4. Back from the Death
Wangi lavender mengusik Zemira. Kedua mata gadis itu perlahan terbuka, menyeretnya keluar dari penglihatan samar perihal laut dalam yang menyeramkan. Zemira mengerjap-ngerjap, memastikan di mana keberadaannya saat ini. Sedetik kemudian gadis itu berdiri dengan panik dan nyaris menjatuhkan pot lavender yang terletak di sisi tangan kanannya. Wajah Zemira memucat, teringat sekaligus kebingungan tentang adegan ia melompat ke laut, tetapi entah mengapa malah bisa berada di kamarnya saat ini.
Apakah seseorang menyelamatkanku?
Dengan cepat Zemira membantah pemikiran itu. Ia tidak diselamatkan oleh siapa pun, bahkan seolah-olah tidak pernah datang ke tebing tempatnya mengakhiri hidup. Karena Zemira tidak melihat ada luka di kedua lututnya. Dan kini Zemira meragukan ingatannya yang mengamuk saat mengetahui perselingkuhan Atlas. Di tangannya, tidak ada satu pun goresan karena sudah memecahkan kaca di rumah itu.
Pikirin Zemira kacau. Bagaimana dadanya yang sakit karena tidak bisa bernapas di dalam laut masih terasa. Matanya yang perlahan-lahan tertutup saat kesakitan mencapai kerongkongan juga masih Zemira ingat. Perasaan mengerikan mendatangi ajal itu masih sangat jelas di ingatan Zemira. Mana yang harus ia percayai, gadis itu tidak tahu.
Gadis itu berlari ke meja rias, memperhatikan dirinya melalui pantulan kaca. Lalu Zemira membekap bibirnya, terkejut luar biasa ketika mendapati bahwa pakaian yang ia kenakan saat ini sesungguhnya sudah diminta oleh Zafira. Gaun santai berwarna mint itu baru dibeli Zemira dan hanya dipakai sekali, karena beberapa jam kemudian Zafira mengatakan bahwa ia menyukai gaun tersebut.
Kebingungan Zemira semakin menjadi-jadi. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya tengah dihadapi. Terlebih lagi Zemira baru menyadari sesuatu, bahwa ia pernah mengalami situasi saat ini; terbangun di sisi pot lavender yang ia letakkan pada meja dekat jendela kamarnya. Hal lainnya, sebelum ini Zemira memang menggunakan gaun yang sama.
Tidak mungkin.
Gadis itu menyangkal pemikiran gilanya. Ia tidak akan pernah percaya tentang hal semacam itu. Zemira lebih yakin bahwa dirinya saat ini kehilangan akal, daripada teori ia telah mengulang waktu dan kembali ke masa lalu. Namun, suara di luar sana kembali menggoyahkan keyakinan Zemira.
"Zemira, apa yang kau lakukan? Aku dan Zafira sudah kembali."
Atlas. Zemira sangat mengenal suara itu. Anehnya, sebelum ini juga Zemira pernah mendengar kalimat yang sama. Atlas dan Zafira pergi ke toko roti karena Zafira merengek minta ditemani.
Gadis itu terduduk dan terus menatap dirinya di cermin. Zemira masih ingin menyangkal bahwa ia tidak sedang mengalami keajaiban, tetapi sejauh ini teori itu memang terbukti.
"Zemira, kau baik-baik saja? Apakah aku boleh masuk?"
Pertanyaan yang sama karena di situasi sebelumnya Zemira baru saja terbangun setelah ketiduran.
"Ya, Atlas, masuklah."
Zemira menghadap ke pintu dan lagi-lagi ia terkejut atas kehadiran Atlas yang masih segar di ingatannya. Kemeja hitam yang sama, seikat bunga mawar di tangannya, serta wajah semringah dan senyum hangat Atlas yang tidak ada bedanya dengan ingatan Zemira. Gadis itu sulit mempercayai bahwa ia kembali ke masa lalu. Karena untuk semua hal yang telah ia alami sampai percobaan bunuh diri disebut mimpi, Zemira merasa itu juga memiliki kemungkinan kecil. Mimpi seperti apa yang begitu panjang dan setiap detailnya terlalu menyakitkan untuk Zemira?
"Kau baik-baik saja?"
"Ya. Aku hanya tertidur setelah menyiram lavender itu."
Zemira menunjuk pot lavender yang telah membantunya terjaga tadi.
"Baguslah. Saat aku pulang dari toko roti, aku melewati toko bunga dan teringat padamu. Kau suka?"
Senyum Zemira muncul dengan terpaksa saat menerima pemberian Atlas. Perasaannya semakin kacau karena tahu semakin ia menyangkal, bukti bahwa ia mengulang waktu terus bermunculan. Atau ... ia memang telah hilang akal sehingga mempercayai sesuatu yang sangat mustahil itu.
"Ya, aku suka. Terima kasih. Kau menikmati perjalanan tadi bersama Zafira?"
Bahkan tanpa Zemira sadari, ia juga mengatakan hal yang sama seperti di masa lalu.
"Tentu. Pemandangan di sini sangat indah. Di daerah kita tinggal akan sangat jarang menemui pepohonan rindang."
Lagi, Zemira mengulas senyum terpaksa. Ini adalah kali pertama ia mengajak Atlas pulang ke rumah orang tuanya. Walau hanya berjarak sekitar dua jam, tetapi perubahan suasananya cukup drastis. Di sana termasuk dataran tinggi, sehingga cuaca lebih sejuk dibanding kota tempat Zemira bekerja. Dan ia mengajak Atlas ke sana dalam rangka memperkenalkan calon pasangan hidupnya pada keluarga.
Hanya saja Zemira sangat tidak mengerti jika ia memang diberikan keajaiban, mengapa ia kembali ke hari itu.
"Syukurlah kau suka di sini. Kau nyaman mengobrol dengan Zafira?"
"Ah, aku sangat menyukainya. Dia gadis yang ceria dan ramah. Sepanjang jalan dia terus penasaran bagaimana kita bisa bertemu dan menjalin hubungan."
Satu tangan Zemira mengepal melihat raut wajah Atlas yang senang saat menceritakan tentang Zafira. Mereka baru bertemu dan sudah menjadi akrab. Zemira di masa lalu juga tidak percaya hal itu, tetapi memilih mengabaikan insting negatifnya dan beranggapan sebagai calon ipar itu adalah hal yang normal.
Apakah mulanya dari sini?
"Bisakah kau keluar lebih dulu? Aku akan menyegarkan diri dan menyusul."
"Tentu saja. Aku akan menunggu di luar, Sayang."
Kecupan yang mendarat di kening Zemira rasanya tidak seperti dulu lagi. Gadis itu masih bergetar terhadap sentuhan Atlas, tetapi bukan karena senang atau semacamnya, melainkan marah pada Atlas yang tega mengkhianatinya.
Zemira kembali sendiri setelah kekasihnya meninggalkan kamar. Masih berusaha mendapatkan lebih banyak pencerahan, Zemira duduk di dekat jendela dan menatap pot lavender bergantian dengan buket yang Atlas beri tadi. Semua itu nyata dan Zemira tahu ia tidak kehilangan akal. Wangi manis mawar serta lavender yang menenangkan itu bukanlah delusi. Zemira saat ini masih bisa mengingat semua kenangan masa kecilnya, yang mustahil terjadi jika saja ia benar-benar tidak waras.
Zemira jadi teringat kata-kata terakhirnya di tebing, ia meminta pada Tuhan untuk memiliki jalan takdir sesuai yang ia inginkan. Zemira mengiba agar bisa mengatur ulang kehidupannya sehingga ia tidak perlu berantakan seperti itu. Dan Zemira kini yakin Tuhan memang memberinya keajaiban yang mustahil. Ia benar-benar hidup lagi setelah tenggelam. Ia kembali ke masa lalu yang mungkin saja menjadi titik awal dari perselingkuhan Atlas. Tidak peduli ini sungguh kehidupan keduanya, atau Tuhan hanya memberinya mimpi indah sejenak.
Gadis itu tertawa, sekaligus meneteskan air mata. Masih tidak menyangka bahwa ia punya kesempatan mencegah hal-hal buruk di kehidupan sebelumnya, walaupun hanya sekadar satu hari saja. Deretan penyiksaan verbal dari kedua orang tuanya dan Zafira, serta luka yang Atlas beri tidak akan Zemira maafkan begitu saja. Kebencian dan amarah Zemira bergumul, pengkhianatan itu sangat menyesakkan untuknya. Zemira tidak ingin mengalaminya lagi. Dan ia sudah memutuskan akan memilih jalan yang berbeda dengan masa lalunya. Zemira juga sudah lelah menjadi pihak yang selalu mengalah dan ditekan. Tuhan sudah bermurah hati memberinya kesempatan, maka Zemira yang baru saja terlahir kembali akan melakukan semua yang terbaik untuk dirinya sendiri.
Dan hal itu segera dimulai oleh Zemira, karena tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang pasti tidak akan datang dua kali.
Hari masih senja, waktunya untuk menyiapkan makan malam. Ia tiba tadi pagi dan memutuskan menginap semalam bersama Atlas. Momen ini akan Zemira jadikan kesempatan untuk membandingkan kejadian masa lalu dan masa kini.
"Kakak, kau sudah mandi? Mana gaunmu tadi? Berikan padaku, ya? Aku menyukainya."
Zemira yang baru keluar dari kamar disambut oleh permintaan Zafira. Gadis itu berusaha tidak terkejut bahwa adegan tersebut sudah pernah terjadi sebelumnya.
"Setelah kuingat-ingat, kau memang selalu menyukai milikku, ya."
Sekilas Zemira menatap Atlas yang terduduk di sofa ruang tamu, lalu memperhatikan ekspresi Zafira yang mendadak tidak enak.
"Kau kan kakakku. Apa yang kau miliki juga akan jadi milikku. Benar kan, Ayah, Ibu?"
Zafira menatap kedua orang tuanya dengan ceria.
"Tentu saja, Zafira. Kau berhak mendapatkan apa pun dari kakakmu."
Sang ibu bahkan enggan bertanya apakah Zemira bersedia memberikannya atau tidak. Gadis itu tersenyum, karena di masa lalu tidak ada dialog seperti barusan. Ia langsung menyerahkan gaun itu, membiarkan Zafira mengenakan gaun yang sejak lama Zemira idam-idamkan, tetapi tak bisa langsung ia miliki karena harus menabung lebih dulu. Hari ini Zemira sengaja mengenakannya agar terlihat mengesankan bagi Atlas. Dulu Zemira tidak tahu bahwa semua hal yang ia lakukan hanyalah sia-sia semata. Zemira sepuluh bulan lalu terlalu lugu untuk mengerti bahwa sekeras apa pun berusaha, hati seseorang tetap saja tidak akan tergenggam sekali pun orang itu sendiri yang mulanya memberikan.
Zemira menyentuh lengan adiknya, lalu berkata, "Jika kau begitu menyukainya, tunggulah sampai aku bosan. Nanti akan kuberikan padamu secara sukarela."
Termasuk kekasihku, Zafira.
Jawaban Zemira membuat Zafira kesal. Itu adalah penolakan pertama yang ia dapatkan. Biasanya Zemira akan langsung memenuhi keinginan Zafira, tanpa terkecuali. Dan melihat kilas keterkejutan di mata kedua orang tuanya, Zemira sedikit puas.
"Kau tidak akan memberikannya?"
"Akan kuberikan kalau sudah bosan memakainya, Zafira."
"Kakak-"
"Sudah, Zafira, kemarilah. Jangan merengek begitu. Nanti Ibu akan membelikanmu gaun yang lebih cantik."
Dan uangnya berasal dariku, sahut Zemira dalam hati dengan senyum mengejek.
Zafira mengentakkan kaki sebelum meninggalkan Zemira. Sang ibu tidak ingin ada debat berlebihan di hadapan orang lain, wajar saja jika ia buru-buru menghentikan Zafira.
"Sudah waktunya memasak."
Apa pun yang Nora katakan, dulu adalah hal mutlak untuk Zemira. Namun, kini tidak lagi. Ia akan memberontak sekuat tenaga demi melepaskan belenggu yang menyiksanya selama bertahun-tahun. Zemira sudah cukup menghabiskan kurang lebih dua puluh tahun waktunya untuk menyenangkan orang lain. Walau hanya untuk hari ini saja ia memiliki kehidupan kedua itu, Zemira akan menikmatinya dengan sangat baik.
"Ah, Ibu, aku sedang tidak ingin ke dapur. Aku ingin berjalan-jalan."
"Lalu makanannya?" Nora terdengar kesal.
"Ada Ibu dan Zafira, bukan? Sesekali bagaimana kalau kalian yang memasak untukku?"
Gadis itu tersenyum lebar sebelum meninggalkan semua orang di ruang tamu. Zafira dan Nora tidak percaya Zemira berani menolak perintah, keduanya ingin mengumpat pada gadis itu, tetapi terpaksa menahan diri karena ada Atlas.
"Aku akan menyusul Zemira, Bibi."
"Ya, susullah. Suruh dia segera kembali dan menyiapkan makan malam," titah Arvan.
Setelah kepergian Atlas menyusul Zemira, tiga orang di ruang tamu itu saling tatap. Mereka merasakan ada perbedaan pada Zemira, tetapi ketiganya menepis prasangka itu karena yakin nanti Zemira akan kembali menjadi gadis penurut.
Menjadi anak terbuang di depan panti asuhan bukanlah pilihan Zemira, tetapi ia mensyukuri kehidupan di sana. Terkadang ia bersedih kala mengingat tidak tahu siapa orang tua kandungnya. Namun, cahaya berpendar menghampiri gadis itu. Nora dan Arvan yang sudah lama menikah dan belum mendapat keturunan berencana untuk mengadopsi seorang anak. Pertemuan sepasang suami istri itu dan Zemira berjalan lancar, hingga ke tahap penyelesaian surat-surat. Zemira yang baru berusia delapan tahun merasa sempurna telah memiliki orang tua baru, ditambah lagi ia mendapatkan kasih sayang tak terhingga.
Namun, seperti bunga yang mulai layu, Zemira perlahan-lahan kehilangan perhatian kedua orang tuanya yang lebih mengutamakan kehadiran tidak terduga janin di rahim Nora. Zemira kecil mulai tersisihkan, selalu salah, menjadi pelampiasan ketika kedua orang tuanya lelah, bahkan setelah Zafira lahir beban Zemira bertambah. Setiap kali Zafira jatuh saat bermain, Zemira yang dimarahi. Peran Zemira sebagai seorang kakak sangat menguras tenaga, Zafira pun selalu tamak pada setiap mainan yang Zemira punya.
Kini Zemira merasakan kelegaan luar biasa setelah sekian lama. Ia seperti mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan yang selama puluhan tahun lenyap dari dirinya. Gadis itu tidak tahu bahwa sedikit pemberontakan ternyata bisa membuatnya senang.
"Zemira, tunggu! Kau mau ke mana?"
Langkah Zemira terhenti, matanya terpejam sejenak saat embusan angin menerpa wajahnya.
"Zemira, kenapa kau meninggalkan rumah? Ayahmu menyuruh pulang untuk memasak."
Gadis itu membalik tubuh, kemudian tersenyum miris setelah mengetahui Atlas menyusul hanya untuk menyampaikan perintah Arvan.
"Kau juga berpikir bahwa harus aku yang menyiapkan makanan?"
"Apa maksudmu, Zemira?"
Laki-laki itu sudah berjarak sangat dekat dengan kekasihnya.
"Ada Zafira. Seharusnya dia bisa menyiapkan makanan untuk keluarga."
"Kudengar adikmu tidak bisa memasak."
Hati Zemira sakit. Baru sehari Atlas dan Zafira bertemu, tetapi kekasihnya bahkan bisa berpihak dengan cepat pada Zafira.
"Jadi harus aku yang melakukannya?"
Atlas berdecak tidak puas pada tanggapan Zemira.
"Kau kenapa, Zemira? Sikapmu agak aneh sejak keluar dari kamar."
Gadis itu kembali melangkah, menyusuri jalanan ditemani senja. Atlas mengiringi langkah Zemira, masih menanti jawaban dari kekasihnya yang belum bersuara sejak tadi.
"Zafira sangat cantik. Bagaimana menurutmu, Atlas?"
"Ya, dia cantik."
Zemira berusaha bertahan dari perih saat kekasihnya memuji gadis lain. Ia ingin menangis karena serentetan kenangan manis bersama Atlas pecah di benaknya, tetapi ia tahu harus menahan diri jika tidak ingin segalanya berantakan.
Ponsel Atlas berbunyi. Zemira mendengarkan dengan saksama saat laki-laki itu menyebut nama Zafira setelah terhubung dengan si penelepon. Degup jantung Zemira semakin cepat, menyadari jika di belakangnya dua orang itu telah menjalin komunikasi pribadi.
"Zafira menyuruh kita pulang karena waktu makan malam sebentar lagi."
Zemira tidak menjawab, ia sibuk melihat pepohonan sekitar yang terkena sinar senja.
"Zemira, kira harus pulang."
"Kenapa aku harus pulang?" Zemira menghentikan langkah dan tersenyum pada Atlas. "Aku tidak ingin pulang sekarang. Kalau kau mau, kau saja yang pulang. Tinggalkan aku sendiri."
Karena aku tidak akan mengikuti perintah kalian lagi.
"Tapi, Zemira-"
"Kau pilih saja, menemaniku atau kembali ke rumah. Aku tidak keberatan apa pun pilihanmu."
Tidak mengerti pada perubahan sikap Zemira, Atlas hanya menghela napas panjang karena tidak mampu berkata-kata lagi. Laki-laki itu lalu meraih tangan kekasihnya, menggengam erat, dan melanjutkan perjalanan menikmati sore.
Jika dulu ia ada di dapur sibuk memasak dan membiarkan adik serta kekasihnya mengobrol berdua, maka kali ini Zemira menciptakan perbedaan. Membayangkan betapa kesal orang-orang di rumahnya membuat Zemira menarik sudut bibirnya dengan puas.
Di kehidupan keduanya ini atau mimpi indah yang tidak masuk akal, Zemira akan mendapatkan bayaran atas semua rasa sakit yang ia tanggung di kehidupan sebelumnya. Zemira berjanji akan hal itu.
To Be Continued...
Ditulis oleh Putrie-W
Aku akan upload bab 5 satu jam dari sekarang. Jadi, jangan lupa berikan bintang untuk bab ini;)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro