Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Extra Part Lagi - Terbelenggu dalam dua rasa

Serengit terpancar dari bibir pria bertubuh jangkung itu. Salah satu tangannya merogoh saku celana yang dikenakan olehnya untuk mengeluarkan ponsel pintar miliknya. Satu tangannya yang lain masih merengkuh seorang gadis berparas cantik dan rambut tebal berwarna hitam legam ikal di bagian bawahnya nan indah.

"SMS dari siapa, Sayang?" Gadis itu kini bersuara dengan bertanya pada pria yang tengah merengkuhnya.

"Bukan siapa-siapa kok, hanya operator," ucapnya sambil memasukan kembali ponsel pintar tersebut.

Gadis kelahiran Bandung dua puluh sembilan tahun silam itu mengangguk paham tanpa bertanya lagi. Kepalanya bersender pada dada bidang milik pujaan hatinya. Dering ponsel itu terdengar kembali. Namun suaranya berbeda dari sebelumnya. Ponsel itu berbunyi menandakan adanya panggilan masuk.

"Siapa yang telepon, Sayang?" tanyanya lagi pada sang pujaan hati.

"Bukan siapa-siapa. Ini tidak penting," jawab pria tersebut sambil merengkuh gadisnya dalam kehangatan dan kenyamanan tiada tara.

💞💞💞

Tiga tahun yang lalu...

Langkah terseok membuat badannya hendak rubuh. Cairan bening terus berlomba-lomba keluar dari matanya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di jantung membuat napasnya sesak. Tangan kecil itu menepuk-nepuk dada untuk mengurangi sesak yang membelenggu dalam jiwanya.

Bibirnya hendak mengeluarkan teriakan, tapi hanya suara nyaring yang keluar dan terdengar memilukan. Suaranya tak dapat keluar karena tertahan di kerongkongan. Kedua tangan mungil itu terkepal seraya menguatkan diri.

Terdengar seorang pemuda berperawakan jangkung manggil namanya dari kejauhan. Dirinya yang merasa terpanggil segera menoleh ke arah belakang. Di sana, pemuda itu ternyata mengejarnya. Dia sempat mengira kalau pujaan hatinya itu takkan mengejarnya. Sebelum melangkahkan kakinya kembali, dia menghembuskan napas berat yang terasa begitu sesak. Saat kakinya mulai melangkah, tangan mungilnya dicekal oleh pemuda yang tadi memanggilnya.

"Jangan pergi, aku mohon...," ucap pemuda tersebut terdengar lirih.

"Aku harus pergi. Tidak ada gunanya lagi aku di sini." Gadis bertubuh mungil itu menjawab ucapan sang pujaan hati dengan nada datar.

"Aku mohon ... jangan pergi...."

"Untuk apa juga aku di sini? Untuk apa?!" tanyanya setengah berteriak. Suaranya terdengar begitu memilukan.

"Untuk tetap bersamaku. Kita mulai hidup baru," jawab pemuda tersebut sambil merengkuh gadis di hadapannya. Namun gadis tersebut meronta dalam dekapannya dan menangis tersedu-sedu.

Air matanya menghujani bumi setiap tetesannya membasahi tanah. Dadanya terasa dihimpit dari dua sisi, sehingga sesak yang dirasanya tadi menghampiri kembali. Ia merasa napasnya tersekat dari raga menyebabkan mulutnya mengap-mengap mencoba meraup udara dengan rakus.

Batinnya menangis pilu kala mendengar tutur kata yang diucap oleh pemuda yang selama ini dicintainya. Tak pernah lagi terpikir dalam benaknya untuk hidup bersama dengan pemuda itu semenjak kematian sahabatnya, seperti yang dipikirkan pemuda itu.

Dia bingung hendak membalas apa, dirinya terlalu takut salah ucap.

"Aku mohon, Nad. Kita bisa memulai semuanya dari awal, aku janji, aku janji akan membuatmu bahagia." Pemuda tersebut kembali mengeluarkan kalimat maut untuk membujuk gadis mungil itu, agar menerima tawaran hidup bersamanya. Namun gadis itu tetap bergeming, mata bulat itu terus beruraian air mata. Pemuda tersebut mengusap kasar wajahnya lalu mencengkram kedua pundak gadia mungil di hadapannya.

"Tatap aku dan jawab. Jangan diam saja!" tangannya menggoyangkan pelan kedua pundak gadis itu.

"Tapi, ta-ta-" Sebelum kata itu terucap dari mulutnya, sebuah jari telunjuk menghalangi rongga di mukanya untuk berucap.

"Sssstttt, nggak ada kata tapi. Cukup jawab, kamu mau atau enggak, hidup bersamaku?"

Mata kamang milik gadis itu menatap pemuda di hadapannya, sebelum menerima tawaran pemuda itu. Gadis berpipi gempal tersebut menghembuskan napas panjang. "Aku mau, Dim."

Jiwanya bergejolak dipenuhi rasa bahagia saat gadis mungil di hadapannya menerima tawaran itu, lalu memeluk gadis yang kini menjadi miliknya dengan erat seperti takut kehilangan kembali.

"Makasih, Nad. Makasih," ungkapnya dengan nada bahagia. Seringaian terbit di balik punggung gadis itu. Pemiliknya adalah pemuda yang kini tengah merengkuh gadis rapuh berhati sutra. Nadia. Nadia. Begitu mudahnya mendapatkanmu. Ungkapnya dalam hati.

Dering ponsel milik pemuda tersebut membuat keduanya tersentak, hingga rengkuhan itu terlepas. Pemuda bernama Dimas segera melihat ponselnya lalu memasang wajah menyesal pada gadis di hadapnnya.

Gadis bernama Nadia, mengernyit menatap pujaan hatinya. "Ada apa?" tanyanya.

"Mamah SMS, suruh aku pulang," jawab Dimas lesu.

"Yaudah, pulang gih."

"Kamu gimana?"

"Aku bisa pulang sendiri."

"Benar?"

Nadia mengangguk untuk meyakinkan Dimas bahwa dirinya bisa pulang sendiri. Dimaspun tersenyum dan pamit untuk pergi sebelum berlalu, dia menyempatkan untuk mencium kening gadisnya dengan lembut. Nadia tersipu mendapat perlakuan seperti itu.

💞💞💞

Seorang gadis bertubuh langsing sedang mondar-mandir dengan perasaan gelisah. Seseorang membuka pintu lalu memasuki apartemennya, gadis itu menoleh ke arah pintu tersebut lalu menghampiri pemuda yang baru saja masuk.

"Gimana kabarnya? Apa kamu bertemu dengannya? Bagaimana reaksinya? Apa dia percaya? Yang lainnya bagaimana?"

Pemuda itu terkekeh saat gadis di hadapannya membrondongi dengan berbagai macam pertanyaan. "Satu-satu dong, Sayang," ujarnya sambil mencubit gemas pipi gadis itu.

"Jawab aja, bisa 'kan?"

"Iya, iya aku jawab."

"Lalu apa?"

"Dia sedih, semua sedih. Mereka percaya dan saat aku menemuinya tadi, dia tidak bereaksi apa-apa, bahkan menganggapku tak ada saking sedihnya, kali."

Kegelapan terpancar menghiasi paras cantik yang berubah sendu. Satu per satu cairan bening lolos dari matanya. Dirinya merasa lelah dan bersalah karena telah berbohong seperti ini. Hatinya ingin sekali mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Namun lagi-lagi, egonya mengurungkan niat itu.

"Sampai kapan aku harus bersembunyi seperti ini, Dim?" tanyanya lirih pada pemuda itu. Pemuda itu adalah Dimas, pemuda yang beberapa jam lalu menemui Nadia.

"Sampai waktu yang mengungkapkan semuanya, Sayang." Lagi-lagi kata-kata manis yang terucap dari mulut Dimas. Sehingga gadis itu hanya bisa patuh menuruti apa kata Dimas. Namun, benaknya ingin sekali mengeluarkan satu pertanyaan lagi.

"Surat itu...," ucapnya berbisik.

"Tenanglah, surat itu udah aku titipkan pada Thasya, dan Nadia sudah menerimanya, Bell."

"Bagaimana reaksinya saat melihat surat itu?"

"Sudahlah jangan banyak tanya lagi, kita harus segera ke bandara, sebentar lagi jadwal penerbangan kita menuju Surabaya," ujar Dimas lalu berjalan menuju kamarnya.

Bella, nama gadis itu. Ia bergeming kala Dimas meninggalkannya menuju kamar tidur. "Baiklah...," lirihnya. Perlahan pertahanannya runtuh, air mata yang sejak tadi ditahannya kini luruh.

Di dalam sebuah kamar, Dimas membuka sepucuk surat yang ada dalam genggamannya.

To: Nadia Hadid a.k.a ernede my sista

Hay my sistah gewe rindu banget sama elu masa. Gewe sampe nangis pas nganter lu ke bandara waktu itu masa haha. Pas lu nanya gue nangis enggak dan gue jawab enggak sebenernya gue nangis, gue cuma bohong karna gue nggak mau liat air mata lo lagi.

Udah cukup gewe liat lu nangis mulu gara-gara nangisin cowo, sekali-kali lu nangisin gue kek haha. Bacot banget ya gewe. Eh, gewe punya bahasa baru bahasa 'gewe' gewe pens nya si budeg, lu pasti masih inget dongs pas si bugeg ngomong 'gue' jadi 'gewe' dan gewe nurutin si budeg haha gak tau biar apa gituh gewe ikut-ikut si budeg.

Anjir gue bener-bener bacot yah :') padahal yang mau gue omongin itu bukan ini tapi onoh, apa banget dah gue haha. Lu sih gak pulang jadi kan gue harus nulis dikertas, babi lo Nad. Tangan gue udah pegel nulis tulisan yang isinya bacotan gue yang ga penting.

Udah ah gue mau keintinya ajah jadi gini, jadi apa ya guwa lupa lagi dah, bentar gua inget-inget dulu. Lu jangan bingung sama tulisan gua yang bahasanya kagak jelas ini ya. Anju gua makin kaga jelas ajah ha ha, andai Tuhan kasih gua kesempatan buat ngomong sama lo sambil tatap muka, mending gua ngomong langsung bukan lewat surat kaya gini. Bukan apa-apa coy, nulis panjang kaya gini tuh pegel banget, tangan gue rasanya mau potong aja.

Bodo amat dah sama pegel, gue cuma mau kasih tau soal si Dimas. Dulu lo pernah bilang ke gue 'lo jangan salahin diri lo sendiri ya bell' bangsat loe, gua kira apaan lo main lep-lep aja kaya gituh, padahal gua kagak ngerti apa maksud lo. Dan setelah si Dimas ngomong 'itu' baru gua ngerti apa maksud lo.

Maapin gue ya, Nad. Ternyata gue malah jatuh cinta sama Dimas. Sebenarnya sebelum lo kenal Dimas dan jatuh cinta sama dia. Guelah yang lebih dulu jatuh cinta sama dia, Nad. Dan sorry gue nerima Dimas. Sekarang gue sama Dimas, gue pacaran sama Dimas. Gue emang jahat tapi sorry gue nggak bisa lepasin Dimas buat lo. Gue udah cape nunggu dia terus, relain Dimas buat gue ya, Nad. Oh, iya gue mau pergi jauh. Lo jangan kangen sama gue yang udah jahat sama lo yah, mending lo lupain gue ajah.

From: Bella cewek tercanteks.

Dasar Bella bodoh! Untung saja aku segera mengganti suratnya, bisa-bisa rencana ini gagal total. Ucap Dimas dalam hatinya.

Suara ketukan dari luar membuat Dimas tersentak lalu menyobek surat yang tadi dibacanya. Dan segera membuka pintu kamarnya. "Apa? Sudah selsai berkemasnya?" tanyanya pada Bella yang kini ada di hadapannya.

"Em, itu ... anu, itu aku mau tanya?" tanya Bella sambil menautkan jari-jarinya.

"Apalagi," ucap Dimas malas.

"Sampai kapan kita menutupi soal kematian palsuku?"

Dimas menggeram," Akukan sudah bilang, jangan banyak tanya-tanya lagi soal itu! Cepat kemasi barang-barangmu kita ke bandara sekarang juga!" sergahnya membuat Bella tersentak ketakutan.

Cairan bening kembali lolos dari mata bulatnya. "A-aku, a-"

"Ayo cepat!" bentak Dimas memotong ucapan Bella. Gadis itu gemetaran ketakutan karena perubahan sikap Dimas yang tiba-tiba lalu segera melangkah pergi meninggalkan Dimas menuju kamarnya.

💞💞💞

"Kok melamun, Sayang?" Suara lembut gadis itu menyadarkan Dimas dari lamunannya.

"Ah, nggak papa. Ini udah malem loh, Bell. Ayo, kita kembali ke apartemen, di sini dingin," jawabnya sambil merengkuh Bella dan berjalan sedik menyeretnya menuju apartemen mereka.

"Ayo, deh," ucap Bella lalu menjatuhkan kepalanya di pundak Dimas kemudian rambutnya diusap dengan lembut oleh Dimas.

"Bentar, aku baca dulu pesan masuk," kata Dimas sambil menghentikan langkahnya lalu melihat pesan masuk di ponsel pintarnya.

From: My Dear Nadia

Sms nggak dibales, telepon nggak dianggakat, kamu udah sampe Surabaya belum sih? Aku kangem tau, padahal kita baru sehari berpisah, apa kabar sebulan ke depan. Aduuuh pokoknya aku kangen kamu, honey. Cepat kabari aku kalau sudah sampai 😍😘😚

To: My Dear Nadia

Aku udah sampe, Dear. Nggak usah khawatir aku baik-baik aja. Aku juga merindukanmu😍😘

Send.

"Dari siapa?" tanya Bella pada Dimas saat hendak melihat ponsel yang digenggam kekasihnya itu.

Dimas segera memasukan ponselnya ke dalam saku celana. "Bukan siapa-siapa. Ayo, lanjut jalan lagi."

Bella mengangguk lalu melingkarkan tangannya ke pinggang Dimas dan memeluknya lebih erat.

Andai aku tak terbelenggu dalam dua rasa, dua gadis ini tidak akan menjadi korban keegoisan hatiku. Ucap Dimas dalam hati.

💞💞💞

1668 words, huaaaa ini apaan dah haha 😂 harusnya ektra pat nya bukan gini! Bodo amad dah 😅

Yang penting hutangnya lunas 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro