Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 4

Hari ini cukup cerah untuk Sasa membuka lembaran hidup baru. Memulai hari dengan semangat, Sasa bergegas merapikan kamar kos sederhananya.

"Sa!" Sebuah panggilan serta ketukan pintu dari luar kamar membuat Sasa menghentikan sejenak aktifitasnya, kemudian berjalan menuju pintu menghampiri orang yang berada di luar.

"Ck. Kamu lagi." Sasa memutar bola matanya malas, kenapa paginya harus rusak karena pria ini.

"Mama minta kamu ke rumah. Mau kenalan katanya. Ayok!" Tanpa ragu Raksa menarik tangan Sasa, namun Sasa tetap bergeming di tempatnya. Ia butuh penjelasan setelah apa yang terjadi semalam.

"Jelasin sekarang." Hanya itu kata yang Sasa ucapkan dengan penekanan.

Raksa tahu betul apa yang Sasa maksud, mulai melepaskan pegangannya dan kembali berbalik sepenuhnya menghadap Sasa.

"Duduk dulu, aku jelaskan." Raksa duduk di bangku depan kamar Sasa, dan Sasa mengikuti keinginan Raksa.

"Aku nggak mau dijodohin," Raksa menjelaskan singkat.

Mendengar hal itu, tanpa perlu penjelasan tambahan pun Sasa langsung tahu apa yang Raksa maksud. Bukannya simpati pada Raksa, justru Sasa malah merasa semakin kesal dibuatnya.

"Terus seenaknya aja kamu bikin aku masuk dalam drama kamu? Kenal juga baru beberapa jam, udah enak aja ngaku-ngaku pacar. Aku mau ngomong yang sebenernya sama Bu Yuli." Sasa beranjak, berniat membuka rahasia yang Raksa sembunyikan dari ibunya.

"Jangan! Sebentar aja sampai aku bisa balik lagi ke Jakarta. Mama nyurih aku pulang, pasti mau ngenalin lagi aku sama anak temennya." Raksa menahan tangan Sasa sewaktu gadis itu bangkit dari duduknya.

"Semua hal yang diawali dengan kebohongan, nggak akan berakhir baik. Lagian, udah tua juga masih aja nolak dijodohin." Entah kenapa berhadapan dengan pria di depannya membuat Sasa yang biasanya tenang bisa berubah garang.

"Yah, gimana lagi kalau aku belum siap." Raksa hanya mengendikkan bahunya.

"Sudah, sana! Aku enggak mau lagi ikut drama kamu. Urus aja sendiri masalahmu." Sasa membanting pintu kamarnya. Lama berdekatan dengan Raksa bisa membuat tekanan darahnya naik mendadak.

¤¤¤

Sementara di tempat berbeda, Tara terlihat gelisah. Sejak kesadarannya kembali beberapa jam lalu, seharusnya kemarin dia telah mengikat janji suci dengan wanita pilihannya. Namun, entah bagaimana sebuah benda yang ia temukan secara tak sengaja bisa merubah segalanya. Ingatannya menerawang jauh pada masa silam.

"Mas Tara! Ajarin Sasa renang dong, biar jago kayak Mas." Sasa merengek ketika melihat Tara yang kini nampak semakin gesit meliukkan badan dalam air dari ujung ke ujung.

Cuaca yang cukup terik, membuat gadis yang baru kemarin menginjak usia enam belas tahun itu tergiur untuk bergabung dalam segarnya air kolam. Namun, sang ibu tak pernah mengijinkannya untuk belajar berenang.

"Nyebur aja kalau berani, nanti Mas bantuin," Tara berujar dengan senyum meremehkan.

Byuuuur

Tara lupa jika Sasa kadang lebih sering bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu. Tara yang semula berada di ujung kolam yang posisinya agak jauh dari gadis itu, bergegas menolong ketika yang terlihat justru tangan Sasa yang berusaha menggapai apa saja dengan kepala yang timbul tenggelam karena ia sama sekali belum mahir dalam olah raga yang menggunakan media air itu.

Sasa terbatuk ketika Tara berhasil membawa tubuhnya keluar dari kolam renang.

"Sasa mau pulang." Tangisan terdengar dari bibir Sasa yang menggigil. Beruntungnya gadis itu masih bisa mempertahankan kesadarannya, meski mengalami syok.

"Kenapa ini Bima? Sasa kenapa kok bisa basah begini?" Risa yang mendengar keributan dari arah kolam renang bergegas mencari tahu.

"Sasa hampir tenggelam, Ma. Bima kira dia cuma bercanda mau ikut berenang." Bima menggendong Sasa masuk ke rumahnya.

Rengekan yang berubah jadi raungan dari bibir mungil Sasa membuat Bima menyerah dan menuruti untuk mengantarkan Sasa pulang tanpa mengganti pakaian gadis itu yang basah.

Seminggu setelah kejadian itu, Sasa tak menampakkan diri di rumah Tara. Trauma akan kejadian yang hampir membahayakan nyawa membuat Sasa mengalami demam.

Saat Tara mendekat pada kolam renang yang seminggu ini tak ia dekati karena rasa bersalah, tiba-tiba sebuah benda menyita perhatiannya. Tara memicingkan mata, dan seketika menceburkan diri ketika menyadari benda itu milik seseorang yang sangat dia kenal.

"Sebaiknya aku balikin pas Sasa sehat," gumam Tara.

Hingga pada akhirnya Tara diterima kuliah di luar kota, Tara putuskan memilih menyimpan liontin itu dan akan mengembalikan di saat yang tepat.

"Mas mikirin apa?" Suara Risa --mamanya-- membuat Tara tersadar dari lamunan serta langsung menatap pada sang mama yang kini sudah berada di sampingnya.

"Bima...," ucapan Tara menggantung.

"Kemarin Sasa datang. Apa yang mau Mas kasih, sudah Mika sampaikan ke dia. Sasa bilang makasih terus pamit." Risa bercerita tanpa menunggu respon Tara.

"Pamit?" Tara membeo, melihat dengan pandangan bertanya pada Risa.

"Iya. Sasa diterima kerja di luar kota, tapi enggak bilang dimana tempatnya. Tante Ratih juga nggak ngasih tahu tempatnya." Risa membenarkan pertanyaan Tara.

"Bima salah, Ma." Tara menghela napasnya lesu.

"Mama nggak tahu kenapa kamu lakuin ini. Tapi yang Mama tahu, pasti kamu punya alasan sendiri sampai bisa melangkah sejauh ini saat kamu hampir nikah sama Kiara." Risa mengelus pundak putera sulungnya.

"Bima ... Harusnya Bima sadar dari awal, Ma. Bima nggak seharusnya nerima perjodohan itu sebelum memperjelas semua perasaan Bima."

Risa tak ingin menyela sedikitpun, ia biarkan sang putera mengeluarkan semua yang ia simpan.

"Sasa, Bima kira dia kayak Mika. Tapi, Bima salah. Sasa bukan Mika, bukan adiknya Bima, tapi gadis yang Bima gak sadar sejak awal udah beda di sini." Tara menyentuh dadanya.

"Bima mau ketemu Sasa kemarin, kasih kejutan kalo liontinnya enggak hilang. Bima nggak sengaja nemu waktu Bima beresin kamar tempo hari. Itu benda berharga milik Sasa dan enggak tau kenapa waktu itu Bima lebih milih menyimpannya dari pada balikin ke Sasa langsung. Sasa berharga, Ma. Tapi Bima malah bikin kecewa dia." Bima memejamkan mata, rasa pening mendera saat ia semakin mengingat memori lamanya.

"Bima kira, rasa nyaman Bima ke Kiara itu cinta. Tapi waktu Sasa menjauh dari Bima setelah nerima undangan itu, ada rasa kehilangan yang buat Bima berpikir, sampe Bima tempo hari enggak sengaja nemu liontin itu. Bima salah, Ma." Helaan napas berat terdengar samar.

"Lalu Kiara?" Pertanyaan Risa menyadarkan Bima akan suatu hal.

"Maafin Bima, Ma." Nada suara Bima sarat akan penyesalan.

"Bima akan jujur sama keluarga Kiara dan secepatnya menyelesaikan semua."

"Mama tahu kamu bukan seorang pengecut, tapi Mama juga kecewa dengan sikap kamu yang pergi tepat saat kamu akan menikah. Itu nggak adil buat Kiara. Pikirkan semua baik-baik sebelum kamu memutuskan sesuatu, Mas." Nada suara Risa melemah, tak menampik terselip rasa kecewa dalam batinnya akan ulah Tara.

...







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro