13. Act Fool
Pekerjaan Zemira lebih melelahkan dari sebelumnya karena sikap ketiga tuan muda yang berbeda dengan masa lalu. Satu langkah berbeda yang Zemira ambil ternyata mampu mempengaruhi orang-orang sekitar, dengan kata lain hidup dan perlakuan orang pada gadis itu pun ikut berubah. Ketimbang menyesalinya, Zemira berusaha untuk selalu mengingat dan bersyukur bahwa ia mendapat keajaiban itu untuk mencegah penindasan lebih lanjut dari Atlas maupun keluarganya. Saat ini Atlas masih mencintainya, tetapi dengan Zafira yang bergerak seperti di masa lalu, Zemira yakin tidak lama lagi perasaan laki-laki itu akan berkurang. Pada akhirnya Atlas akan sepenuhnya jatuh ke pelukan Zafira dan membuat Zemira terjerembab kesedihan seorang diri jika ia tidak mengambil langkah maju.
Atau mungkin sudah.
Zemira merasa miris pada pemikirannya barusan. Ia teringat bahwa semalam Atlas berbohong, bahkan sampai malam ini laki-laki itu tidak mengaku sudah bertemu Zafira tanpa memberi tahu Zemira. Bahkan Atlas mengingkari janjinya untuk datang dengan alasan seorang temannya sedang butuh bantuan. Zemira tidak tahu apakah laki-laki itu berbohong atau tidak. Gadis itu benci walau hanya sekadar membayangkan bahwa Atlas dan Zafira tengah bersama saat ini. Hal itu hanya menyayat dada Zemira karena ia seperti orang bodoh yang tidak tahu bahwa kekasihnya sedang bermain-main dengan gadis lain.
Gadis itu sudah sangat kehabisan tenaga, ia akan berhenti memikirkan Atlas untuk sesaat.
Saat Zemira akan mengakhiri waktu kerjanya dan kembali ke paviliun, Kai muncul di dapur. Zemira merasa prihatin karena lebam Kai belum hilang, di saat bersamaan ia juga merasa kesal saat ingat apa yang tuan muda itu lakukan padanya. Tentu saja itu bukan ciuman pertama Zemira, tetapi mengingat siapa Zemira dan siapa Kai, gadis itu merasa sangat berdosa. Belum lagi jika Nata mengetahuinya, Zemira yakin tuan muda dingin itu akan mengamuk pada Kai. Yang sebenarnya Zemira pun tidak tahu jelas alasan mengapa Nata cukup sensitif jika Kai atau Shaquille dekat-dekat dengannya.
"Tuan, Anda membutuhkan sesuatu?"
Nata memang sudah memberi keringanan untuk Zemira, nyatanya gadis itu tidak benar-benar bisa mengabaikan Kai kali ini. Zemira merasa berdosa jika terus-menerus menutup mulutnya saat Kai berusaha mencairkan suasana, dengan catatan gadis itu belum sepenuhnya memaafkan sang tuan.
"Kau."
"Ya?"
"Aku membutuhkanmu, Zemira."
Gadis itu mendesis panjang, menyabarkan diri menghadapi Kai yang sangat jarang bersikap serius.
"Tuan, saya mohon berhentilah mengganggu saya."
"Maafkan aku untuk yang semalam."
"Kembalilah ke kamar jika Anda tidak butuh apa-apa."
"Kau membuatku kesulitan tidur, Zemira."
"Selamat malam, Tuan."
Rencana pelarian Zemira tidak semudah itu. Kai menghadang Zemira, bahkan ketika gadis itu nekat menerobos tubuh Kai, sang tuan muda berhasil menyudutkan Zemira ke dinding.
"Diamlah atau kau harus kupeluk agar tidak bisa lari dari sini."
Itu adalah pilihan yang mampu membuat Zemira terdiam. Kai ada di depannya, berjarak sangat dekat, tetapi ia tidak menyentuh Zemira sedikit pun. Gadis itu sudah lebih dulu memeluk diri sendiri, seolah-olah berlindung dari ancaman predator. Kai tahu ia tidak boleh tertawa melihat reaksi Zemira dan yang hanya bisa ia lakukan adalah menunduk sejenak sambil membekap bibirnya. Zemira tidak boleh lebih marah lagi dari ini, atau Kai yang akan makin kesulitan menangani gadis itu.
"Aku tidak akan berbuat aneh-aneh padamu."
"Katakan saja Anda ingin apa sampai menahan saya seperti ini."
"Maafmu."
"Saya maafkan. Sudah? Biarkan saya pergi."
Baru saja Zemira mengambil satu langkah, ia kembali mundur karena Kai merentangkan kedua tangannya. Tidak perlu penjelasan, Zemira paham apa maknanya. Sepertinya ia akan cepat menua karena emosinya terus dibuat naik turun.
"Apa lagi, Tuan?"
"Sebagai seorang gadis, tidak bisakah kau sedikit lebih lembut, Zemira?"
"Saya lembut pada orang yang pantas mendapatkan."
"Dan aku tidak?"
"Anda tahu jawabannya, Tuan."
Kai mendengkus.
"Katakan apa yang kau inginkan agar bisa memaafkanku."
"Tidak ada."
"Perhiasan?"
"Tidak."
"Pakaian baru?"
"Saya tidak tertarik."
"Ponsel terbaru?"
"Ya Tuhan. Anda membuat saya lelah, Tuan."
"Kau juga membuatku lelah, Zemira. Tidak ada gadis yang bisa mengabaikanku, tapi kau melakukannya."
Zemira tidak tahu haruskah ia merasa senang dan bertepuk tangan atas ucapan Kai barusan. Ia sudah sangat merasa kemampuannya untuk berdiri dan meladeni Kai nyaris habis tanpa sisa. Hanya ingin pergi ke kamar dan menyegarkan diri lalu berisitirahat saja sekarang ini sangat sulit bagi Zemira. Kai yang berdiri tanpa berniat mundur membuat Zemira nyaris putus asa harus bagaimana. Laki-laki itu tidak melecehkannya, bahkan sekadar menyentuh pun tidak, jadi mustahil bagi Zemira untuk memberi perlawanan berlebihan.
Tindakan berlebihan hanya akan merugikan Zemira, statusnya yang berbeda jauh dengan Kai juga tidak akan memberikan keuntungan apa pun bagi gadis itu.
Haruskah aku berpura-pura pingsan?
Karena Kai, Zemira jadi berpikir hal aneh.
"Begini saja Tuan." Dengan berat hati Zemira harus mengikuti kemauan Kai. "Berikan saja apa saja. Saya akan memaafkan Tuan setelah itu. Saya berjanji. Tapi Anda pun harus mau membiarkan saya pergi saat ini."
"Bukan begitu cara mainnya, Zemira. Kau yang katakan, aku yang akan mengabulkannya."
Kali ini Zemira tidak bisa menahan diri, ia membekap bibir, lalu mengerang seperti seorang wanita yang tengah menjalani proses melahirkan. Mulanya Kai terpaku, selanjutnya ia terbahak-bahak karena menyadari saat ini gadis di hadapannya tengah frustrasi. Karena tidak ingin membangunkan seisi rumah, Kai buru-buru menghentikan tawa, terlebih lagi karena Zemira sudah selesai mengerang dan tengah menatap Kai dengan wajah suram.
"Kau ingin ini cepat berakhir, bukan? Berpikirlah sebentar tentang apa yang benar-benar kau inginkan. Uang, barang, bantuan, apa pun. Aku bersungguh-sungguh ingin memberimu sesuatu.
Bantuan.
Satu kata itu seketika membuat Zemira tertarik. Kakinya yang tadi sangat lemas, kini kembali berdiri dengan tegak. Wajahnya yang sudah kuyu, kini berseri bagai mawar yang bergerak mekar. Kai terkejut melihat perubahan ekspresi Zemira walau gadis itu belum mengatakan apa-apa.
"Apa saja, Tuan? Sungguh?"
"Aku bersumpah. Katakan saja."
Senyum Zemira merekah. Tuhan sepertinya sungguh menyayanginya. Semalam Zemira mendapatkan ide untuk menyewa seorang detektif, tetapi Zemira bingung ketika mencari informasi lewat internet rata-rata biaya yang harus dikeluarkan untuk menyewa detektif swasta terbilang cukup mahal. Mengorbankan gajinya selama beberapa bulan penuh untuk mencari bukti perselingkuhan Atlas dan Zafira rasanya masih sangat disayangkan untuk Zemira. Dan sekarang kesempatan emas itu datang. Jika dibilang memanfaatkan Kai, Zemira akan terima itu. Tidak masalah untuknya apa pandangan tuan muda itu ke depannya, yang jelas Zemira tidak akan melepaskan penawaran yang Kai berikan.
"Saya mungkin akan terlihat menjijikkan karena memeras Anda, Tuan."
"Aku tidak masalah selagi itu kau, Zemira. Katakan berapa yang kau inginkan?"
Kedua sudut bibir Kai tertarik, sangat ingin tahu pada jumlah yang gadis keras kepala itu inginkan. Namun, tentu saja Kai tidak bisa dipuaskan secepat itu oleh Zemira, ia lagi-lagi tertampar oleh fakta bahwa Zemira memang berbeda dengan gadis-gadis yang pernah ada di sekitarnya. Bukan uang tunai yang Zemira inginkan, tetapi ....
"Sewakan saya seorang detektif."
"Kau ingin menyelidiki siapa, Zemira?"
Kening Kai mengerut.
"Dan Anda tidak boleh bertanya apa pun tentang penyelidikan itu."
Kai tersenyum lebar sambil mengangguk-angguk pelan, ia semakin penasaran pada gadis itu.
"Kau hanya ingin disewakan detektif? Bukan masalah. Akan kuberikan berita baiknya segera untukmu."
"Anda akan menepati janji, bukan?"
"Tentang detektif? Tentu saja. Tapi aku tidak berjanji bisa menahan keingintahuanku tentang orang yang ingin kau selidiki."
Zemira belum puas pada jawaban Kai, tetapi laki-laki itu sudah lebih dulu meninggalkannya dan sempat memberikan Zemira seringai yang sudah pasti membuat gadis itu gelisah. Kai akan tahu tentang Atlas dan Zafira, otomatis bagian kelam dari hidup Zemira juga akan terumbar. Namun, untuk melawan pun Zemira tidak bisa, ia terlalu tahu diri bahwa tanpa Kai rencananya tidak akan berjalan mudah.
Hari demi hari berat berhasil Zemira lalui. Mulai dari Nata yang memaksanya menerima parfum mahal, Zemira yang kembali berhadapan dengan Nata saat ia ketahuan hendak pergi bersama Kai untuk menemui detektif, Shaquille yang protes kenapa Zemira mau pergi dengan Kai, Atlas yang gelisah melirik ponselnya saat pergi untuk pengubahan nama tanah, dan orang tuanya yang berkali-kali menelepon untuk meminta uang karena Zemira sudah gajian. Tidak hanya itu, Zafira juga mengirimkan pesan agar Zemira segera memberi uang karena Zafira ingin membeli pakaian baru dan pergi ke salon.
Gadis itu menghela napas panjang. Di masa lalu ia tidak akan sampai diteror separah ini oleh keluarganya karena Zemira akan segera mengirimkan uang.
"Kau terlihat sangat lelah akhir-akhir ini, Zemira. Ada masalah apa?"
Zoe duduk di sebelah Zemira yang sedang terpaku menatap langit biru.
"Ketiga tuan muda makin hari makin aneh saja. Itu cukup menguras tenagaku, Bibi."
"Kau benar. Aku juga heran kenapa mereka seperti itu padamu. Ketiganya seolah-olah merebutkan sebuah mainan lucu."
Zemira tersentak. Mainan. Iya, benar saja. Mungkin bagi Nata, Kai, dan Shaquille, Zemira hanyalah mainan yang cukup menyenangkan untuk dilempar ke sana-kemari. Tentu saja sejauh ini yang paling parah adalah Kai. Dengan alasan detektif sewaan itu, Zemira harus sering terlibat dengannya. Di malam hari Kai sering mengirimi Zemira pesan dan jika gadis itu tidak membalasnya, Kai bisa mengirimkan puluhan pesan dalam hitungan menit.
"Jika mereka menganggapku mainan, mereka akan segera bosan."
"Kuharap mereka tidak makin menyusahkanmu. Oh, iya, kenapa kau tidak pulang ke rumah orang tuamu, Zemira? Jika aku tidak salah ingat, ini adalah akhir pekan keempat kau tidak pulang."
Gadis itu tersenyum masam. Pulang. Ke mana? Ke rumah yang mungkin sama dengan neraka itu? Zemira sedih membayangkannya. Paviliun pelayan adalah satu-satunya rumah yang Zemira akui saat ini, pun salah satu alasan Zemira tetap bertahan di sana walau para tuannya cukup menguji kesabaran.
"Aku hanya merasa mereka tidak ingin melihatku di rumah. Mereka hanya butuh uangku."
"Zemira ...."
Tatapan Zoe dipenuhi iba. Zemira tertawa kecil untuk mencairkan suasana.
"Tidak apa-apa, Bibi. Aku sudah terbiasa. Ada Bibi yang sudah seperti ibuku, aku tidak akan merasa sedih."
"Kau benar."
Wanita itu memeluk Zemira, mengusap-usap punggung gadis itu penuh sayang. Pelukan itu terlepas karena dehaman seseorang. Zoe segera berdiri, begitu juga dengan Zemira saat melihat Kai. Keduanya kompak memberi salam.
"Tuan, Anda membutuhkan sesuatu? Bukankah ada Miria di dalam?" Zoe menyebutkan nama salah seorang pelayan.
Ini adalah waktu istirahat Zoe, untuk itu ia tidak khawatir saat menemani Zemira. Namun, karena Kai sampai datang ke paviliun, Zoe cemas jika ada yang tak beres di dalam.
"Oh, bukan begitu. Aku sudah punya janji dengan Zemira."
"Benarkah, Zemira?"
Gadis itu hanya mengangguk. Sesaat Zoe mengamati Kai dan Zemira bergantian.
"Maaf karena saya lancang, Tuan. Zemira hanya gadis lugu. Saya sudah menganggapnya sebagai putri saya. Tolong jangan mempermainkannya."
Zemira tidak menyangka Zoe akan bicara begitu. Tentu saja itu ucapan yang terkategori sangat lancang. Jika Nata, bisa saja Zoe langsung dipecat.
"Bibi, ini urusanku dengan Zemira. Dia sudah dewasa untuk tahu sedang dipermainkan atau tidak, bukan?"
Baik Zemira maupun Zoe hanya mampu mengangguk. Mereka tidak punya kekuatan di hadapan yang berkuasa. Zemira sudah cukup banyak membantah Nata dan Kai akhir-akhir ini, ia khawatir jika memancing kemarahan para tuannya, tidak akan ada kebaikan yang datang.
"Maafkan kelancangan saya, Tuan. Saya undur diri."
Kai mengangguk.
"Kau sudah siap?"
"Sudah, Tuan."
"Dengan pakaian seperti itu?"
"Ini yang terbaik di lemari saya."
Kai mendengkus tidak puas. Kaus itu terlalu buruk dipakai seorang gadis yang akan berjalan di sisi seorang Kai Mahatma Flarion.
"Sudahlah. Nanti kita akan pergi membeli pakaian dulu."
"Tapi, Tuan, kita hanya akan mengintai mereka."
"Kau ingin membantahku?"
Nyali Zemira ciut. Ia segera mengambil tas dan mengikuti Kai. Gadis itu berdebar hebat saat naik ke mobil mewah tuannya. Jika dihitung dengan masa lalu, ini adalah kali ketiga Zemira merasakan kecepatan mobil yang tak akan pernah ia miliki.
Gadis itu memandang kosong ke jalanan setelah Kai mengubah penampilan Zemira di butik barusan. Ada banyak hal yang tidak berjalan seperti masa lalu. Zemira terkadang berpikir adakah bayaran untuknya yang sudah mengubah takdir.
"Kau bersedih karena kekasihmu berselingkuh, ya?"
"Itu wajar, bukan?"
Kalau bukan karena Kai menjanjikan Zemira untuk turut membuntuti Atlas hari ini, tentu gadis itu tidak bersedia pergi bersama. Untungnya Nata hari ini tidak di rumah, sehingga Zemira tidak perlu uji nyali saat ketahuan pergi dengan Kai.
"Apa yang kau harapkan, Zemira? Kau tinggal mengakhirinya, bukan?"
"Saya ingin mencari bukti, Tuan, agar keadaan sepenuhnya bisa saya kendalikan saat meminta perpisahan."
Kai tidak menjawab lagi, ia fokus mengemudi menuju lokasi yang detektif itu berikan. Mereka tiba di sebuah restoran berkonsep semi outdoor. Mereka sudah menerima titik posisi Atlas, sehingga tidak kesusahan untuk mencari target serta dengan mudah menjaga jarak. Kai turut menatap objek yang Zemira pandang; Atlas dan Zafira. Gadis bergaun putih polos selutut itu terlihat tegang saat dua orang di meja depan sana sedikit demi sedikit mendekatkan wajah. Napas Zemira nyaris putus ketika bibir Atlas dan Zafira sedikit lagi bersentuhan. Namun, gadis itu hanya melihat kegelapan karena telapak tangan besar Kai menutupi mata Zemira.
"Kau tidak seharusnya melihat itu, Zemira. Jangan pernah. Kumohon, jangan."
Air mata Zemira meluncur. Entah karena sakit hati melihat kebersamaan Atlas dan Zafira ... atau tersentuh pada cara Kai yang melindunginya dari pemandangan menjijikkan itu.
To Be Continued...
Ditulis oleh Putrie-W
Padahal Zemira jadi rebutan para tuan, tapi malah sakit hati sama cowok sejenis Atlas🙄
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro