gue langsung tanya aja ke kak Panji yah!." bisik batin Anya.
"Atau ke cowok itu! Biar jelas! Biar lo gak pusing mikirin nya Anya!." ketus batin Anya lagi.
"Ahhh bodo amat gue gak perduli!." ucap Anya di tengah-tengah keheningan dan hanya suara mobil yang terdengar.
"Ay nanti lo bisa gila kalo ngomong sendiri!." ucap Widi.
Anya hanya terdiam dan mencerna ucapan Widi. Tidak lama di perjalanan akhirnya mereka sampai di sekolah. Mereka bertiga berlari menuju kelas karena ada sesuatu yang darurat yaitu mereka harus menyalin seluruh jawaban fisika yang Yanto berikan.
Karena tidak pandai berlari dan langkah kaki Anya yang tidak begitu besar. Dan Anya pun tertinggal jauh dari Widi dan Bayu dan entah kenapa seorang pria tiba-tiba menghalangi jalan disaat Anya fokus berlari.
Bruuukkkk...
Badan Anya menabrak pria itu bukannya pria itu yang terjatuh malah Anya yang terjatuh ke belakang mungkin karena tubuh Anya yang lebih kecil dari pria itu. Tanpa melihat wajah dari pria itu, Anya yang duduk karena menabrak pria itu langsung berdiri.
"Lo kalo jalan pakai mata! Nihhh pakai matt...a!." ucap Anya membisu setelah melihat wajah pria itu.
"Lo lagi! Manusia tak bernama!." sambung Anya dengan menepuk jidat nya.
"Kok lo lari-lari?." tanya pria itu.
"Bukan urusan lo! Minggir!." suruh Anya.
Karena tabrakan tadi yang begitu keras sehingga membuat Anya terpental dan terjatuh tanpa di sadari gelang pemberian dari Panji terlepas dari tangan Anya. Selalu saja waktu pingsan kalung Anya yang terjatuh dan sekarang pun gelangnya yang terjatuh. Bisa-bisa suatu saat nanti hati Anya yang bakal jatuh. Suatu saat nanti.
Setelah berdiri Anya pun pergi dan berjalan lagi menuju kelasnya dan Anya sudah kehilangan jejak Widi dan Bayu. Kalau saja Anya tidak menabrak pria itu mungkin Anya sudah selesai menyalin semua jawaban fisika.
Pria itu menatap punggung Anya yang menjauh darinya. Anya berjalan dengan keadaan yang sedikit acak-acakan karena tidak sempat merapikan diri saat ia menabrak pria itu. Dasi yang menempel di lehernya sudah tidak lagi membentuk tanda silang rambut yang terhibaskan angin membuat wajah Anya sedikit kusut serta tas yang di bawanya menggunakan tangan.
Satu langkah kaki pria itu berjalan, cahaya mentari yang menyinari gelang Anya itu memberikan pantulan dan mengenai mata pria itu sehingga membuatnya menyipitkan mata.
"Benda apa sih itu!." ucap pria itu yang kemudian mengambil gelang Anya yang terjatuh.
"Gelang!."
"ANYA!." sambung pria itu lagi.
"Setiap lo ketemu gue, ada aja benda lo yang jatuh! Kalau sampai hati lo yang jatuh juga gak bakal gue balikin lagi!." ucap pria itu dengan melemparkan gelang Anya sedikit lebih tinggi dan di tangkap nya kembali.
Pria itu berjalan lagi dengan menggenggam gelang Anya erat yang kemudian di masukannya kedalam saku seragamnya.
Setibanya Anya di kelas, ternyata benar Widi dan Bayu sudah tiba disana dan meninggalkan Anya sendiri.
"Lelet lo Ay!." ucap Bayu.
"Lo kenapa Anya? Muka lo kusut gitu? dasi lo kok gak rapih? Terus tas lo kenapa lo tenteng begitu? Lo di rampok?." ucap Widi panjang lebar.
"Gue nabrak truk!." ucap Anya terengah-engah.
Widi mengrenyitkan dahinya dan kemudian menempelkan lengannya diatas kening Anya.
"Gue gak apa-apa kok Wid!." ucap Anya yang langsung duduk di mejanya.
"Kalo gitu lo buruan salin semua jawaban fisika biar gak kena hukum Pak Ruslam!." suruh Widi.
"Lo aja yang tulis buat gue yah Wid! Gue capek! Serius tadi itu gue nabrak truk! Truknya gak apa-apa eh malah gue yang mental!." ucap Anya.
"Ya udah sini mana buku lo!."
"Aneh tuh cowok keturunan gatot kaca kayaknya!." ucap Anya dengan merapihkan rambutnya.
"Ada-ada aja lo Ay!." dorong Widi halus.
Setelah Widi selesai menyalin jawaban untuk Anya. Seorang guru masuk ke kelas Anya untuk mengajar dan untung saja bukan Pak Ruslam. Karena jadwal mengajar Pak Ruslam adalah setelah jam istirahat jadi semua murid bisa sedikit lega.
Anya yang sama sekali tidak menyadari bahwa gelang pemberian dari Panji terjatuh saat ia menabrak pria tadi. Anya terus saja fokus belajar sampai bel istirahat berbunyi. Dan semua siswa pun melakukan rutinitas nya. Anya, Widi dan Bayu berjalan menuju kantin dengan perasaan yang lega begitu pun dengan seluruh murid di kelas Anya karena mereka semua sudah mengerjakan tugas dari Pak Ruslam.
Saat kelas Anya sudah kosong. Putri dan Steffi masuk ke kelas Anya secara diam-diam. Steffi melihat kearah jadwal pelajaran kelas Anya setelah jam istirahat begitu pun dengan denah tempat duduk siswa supaya Putri bisa tau dimana Anya duduk.
"Setelah jam istirahat jadwalnya Pak Ruslam Put!." ucap Steffi.
"Wah bagus tuh! Mampus lo Anya main-main sama gue sih lo!." ucap Putri.
"Terus dimana Steff meja si Anya itu?." tanya Putri lagi.
Steffi pun berjalan mendekat kearah meja Anya.
"Kayaknya ini deh Put!." ucap Steffi dengan memukul meja Anya.
"Lo cek keadaan di luar! Biar gue yang ambil buku fisikanya!." suruh Putri.
"Oke!." ucap Steffi yang kemudian berjalan mengawasi luar kelas Anya.
Putri mengaduk-ngaduk isi tas Anya untuk mengambil buku fisika itu. Setelah berhasil di temukan Putri pun menyimpannya kembali dan mereka keluar dari kelas Anya dengan melihat ke kanan ke kiri supaya tidak ada yang mengetahui mereka.
Setelah bel istirahat selesai semua siswa ke kelasnya. Seluruh siswa di kelas Anya sangat tegang meskipun mereka sudah mengerjakan tugas dari Pak Ruslam. Tapi tetap saja mereka merasa takut. Seperti genderang perang yang sudah di mulai.
Suara langkah kaki terdengar dari arah samping kelas Anya, seluruh murid menatap tajam kearah jendela. Sepertinya perang dunia ke 5 nih karena seluruh murid tegang seketika.
"Selamat siang! Keluarkan buku fisika kalian dan simpan diatas meja masing-masing!." suruh Pak Ruslam.
"Baik Pak!." jawab seluruh murid dengan serempak.
Seluruh murid mengeluarkan buku fisika dan menyimpannya diatas meja.
"Wid kok buku gue gak ada sih?." ucap Anya dengan mencari-cari buku di dalam tasnya itu.
"Tadi lo simpan dimana Ay?."
"Gue masukin tas kok Wid! Gue yakin kok!."
Pak Ruslam mulai berjalan untuk melihat jawaban dari seluruh murid dengan satu persatu. Hati Anya berdegup karena takut dan mungkin Anya akan kena hukuman.
"Gue pasrah deh!." bisik batin Anya.
"Anya? Dimana buku kamu?." tanya Pak Ruslam.
"Tadi pagi ada kok Pak, tapi setelah istirahat buku Anya gak tau kemana! Padahal Anya simpan dalam tas kok!." ucap Anya menunduk.
"Apa kamu tidak mengerjakan tugas Anya? Sehingga kamu berpura-pura kehilangan buku kamu?." tanya Pak Ruslam.
"Gak kok Pak, Anya ngerjain tugas kok!."
"Tapi Bapak minta buktinya Anya! Kalau kamu ngerja-in tugas bukunya pasti ada! Sekarang bukunya mana gak ada kan? Ya sudah Bapak hukum kamu saja! Berdiri di lapangan dan menghormat ke tiang bendera! Paham kamu Anya?." ucap Pak Ruslam.
"Paham Pak!." ucap Anya dengan menunduk malu yang kemudian berjalan menuju lapangan.
Pak Ruslam terus melanjutkan untuk memeriksa seluruh jawaban dari setiap murid. Anya berjalan dengan hati yang bertanya-tanya. Setibanya di lapangan Anya menuruni anak tangga yang sedikit lebih tinggi dari lapangan. Sinar mentari di tengah-tengah hari memang sangat menyengat. Anya melihat kearah jam tangannya yang menunjukan pukul 13:15 waktu dimana mentari mengeluarkan seluruh cahayanya yang akan membuat keringat Anya bercucuran.
"Gak apa-apa Anya! Suatu saat orang yang ambil buku lo itu pasti ketemu!." ucap Anya.
"Teruslah kau berkibar benderaku! Aku menghormati mu!." ucap Anya dengan mengangkat sebelah tangannya.
Dari gedung kelas X lantai 2 nampak seorang pria yang sedang memperhatikan Anya dari luar kelasnya itu. Dia mengerenyitkan dahi karena pantulan cahaya sehingga dia tidak bisa melihat jelas wajah Anya. Karena kelas tersebut kosong pria itu berjalan menuruni tangga dan menghampiri Anya yang berada di lapangan.
"Lo Anya kan?." ucap pria itu dengan menyenderkan bahunya ke salah satu tiang gedung itu.
"Lo! Kok lo tau nama gue?." ucap Anya heran.
"Gak penting gue tau nama lo dari mana!."
"Gue tau, pasti lo kan yang ambil buku fisika gue! Ngaku deh lo!." tunjuk Anya kearah pria itu.
Anya terus saja berdiri di lapangan. Pria itu kemudian menghampiri Anya dan duduk diatas anak tangga.
"Jadi lo lagi di hukum?." tanya pria itu.
"Gue lagi jemur diri!." ketus Anya dengan memalingkan wajah.
"Jemur diri kok tengah hari!." ucap pria itu tertawa.
"Ya kalo gak di hukum ngapain gue berdiri di lapangan ini! Udah gitu panas lagi!."
"Udah mending lo duduk aja! Nanti lo pingsan gue juga yang ribet!."
Anya hanya melotot kearah pria itu.
"Lo sendiri ngapain lo kesini?." tanya Anya penasaran.
"Kelas gue kosong! Lo kena hukuman sama siapa lagi sih?." tanya pria itu yang juga penasaran.
"Buku fisika gue ada yang ambil! Jadi gue di hukum Pak Ruslam deh! Lagi-an gue yakin kok pagi-pagi itu gue ngerjain tugas bareng temen-temen sekelas terus pas waktu istirahat selesai gue masuk kelas lagi buku udah gue gak ada! Lo yah yang ngambil buku gue!." tunjuk Anya.
"Eitt ngapain gue ambil buku lo? Gak ada kerjaan banget!." ucap pria itu datar.
"Udah deh lo duduk jangan berdiri terus gue takut lo pingsan lagi! Anya lo duduk deh! Please gue mohon yah!." ucap pria itu memohon.
Anya pun sebenarnya berpikiran sama dengan pria itu, nanti kalau Anya terus berdiri bisa-bisa ia pingsan lagi. Tanpa berpikir panjang lagi Anya pun langsung duduk di samping pria itu. Keringat di kening Anya bercucuran dengan derasnya mungkin karena terik mentari yang menyengat. Pria itu mengeluarkan syal yang di berikan Anya kepadanya yang kemudian diusapkannya ke wajah Anya.
"Untuk urusan Pak ruslam biar gue aja yang bicara yah!." ucap pria itu dengan tangan memegang syal yang dia tempelkan di wajah Anya untuk menghilangkan keringat itu.
Lantas Anya pun memandang kearah pria itu. Tangan Anya memegang tangan dari pria itu yang kemudian membuat mereka bertatapan dalam.
"Dari deket ternyata lo itu cakep yah manusia tak bernama!." desis batin Anya.
Kemudian Anya pun memalingkan pandangannya.
"Gue tadi bilang apa! Anya lo tadi bilang apa sih? Gimana kalo cowok itu denger?." ketus batin Anya lagi.
"Anya!." ucap pria itu menyadarkan lamunan Anya.
"Ehh iya kenapa?." ucap Anya datar.
"Biar gue yang bicara sama Pak Ruslam! Biar lo gak di suruh berdiri di lapangan lagi yah!." ucap pria itu tersenyum.
"Itu syal pemberian dari gue kan?." tanya Anya.
"Iya ini pemberian dari lo! Kalo gue kemana-mana gue selalu bawa kok!."
"Bagus deh!."
"Udah lo duduk disini dulu jangan berdiri lagi! Gue mau ngomong sama Pak Ruslam!." ucap pria itu yang tengah berdiri dari duduknya.
"Tapi kalau hukumannya lebih berat?."
"Gue jamin lo gak bakal di hukum kayak gitu lagi!." ucap pria itu dengan berjalan menjauhi Anya.
Anya memandang pria itu yang berjalan menjauh darinya. Tiba-tiba Anya kembali tersenyum manis hati Anya serasa melambung tinggi bersama burung-burung yang sedang terbang menghiasi lapangan itu. Sejak dari awal pria itu memang sangat baik kepada Anya yang kadang meskipun sering membuat Anya bingung.
"Makasih atas semua perhatian yang lo berikan ke gue! Manusia tak bernama!." ucap Anya yang kemudian tersenyum senang.
****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro