12. Sibling Discord
"Kau lebih menarik dari yang aku bayangkan, Zemira. Bolehkah aku mengejarmu?"
Mendengar permintaan bernada sensual itu, Zemira kesulitan bereaksi selama beberapa saat. Tubuhnya membatu di tempat, sementara debar dalam dadanya bertambah keras sesaat setelah pertemuan bibir mereka tadi. Butuh waktu untuk Zemira mengambil alih kesadaran dirinya, lalu bergegas berdiri dari menindih sang tuan. Pakaiannya segera dirapikan seperti semula, tetapi jejak-jejak gugup kian melingkupinya. Sementara Kai tampak tersenyum tipis melihat bagaimana sikap panik Zemira sekarang ini.
"Anda sudah melanggar batas, Tuan." Zemira memberitahu, dengan suara yang gemetar. Meski raut marah ia tunjukkan, Kai malah semakin memperlebar senyumnya.
"Kau bersemu beberapa menit lalu, dan sekarang berpura-pura marah, Zemira?" balas Kai, yang membuat Zemira semakin kebingungan di antara geramnya karena sikap Kai tadi.
"Saya ... sudah punya kekasih, Tuan! Anda jangan samakan saya dengan para wanita yang sudah Anda ajak kencan. Saya ... tidak suka dengan sikap Anda yang semena-mena melecehkan saya!" Zemira semakin mempertegas suaranya, agar kemarahannya bisa terbaca oleh Kai.
Namun, seperti tidak berdosa sama sekali, pria itu tetap tenang dengan senyum yang masih bertahan di bibirnya.
Zemira merasa percuma berurusan dengan pria seperti Kai yang tidak akan mengerti bagaimana pemikiran gadis seperti Zemira. Jadi, ia mengumpulkan semua obat-obatan ke dalam kotak P3K dengan kasar, sengaja menimbulkan bunyi-bunyian yang membuat Kai semakin tersenyum. Gadis itu berlalu, tanpa sempat menoleh lagi pada Kai walau sebentar pun. Ia menutup pintu, sedikit lebih kuat dari biasanya, lalu berjongkok dengan jemari menyisiri rambut penuh penuh penekanan.
Memori Zemira memutar ulang kejadian tadi. Walau bibir mereka hanya bertemu selama tiga detik, tetapi Zemira tidak bisa melupakan sensasinya. Ia merutuk diri sendiri, karena pipinya terasa menghangat setelah 'kecelakaan' itu. Tidak seharusnya begitu! Zemira jijik dengan perselingkuhan Atlas dan Zafira, dan sudah sepatutnya Zemira juga turut benci pada diri sendiri yang juga telah berciuman dengan pria lain—walau itu bukan kemauannya sendiri!
"Zemira!"
Gadis itu tengah frustrasi, ketika dua panggilan berbeda terdengar bersamaan. Ia segera berdiri, sembari menoleh ke kanan yang terdapat sosok Nata mendekat, serta sisi kirinya yang telah diisi oleh Shaquille.
"Ikut denganku, Zemira!" ucap Nata dengan tegas, sembari meraih lengan gadis itu setelah dekat dengan posisi Zemira sekarang.
Sementara Shaquille yang sudah lebih dulu berada di samping Zemira, turut menahan lengan lainnya agar gadis itu tidak diseret paksa oleh si sulung. Meski mendapat lirikan tidak suka dari sang kakak, Shaquille tetap memberanikan diri membalas tatap penuh tantangan pada Nata.
"Kau sudah melukai Zemira. Apa lagi yang ingin kau lakukan pada gadis ini, Nata? Aku yang akan mengobatinya. Kau seharusnya menemui Kai sekarang untuk meminta maaf," ucap Shaquille penuh penegasan.
"Kau siapa yang berani-beraninya memberiku perintah? Aku punya urusan yang lebih penting dengan Zemira," balas Nata, sembari menarik lengan Zemira sehingga gadis itu tersentak ke kanan.
Shaquille tidak ingin kalah, ikut menarik Zemira hingga berdiri di sampingnya. Pria itu turut melepaskan cekalan Nata dari tangan Zemira, lalu berdiri di antara sang kakak dan si pelayan.
"Apa urusan penting itu? Pemecatan Zemira? Aku tidak akan membiarkanmu memecat Zemira, Nata!" kata Shaquille tanpa gentar sedikitpun.
"Apa yang anak kecil sepertimu bisa lakukan untuk mencegahku, hah? Kau bahkan tidak bisa mengatur disiplin dirimu sendiri, dan ... kau ingin mengaturku? Kembali ke kamarmu untuk belajar!" Nata memberikan titah, sembari berniat untuk meraih kembali lengan Zemira, tetapi Shaquille memukul lengannya cukup kuat.
"Aku ... akan ikut Zemira jika kau benar-benar memecatnya?"
Nata mengerutkan kening dengan senyum tipisnya muncul begitu cepat, seolah meledek ucapan sang adik.
"Kau bahkan tidak bisa menghasilkan uang sendiri, Shaquille. Bagaimana kau akan mengisi perutmu? Semua uang yang kau terima, harus selalu melalui persetujuanku. Bagaimana kau bisa mempertahankan hidupmu, jika bukan atas izinku, hah?"
Meski ancaman Nata berhasil menggentarkan keberanian Shaquille, tetapi si bungsu tampaknya tidak mau mengalah sedikitpun. Sehingga Nata mendengkus kasar, lalu melirik Zemira yang tampak kebingungan di belakang punggung sang adik.
"Selesaikan urusanmu dengan Zemira selama lima menit," kata Nata selanjutnya. Shaquille tampak merasa lega mendengarnya, walau hanya sebentar. "Zemira harus ke kamarku setelah urusan kalian selesai." Setelah kalimat itu terucap, Nata memutus perdebatannya dengan sang adik malam ini. Ia berbalik, memasuki kamarnya, meninggalkan Shaquille dan Zemira di depan kamar Kai.
Shaquille melirik jam tangan, lalu membawa Zemira ke kamarnya. Ia mendudukkan gadis itu di kursi belajar, kemudian memindahkan kotak obat ke atas mejanya.
"Apa sangat sakit? Kau ... tampak syok, Zemira." Shaquille bertanya penuh kekhawatiran. Ia membuka kotak obat, lalu terdiam.
Shaquille bahkan tidak tahu jenis-jenis obat di sini, dan bagaimana cara melakukannya. Meski demikian, pemuda itu tampak percaya diri mengandalkan internet untuk mencari tahu. Waktunya hanya lima menit, jadi Shaquille tidak bisa membuang waktu sia-sia.
"Buka bajumu, Zemira!" pinta Shaquille buru-buru.
Zemira tampak sensitif dengan ucapan pemuda ini setelah apa yang terjadi di kamar Kai. Ia secara spontan menyilangkan tangan depan dada, bersama tatap melotot mengarah lurus pada si majikan.
"A—aku tidak bermaksud buruk, Zemira. Aku hanya ingin mengobatimu." Shaquille meneduhkan tatapnya, agar gadis di depannya luluh.
"Tidak," tolak Zemira dengan penuh penegasan. Lalu teringat status, ia segera memperbaiki sikapnya dan mengulang penolakannya menggunakan nada yang lebih lembut. "Tidak perlu, Tuan. Luka saya tidak seberapa. Bibi Zoe, atau rekan sekamar saya bisa membantu nanti."
"Tetapi, Zemira ...."
"Tidak perlu khawatir," ucap Zemira, kali ini menerbitkan senyum agar Shaquille tidak mencemaskannya lagi. "Anda seharusnya tidak melawan Tuan Nata seperti tadi. Bagaimana jika Tuan Nata marah tidak terkendali, dan memukuli Anda seperti Tuan Kai nanti?"
"Persetan dengan itu, Zemira. Nata semakin menyebalkan dengan sikap arogannya. Aku tidak suka Kai yang selalu membawa wanita ke rumah ini, tetapi aku juga tidak suka sikap Nata yang membawa kekerasan dalam menyelesaikan masalah, sampai-sampai ... kau sekarang turut menjadi korbannya. Suara pukulannya bahkan terdengar jelas tadi. Kau tidak patah tulang karena Nata, 'kan?"
"Saya tidak masalah. Anda tidak perlu mengkhawatirkan saya, Tuan. Sebaliknya, Anda harus memperbaiki sikap mulai malam ini. Saya tidak mau Anda selalu menjadi objek amukan Tuan Nata setiap hari karena selalu bolos kuliah, dan tidak mengerjakan tugas."
"Kau benar-benar ingin mengundurkan diri?" tanya Shaquille dengan suara pelan. "Bukankah kau mengatakan bahwa kau tidak akan pergi dari rumah ini jika bukan Nata yang memecatmu? Aku ... akan berusaha agar Nata tidak memecatmu, Zemira, asalkan kau tidak mengundurkan diri."
"Menurut Anda, apakah Tuan Nata akan memaafkan orang yang sudah menentangnya? Tidak akan, Tuan Shaquille. Apalagi, saya secara jelas melawannya di depan semua orang. Saya tidak masalah jika dipecat—"
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja!"
"Tuan ...." Zemira melembutkan suara, karena perhatian dari tuan mudanya ini. "Bibi Zoe jauh lebih baik dalam mengurus dan menjaga Anda. Lagi pula, posisiku dalam waktu singkat akan diisi orang lain—"
"Aku ingin kau, Zemira, bukan Bibi Zoe atau orang lain!" Shaquille menolak tegas. "Biarkan aku yang bicara dengan Nata."
"Tidak perlu." Zemira ikut mempertegas ucapannya. "Saya harus menemui Tuan Nata sekarang." Gadis itu berdiri, sembari menutup kembali kotak P3K untuk ia bawa pergi. "Selamat malam."
Shaquille kehabisan kata-kata. Setelah kepergian Zemira, ia hanya bisa duduk di kursi yang ditempati gadis itu tadi, lalu menumpukan kepalanya pada meja belajar dengan lesu.
Meninggalkan kamar Shaquille, Zemira berpindah ke depan pintu kamar Nata. Tangannya sudah terangkat untuk menyentuh kenop, tetapi ia turunkan lagi ketika kegelisahan menghampirinya. Walau ini memang sudah menjadi risiko bagi Zemira, tetapi tetap saja ... kemarahan Nata selalu mendebarkan ketika dihadapi.
Lagi pula ... ini malam terakhir Zemira. Tidak masalah ia menampung amukan sang tuan untuk terakhir kalinya. Diawali helaan napas panjang, Zemira kembali menggenggam kenop pintu. Sekali putar, pintu tiba-tiba tertarik ke dalam ruangan dan terbuka lebar. Menampilkan sosok Nata yang sudah berdiri menghadap Zemira langsung.
"Kupikir kau terlambat datang," ucap Nata. Ia menepi, seolah mempersilakan Zemira untuk masuk. "Apa yang Shaquille katakan padamu? Dia seperti anak kecil yang akan kehilangan induknya, ketika kau ingin keluar dari rumah ini."
"Tuan Shaquille tidak mengatakan apa pun, Tuan," jawab Zemira. Ia berdiri menunggu kedatangan Nata di dekat sofa.
"Dia sangat menyukaimu, Zemira, mustahil jika Shaquille tidak meminta agar kau tidak jadi keluar dari rumah ini." Nata melewati Zemira menuju tempat tidurnya untuk mengambil sebuah bantal di sana, lalu kembali ke sisi Zemira, duduk di sofa. Pria itu menepuk sisi kosong di sampingnya sebagai isyarat agar si pelayan duduk di sampingnya.
"Ya ... memang, Tuan. Tuan Shaquille meminta saya untuk tetap di sini, tetapi ...." Zemira menggantung sebentar ucapannya ketika menerima perintah dari sang tuan untuk duduk di sofa. "Permintaan Tuan Shaquille tidak akan berarti apa-apa, karena Anda yang menentukan seseorang bisa tetap bekerja di sini, atau dipecat."
"Berbalik, Zemira!" pinta Nata, yang sangat berbeda dari topik mereka sebelumnya.
Gadis itu tampak kebingungan, setengah meragu menuruti perintah Nata. Namun, ia tetap membelakangi sang tuan dengan sedikit rasa penasaran.
"Buka bajumu."
"Hah?" Zemira sontak berbalik cepat pada Nata karena perintah aneh itu. Ia sedikit sensitif sekarang, setelah dari kamar Kai dan Shaquille, sehingga tangannya segera terlipat di depan dada.
"Aku harus bertanggung jawab atas kesalahan yang sudah kubuat. Buka bajumu, dan aku akan mengobatimu," jelas Nata tanpa beban. Pria itu memindahkan secara paksa kotak obat dari pangkuan Zemira ke atas pahanya.
"Tidak perlu, Tuan. Saya bisa mengobatinya sendiri. Saya juga bisa meminta bantuan teman sekamar saya untuk melakukannya. Anda tidak perlu repot—"
"Gunakan ini," ucap Nata tanpa mendengarkan penjelasan Zemira sedikit pun. Ia menyerahkan bantal tidurnya pada Zemira, dan secara ragu diterima gadis itu karena dipaksa oleh sang majikan. "Aku masih ingat bahwa kau sudah memiliki kekasih, jadi aku tidak akan melewati batas dari tanggung jawabku."
Zemira masih segan, tetapi Nata sudah memalingkan wajah ke arah lain seolah tidak menerima bantahan lagi. Gadis itu masih meragu ketika mulai membuka kancing seragamnya di depan. Sesekali, tangannya terhenti karena dilema, tetapi melihat bagaimana sulitnya Nata tertarik pada wanita, Zemira sedikit lebih berani pada pria ini dibandingkan Kai. Jadi, ia meneruskan pembukaan kancing seragam, hingga kain itu bisa dijatuhkan dari bahunya ke pinggang. Zemira memeluk bantal sebagai penghalau dingin, dan pembatas tatapan sang tuan.
Gadis itu tidak berani menoleh. Hanya mendengar bahwa kotak obat sudah dibuka, sehingga ia tahu bahwa Nata sekarang sudah tidak berpaling darinya. Zemira sedang berusaha menenangkan gugupnya, tetapi Nata seolah ingin meledakkan jantung gadis itu ketika ia melepaskan kaitan di punggung Zemira.
"Tuan?" Zemira memanggil syok, sembari menoleh pada Nata dengan panik.
Namun, Nata sama sekali tidak berniat untuk menanggapi. Matanya fokus pada kegiatan pengobatan sekarang, sementara Zemira semakin sulit menenangkan diri sendiri.
"Jadi, Zemira," ucap Nata tiba-tiba. "Mengenai permintaan Shaquille, apa kau akan tetap bekerja di sini, jika aku juga memintamu tetap bekerja di sini?"
Zemira menoleh sedikit, dengan kerut semakin dalam di keningnya. "Apa Anda mau memaafkan seseorang yang melawan Anda, Tuan?"
"Apa kau tidak mau dimaafkan, Zemira?"
"T—tidak ... m—maksud saya ... iya, Tuan. Saya ingin dimaafkan, tetapi ... saya sadar, bahwa kesalahan saya sepertinya sudah sangat fatal."
"Memang iya. Kau yang membangkang dari perintahku, sudah melanggar aturan di rumah ini, tetapi di sisi lain, kau juga menyelamatkan nyawa tuan yang lain: Kai, dan sebagai anggota keluarga dari orang yang telah kau selamatkan, aku wajib untuk memaafkanmu."
"T—terima kasih, Tuan. Terima kasih."
"Apa memang semudah ini memintamu untuk membuka baju, Zemira?" tanya Nata, yang sekali lagi berbeda dari topik sebelumnya.
Zemira sempat menoleh sedikit, mempertanyakan ucapan pria itu.
"Kupikir, kau mungkin harus dipaksa agar mau kuobati," lanjut Nata.
"Bukankah Anda yang memerintah, Tuan?" Zemira balas tanya. Ia keberatan dengan ucapan sang majikan yang terdengar menuduhnya seperti perempuan murahan, padahal beberapa menit lalul pria ini terdengar anti-ditolak.
"Jadi, apa jika aku memintamu untuk berbaring di tempat tidurku tanpa pakaian, kau mau melakukannya, Zemira?"
"Tuan ...." Zemira memanggil pelan, tetapi mengandung ketegasan. "Ucapan Anda membuat saya takut." Ia menjeda sesaat, lalu melanjutkan, "Saya memenuhi perintah Anda ini, karena percaya penuh pada Anda dalam hal seperti ini, Tuan. Tetapi jika Anda ternyata mencoba merendahkan saya, saya juga bisa kembali melawan Anda seperti yang saya lakukan untuk Tuan Kai tadi."
Nata tidak lagi membalas, tetapi pria itu tetap memperlakukan kulit Zemira begitu lembut. Mengoleskan obat di lebam merah seukuran kepalan tangan di sana, lalu mundur setelah tugasnya selesai. Nata memasukkan semua obat kembali ke kotak. Kesempatan itu dimanfaatkan Zemira untuk mengenakan kembali pakaiannya hingga tertutup sempurna.
"Terima kasih, Tuan," ucap Zemira sembari berdiri dari sofa. Ia menerima uluran kotak P3K dari Nata, lalu undur diri dari ruangan sang majikan tanpa si pria mengatakan apa pun lagi.
Tidak langsung turun ke lantai dasar, Zemira berdiri di tengah-tengah tiga kamar tuannya, menatap setiap pintu, lalu merotasi bola mata.
Zemira merasa lelah menghadapi ketiga tuannya, tetapi ... ia juga senang Nata mengizinkannya untuk melanjutkan pekerjaan di rumah ini.
Sudah sejak pagi, Zemira sama sekali tidak menanggapi setiap ucapan Kai padanya selain memberikan senyum tipis terpaksa. Gadis itu sudah berusaha untuk bersikap profesional, tetapi tindakan Kai kemarin malam terlalu menyebalkan bagi Zemira. Setidaknya, ia ingin memberitahu pada tuan kedua itu, bahwa dirinya benar-benar marah karena sikap Kai.
"Kau sungguh bisu hari ini, Zemira?" tanya Kai ketika bersiap makan malam.
Sekali lagi, Zemira tersenyum tipis, lalu mundur perlahan untuk mengawasi para tuan menyelesaikan makan malam.
"Tidak. Zemira tidak bisu. Zemira masih mengobrol denganku, 'kan?" Shaquille berseru.
"Tentu, Tuan Shaquille," jawab Zemira dengan jelas, lalu mengubah senyumnya menjadi lembut.
"Benar, kan! Zemira tidak bisu, tetapi dia tidak mau berbicara lagi denganmu, Kai! Memang sudah seharusnya seperti itu! Kau playboy sialan, yang membuat Zemira terlibat masalah dan berakhir terluka," hardik Shaquille tanpa peduli raut masam sang kakak. "Bagaimana kabar punggungmu sekarang, Zemira? Apa perlu ke rumah sakit?" Shaquille menunjukkan secara jelas kekhawatirannya dari setiap pertanyaan yang ia ajukan.
"Tidak perlu berlebihan, Shaquille," ucap Nata. "Dia cukup diobati di rumah ini saja, tidak perlu ke dokter," lanjutnya sembari melirik Zemira selama beberapa saat.
Sementara Zemira melebarkan mata, takut jika tuannya itu kelepasan mengatakan bahwa—
"Aku sudah mengobatinya semalam," tambah Nata.
"Apa?" Shaquille dan Kai bertanya bersamaan, sembari melirik pada si sulung.
"Apa?" balas Nata sengit, yang membuat Kai meluruhkan pandangan.
"Kau ... bagaimana bisa? Zemira bahkan menolak bantuanku!" protes Shaquille. Tatap kecewanya yang menggemaskan mengarah pada Zemira.
"Tentu saja bisa. Aku yang membuatnya terluka, aku harus bertanggung jawab. Lagi pula ... kau ingin membantu Zemira? Anak sekecil dirimu ini, apa bisa mengendalikan diri sendiri? Kau bahkan tidak bisa mengatur tugas kuliahmu sendiri!" Nata menjelaskan tanpa beban, berbanding terbalik dengan Zemira yang hanya bisa menunduk dalam sekarang.
Gadis itu merasa terjebak, tetapi ia bahkan tidak bisa bergerak untuk menyumpal mulut sang tuan, atau sekadar kabur dari ruangan ini.
"Tapi, Nata, aku yang menjadi alasan mengapa Zemira terluka. Seharusnya aku yang bertanggung jawab," kata Kai tidak ingin kalah.
Sebelum Nata sempat membuka suara, Shaquille sudah menyela lebih dulu. "Zemira bahkan jijik berbicara denganmu lagi, Kai, karena kau penyebab Zemira terluka! Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggu Zemira lagi!"
"Kau bocah sialan!" Kai mendesis pada Shaquille. Ia tampak jengkel sesaat, kemudian melunakkan ekspresi saat melirik pada Zemira. "Kupikir, bukan luka itu yang membuat Zemira enggan bicara padaku, tetapi ...."
Zemira semakin melotot. Ia mungkin akan mengeluarkan bola matanya, jika Kai berani mengatakan apa yang terjadi semalam.
".... Karena aku sudah membungkam mulut Zemira semalam," lanjut Kai.
"Apa maksudmu?" balas Nata dengan suara tegas secara tiba-tiba.
"Hei, tenang, Bung! Mengapa nada bicaramu seolah ingin menelanku hidup-hidup, Nata? Kau selalu mudah marah, jika aku memiliki urusan dengan Zemira."
Si sulung tampak jenuh. Ia melirik tajam pada Kai, lalu Zemira, kemudian kembali pada si adik.
"Mulai hari ini, aku membebaskan kewajiban mengurus Kai dari Zemira, sampai Zemira memaafkan Kai atas kesalahannya kemarin. Selama itu, Zemira boleh abai, tidak peduli, dan menganggap Kai tidak ada di rumah ini." Nata mengambil keputusan tegas, membuat Kai menganga, dan Shaquille terkekeh. "Aku tidak menerima sanggahan apa pun, Kai. Ini sudah mutlak! Anggap ini pertanggung jawabanmu karena kau yang menjadi alasan Zemira terluka kemarin."
"Nata ... itu tidak adil. Zemira bisa saja tidak mau mengurusku selamanya," protes Kai.
Nata tidak menanggapi. Mulai tenang melahap makan malamnya, tanpa memedulikan setiap protes kesal dari Kai.
Sementara Zemira ... gadis itu senam jantung selama perdebatan tiga saudara ini.
To Be Continued...
Bab selanjutnya hari Selasa di akun Putrie-W
Nata: Smile dulu, saingan berkurang
***
Shaquille : Happy kuadrat karena Zemira nggak jadi dipecat, saingan juga berkurang
***
Kai : padahal, baru ... aja nyicip, sekarang malah dibatesin
***
Zemira : Cuman bisa pasrah
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro