13. Olympiade
Setelah semua siswa yang mengikuti olympiade dikumpulkan di ruang kepala sekolah, karena olympiade ini berbeda dari olympiade yang lainnya dan hanya siswa yang benar-benar berprestasi yang diberikan tanggung jawab untuk mengharumkan sekolah ini.
Mulai dari siswa yang mengikuti olympiade basket, sastra, maupun mata pelajaran seperti kimia, fisika, dan matematika. Karena siswa yang dipilih tidak terlalu banyak jadi pak Purnomo tidak perlu menyiapkan bus untuk membawa mereka menuju tempat olympiade.
Seorang siswa berlari menuju ruang pak Purnomo itu dengan nafas yang masih ngos-ngosan, ya pria itu memang sudah tidak asing lagi bagi Anya juga bagi para guru-guru tapi anehnya dia memang sangat pintar dalam segala mata pelajaran yang tidak disukai para siswa umumnya, tetapi kalau saja hobinya bukan terlambat, mungkin dia akan menjadi siswa yang famous setelah Panji.
Berbeda halnya dari Panji justru pria ini berbanding terbalik dengan Panji, bagaimana tidak Panji yang berpenampilan rapi dan sangat menghargai waktu, tidak pernah terlambat satu detik pun untuk menuju sekolah atau saat dipanggil menghadap kepada pak Purnomo. Tapi anehnya pria itu justru berpenampilan sedikit acak-acakan dan hobinya terlambat pula, tapi semua guru juga heran kenapa pria ini begitu pintar dalam mata pelajaran yang tidak dikuasai semua murid?
"Saya terlambat ya Pak?" tanya pria itu melihat jam dinding yang menempel di samping rak atas.
"Terlambat itu 'kan hobi kamu," ucap Pak Reno.
"Bapak gak akan hukum saya lagi 'kan? olympiade lho Pak, nanti telat," balas pria itu.
"Ya sudah karena semuanya sudah berkumpul kita berangkat sekarang!" potong Pak Purnomo.
"Baik Pak," ucap guru-guru yang menjadi wali dari setiap olympiade.
Ada yang aneh dengan perasaan Anya saat melihat pria itu, entah perasaan apa yang membuat Anya mendekat ke arahnya.
"Rambut lo benerin dong," ucap Anya.
"Kenapa? Emang rambut gue kenapa?" tanya pria itu.
Anya menghiraukan ucapannya dan langsung merapikan rambut pria itu dengan jari tangan Anya, sehingga membuat dia menatap Anya dalam. Entah ada apa dengan Anya yang tiba-tiba saja, atau mungkin karena Anya tidak mau membuat sekolah malu dengan penampilan pria itu yang sedikit acak-acakan karena Anya sendiri begitu rapi.
Setelah Pak Purnomo menyiapkan beberapa mobil pribadi dari guru-guru yang menjadi wali di olympiade mereka pun berangkat menuju ke sekolah AdiKusuma, tempat di mana olympiade diadakan. Anya mendapat kesempatan untuk berangkat ke sekolah itu dengan seorang pria di sampingnya. Ya, kesempatan untuk Anya menanyakan siapa nama pria itu.
Saat berada di dalam mobil Anya dan pria itu duduk di jok belakang dengan Bu Winda sebagai wali sastra dan juga Pak Ruslam yang mungkin menjadi wali dari pria itu. Anya mengambil sebuah pena dari dalam tasnya kemudian menuliskannya di atas tangan Anya, karena takut ketahuan kalau Anya bertanya langsung kepada pria itu dan mungkin Pak Ruslam dan Bu Winda akan mendengarnya.
Anya menulis di atas telapak tangannya.
"Sekarang gue boleh tahu 'kan nama lo?" Tulis Anya di atas telapak tangannya dan memperlihatkannya kepada pria itu.
Pria itu membaca tulisan Anya dan mengambil pena yang tadi di pegang Anya tanpa mau mengeluarkan pena yang dimilikinya.
"Gak, belum waktunya," Tulis pria itu di atas tangan Anya dan membuat Anya mendekat ke arahnya.
Saat pria itu sudah selesai menulisnya, Anya langsung membenarkan posisi duduknya dan membaca apa yang ditulis pria itu, seketika saja wajah Anya mendadak kesal dan menginjak kaki pria itu dengan sangat keras sehingga membuat pria itu meringis kesakitan.
"Arghh lo," ucap pria itu ke arah Anya dan membuat Pak Ruslam dan Bu Winda menatap ke arah mereka.
"Ada apa Anya?" tanya Bu Winda.
"Gak ada apa-apa kok Bu," balas Anya.
"Gak ada apa-apa 'kan?" tanya Anya dengan mengusap bahu pria itu.
Pria itu hanya menganggukkan kepala saja dan merasakan kakinya yang sakit. Setelah Bu Winda menghadap ke arah jalan lagi pria itu mengepalkan tangannya, untung saja tidak terlihat oleh Anya karena pria itu menyembunyikan tangannya di bawah. Anya memandang ke arah pria itu tak berdosa.
"Wlle," Anya mengeluarkan lidahnya yang membuat pria itu ingin membalasnya tapi tak dia lakukan karena mereka berada di dalam mobil Pak Ruslam.
Sesampainya mereka di depan sekolah AdiKusuma yang tak kalah kerennya dengan sekolah 212 Jakarta itu, Anya berjalan berdampingan bersama Bu Winda begitupun dengan siswa yang lainnya. Seluruh siswa di sekolah itu menyambut kedatangan siswa dari sekolah 212 Jakarta ini.
Ternyata bukan hanya sekolah 212 yang di undang untuk mengikuti olympiade ini, sekolah yang lainnya pun juga sama mengikuti olympiade ini dengan serempak.
Karena olympiade basket yang pertama kali dimulai, seluruh siswa menonton acara olympiade basket itu di tepi lapangan. Semua bersorak menyemangati tim dari sekolahnya masing-masing. Karena semua guru yang menjadi wali dari setiap murid yang mengikuti olympiade dipanggil oleh kepala sekolah AdiKusuma, dengan sangat terpaksa Anya duduk di samping lapangan basket sendirian.
Anya terus saja menatap kosong ke arah lapangan basket, yang sebenarnya tidak memperhatikan tim dari sekolah Anya yang sedang bertanding. Seorang pria dari arah belakang berjalan ke arah Anya, dan duduk di samping Anya dengan membawa sebotol minuman dan kemudian menyodorkannya.
"Gue gak haus kok," ucap Anya menatap botol itu.
"Kalau lo gak haus, lo bawa aja botol minum ini. Biar nanti kalau lo haus tinggal minum!" tegas pria itu.
"Gue gak minta ya, lo sendiri yang maksa!" ketus Anya.
"Tenang aja gratis kok," bisik pria itu ke arah telinga Anya.
Anya mengambil botol itu dan memegangnya, sedangkan pria itu duduk di samping Anya dan memperhatikan tim dari sekolah mereka. Tim dari sekolah Anya terus mencetak rekor yang tinggi sehingga tim lawan tidak bisa menandinginya, dan akhirnya pun tim basket dari sekolah Anya menang, dan harus mengikuti babak selanjutnya untuk menjadi juara umum.
Setelah tim dari sekolah Anya selesai bertanding, dan dilanjutkan dengan tim dari sekolah yang lainnya. Entah sedang membicarakan apa semua guru dengan kepala sekolah AdiKusuma itu dan meninggalkan muridnya begitu saja. Tiba-tiba saja pria itu bertanya kepada Anya.
"Lo masuk olympiade apa?" tanya pria itu ke arah Anya.
"Gue masuk olympiade sastra, lo sendiri?" tanya Anya memandang ke arah depan.
"Kalau bicara itu lihat orangnya, bukan mandang ke depan!" delik pria itu.
Karena tidak mau berdebat, Anya terpaksa memandang ke arah pria itu.
"Gue ikut olympiade fisika," ucap pria itu menatap Anya.
Seketika saja Anya langsung tertawa mendengarkan ucapan pria itu, segingga tangan Anya refleks memukul bahunya.
"Haha becanda lo ya?" tanya Anya dengan tatapan tajam dan tertawa.
"Serius gue masuk olympiade fisika!" tegas pria itu.
"Cowok kayak lo? Gak percaya gue," ledek Anya.
"Kalau gue berhasil jadi juara umum, lo percaya?" tanya pria itu.
"Eumm, kalau lo jadi juara umum gue kasih hadiah deh. Tapi kalau lo juara umum," ucap Anya yang masih saja tertawa.
"Kalau gue minta hati lo gimana?" tanya pria itu dengan menatap Anya dalam.
Ucapan pria itu membuat jantung Anya berdegup kencang dan mungkin pria itu juga akan mendengarnya. Anya terdiam mendengar ucapan pria itu, Anya tertunduk malu saat pria itu terus menatapnya dalam.
"Gue becanda kok," ucap pria itu dengan mendorong badan Anya halus tapi karena Anya duduk di tepi kursi yang cukup tinggi, badan Anya hampir saja terjatuh ke bawah dan untuk saja pria itu langsung memegang tangan Anya dan menariknya, sehingga membuat mereka bertatapan dengan tangan Anya yang memegang bahu pria itu karena takut terjatuh.
"Sorry-sorry gue gak sengaja," ucap pria itu memohon.
"Lo sih becandanya kelewatan, gue hampir jatuh 'kan," ucap Anya dengan nada yang sedikit pelan.
Pria itu menatap Anya bersalah, keringat di kening Anya menunjukan bahwa Anya sangat takut terjatuh, dan mungkin juga kaget saat pria itu mendorongnya karena tidak sengaja. Pria itu menenangkan Anya dengan memeluknya erat dan membuat semua siswa melihat ke arah mereka.
"Gue minta maaf ya," ucap pria itu dengan memeluk tubuh Anya erat.
"Gue gak apa-apa kok, gue cuman kaget!" tegas Anya.
Pria itu terus menenangkan Anya dengan memeluknya erat sehingga pria itu merasakan detak jantung Anya yang berdegup kencang. Mungkin Anya juga akan merasakan detak jantung pria itu karena badan Anya yang terus di peluk pria itu. Mereka menjadi tontonan seluruh siswa yang sedang menonton pertandingan basket, karena malu Anya langsung menjauh dari pelukan pria itu dan berdiri.
Anya berjalan ke arah lorong sekolah itu dan meninggalkan lapangan basket yang diikuti pria itu di belakangnya, Anya menyentuh keningnya dan benar keringat di kening Anya yang cukup banyak karena kaget dan takut terjatuh membuat pria itu refleks memeluk tubuh Anya.
Anya entah akan pergi ke mana, dan pria itu terus mengikuti Anya. Bu Winda berjalan keluar dari ruangan kepala sekolah dan memanggil Anya saat Bu Winda melihatnya dari kejauhan. Pria itu mendengar Bu Winda memanggil Anya dan menghentikan langkahnya untuk tidak mengikuti Anya lagi, kemudian pria itu berjalan menuju ruang olympiade fisika bersama Pak Ruslam yang menghampirinya.
Anya dan Bu Winda berjalan menuju ruang olympiade sastra, Anya terus saja merasa gugup untuk mengikuti olympiade sastra ini karena baru kali ini Anya berani mengeluarkan bakatnya itu yang ia pendam sejak lama. Semua siswa yang mengikuti olympiade itu di data satu persatu oleh panitia olympiade.
Anya duduk di samping Bu Winda menunggu untuk di panggil ke atas panggung yang sudah disiapkan, kaki Anya terus saja bergetar menunjukan bahwa dirinya sangat gugup dan takut salah dalam membacakan puisi yang Anya tulis di atas kertas mading sekolahnya itu.
"Tenang aja Anya, anggap saja kalau kamu itu lagi sendiri dan berada di tempat sepi. Kamu luapkan semua perasaanmu lewat puisi ini ya," ucap Bu Winda.
"Iya Bu,"ucap Anya tersenyum.
Setelah menunggu semua siswa selesai tiba saatnya giliran Anya untuk naik dan membacakan puisi itu di atas panggung yang sudah disiapkan, Anya mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Anggap saja kalau kamu itu lagi sendiri Anya," ucapan Bu Winda itu terus terngiang di telinga Anya dan memberikan rasa percaya diri kepada Anya.
Anya membacakan puisi itu dengan sangat lantang, semua orang terharu mendengarkan puisi yang Anya bacakan itu. Dari ruangan lain pria itu mendengarkan puisi yang dibacakan Anya karena Anya membacanya dengan membawa sebuah mic, pria itu berhenti sejenak mendengarkan Anya dan mungkin pria itu juga tersentuh dengan puisi Anya yang mungkin berasal dari dalam lubuk hati Anya.
Anya menutup puisi itu dengan sangat indah sehingga membuat siswa memberikan tepuk tangan kepada Anya, Anya kembali berjalan menuju ke bawah untuk duduk di samping Bu Winda lagi. Hati Anya mulai merasa lega karena Bu Winda terus menyemangatinya.
"Tadi puisinya bagus kok Anya," bisik Bu Winda ke arah Anya.
"Makasih Bu," ucap Anya.
****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro