Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Halaman 7: Anak Manusia

Malam telah terusir oleh kehadiran mentari yang sebagian cahayanya kini telah tampak; sanggup menembus melalui sejumlah celah pada dedaunan. Begitu penerangan yang sesungguhnya menyambangi hutan ini, barulah tampak olehku sebuah pemandangan yang belum pernah kudapati.

Kalau berbicara tentang hutan, yang ada di dalam pikiranku pastilah pohon, nyamuk, ular, tanah basah, rumput, nyamuk--aku benci nyamuk. Namun, yang kusaksikan dengan mataku ini adalah tampilan hutan yang berbeda, hutan fantasi! Pohon-pohon yang ada di sini berukuran besar dan ada cukup banyak pondok yang menempel di tiap-tiap batang pohon. Terdapat pula sejumlah jembatan yang menghubungkan pohon satu dengan pohon lain juga pondok satu dengan pondok lain.

"Wow!" Ran yang ada selangkah di depanku agaknya juga takjub akan semua itu.

"Woy, Alan! Cepatlah sedikit!" Anna yang ada di paling depan berseru.

"Oke, oke. Kamu juga tenanglah sedikit," balasku.

Maraianna--sama seperti Kak Leana--entah kenapa juga begitu mirip dengan salah satu kenalanku yang sangat berharga. Namun, kalaupun harus mirip maka pastinya itu hanyalah tampilannya saja. Sifat dan kelakuannya cukup jauh berbeda. Karena itulah aku sedang bingung memilih antara menjitak kepalanya atau memeluknya yang mana keduanya tentu hanya akan berakhir sama.

"Ann, masih jauh, kah?" tanya Ran kepada Anna.

"Tempatnya sudah terlihat dari sini. Lihatlah, Kak Ran. Di paling atas, itu adalah gudang makanannya." Anna menunjuk sebuah pondok teratas yang ada di pohon besar hadapannya.

Tidak ada bahan makanan untuk dimasak pagi ini, jadi seseorang harus pergi untuk mengambil jatah makanan di gudang penyimpanan. Awalnya adalah aku dan Kak Leana yang akan ke sana, tapi tiba-tiba saja Anna muncul dan menawarkan diri. Aku tak akan pergi kalau bukan Kak Leana yang memintaku untuk menemaninya. Ran pun mungkin tak akan ikut kalau aku tidak menyeretnya. Ia baru saja bangun tidur waktu itu. Yah, kalau dipikir-pikir syukur juga Ran bisa ikut. Aku jadi tidak harus berduaan saja dengan half elf galak itu.

Aku berjalan di belakang Ran, meniti semacam anak tangga yang tersusun melingkari pohon. Luasnya kurang lebih hanya cukup untuk dua orang, jadi kami berjalan berurutan dengan Anna yang memimpin sedangkan aku yang paling belakang.

"Pergi mengambil bahan makanan, Anna?"

Seorang perempuan yang tampaknya paruh baya sedang melintas di samping kami. Anna berhenti sesaat sambil tersenyum mengiyakan pertanyaan perempuan itu. Kuanggukkan sedikit kepalaku sambil kubuat senyum seramah mungkin ketika ia melintas tepat di sampingku. Perempuan itu membalas senyumku dengan senyumnya yang menurutku agak kaku. Mungkin masih ada rasa risih pada sebagian orang ketika mereka melihat manusia berkeliaran di desanya.

Anna melanjutkan langkahnya pun begitu dengan aku dan Ran. Kami melalui sejumlah pondok kayu yang masih tertutup rapat. Mungkin hanya perasaanku saja, tapi sepertinya selalu ada yang mengintip dari jendela di setiap pondok yang kami lalui.

Setelah sejumlah anak tangga yang melelahkan, sampailah aku di depan gudang penyimpanan makanan. Yang satu ini lebih besar daripada pondok kebanyakan, sebuah pondok kayu yang melingkari pohon, dengan ukuran lingkar kurang lebih lima langkahku, seutuhnya. Aku pun masuk ke dalamnya setelah Anna dan Ran.

"Bibi, aku datang untuk mengambil bagian Kak Leana." Anna berucap kepada perempuan yang kelihatannya tengah sibuk.

"Oh, Anna! Baiklah, kemari." Perempuan itu menoleh.

Ruangan ini rasanya... lembab? dingin? Entahlah, hawanya mirip dengan supermarket ber-AC yang sering kukunjungi. Namun, jelas tidak ada AC di sini. Jangankan AC, listrik pun tidak ada.

"Wah, wah. Mereka ini yang kemarin masuk ke dalam lubang berburu, ya?" Si perempuan melempar pandangnya kepadaku dan Ran bergantian.

"Eh, iya. Yang perempuan bernama Chairil Anwar, panggilannya Ran." Anna tersenyum ke arah Ran.

"Yang satunya..."

"Salam kenal, Bibi. Nama saya Januar Erlando, kalau berkenan hendaklah saya dipanggil Alan saja." potongku.

Anna kelihatannya tidak berniat untuk memperkenalkanku kepada Bibi penjaga gudang ini jadi lebih baik kulakukan sendiri. Selain itu, bisa-bisanya dia bersikap ramah kepada Ran sedangkan sebaliknya kepadaku. Kalaupun ia membenci manusia, bukankah Ran juga manusia!? Aku kurang suka diperlakukan tidak adil.

"Ya, ya. Ran dan Alan, ya? Kalian baik-baik saja, kan? Tentunya setelah disembuhkan oleh Anna kecilku ini kalian jadi lebih bugar, kan?"

Ya, benar. Agak berat untuk diakui, namun perempuan galak itu memang punya kemampuan penyembuh super. Rasanya dia bisa menyembuhkan segala penyakit hanya dalam beberapa kedipan mata.

Meskipun begitu, aku tak boleh terang-terangan memuji Anna. Bisa-bisa dia semakin merasa agung. Oleh karena itu, kuikuti saja gelagat Ran yang tertawa sambil mengangguk-anggukkan kepalanya untuk menanggapi pertanyaan si Bibi.

"Oh, hampir lupa. Namaku Nalavera, kalian boleh memanggilku dengan panggilan Bibi Nala, sama seperti yang dilakukan Anna. Dan juga, tidak perlu terlalu kaku begitu. Santai saja." Bibi Nala tersenyum.

Anna melangkah mendekati Bibi Nala. Mereka tengah berbincang tentang pembagian jatah makanan sedangkan aku mengedarkan pandang ke seisi ruangan. Meskipun melingkari pohon, ruangan ini tak lantas berbentuk lingkaran juga. Ruangan ini memiliki sudut seperti rumah kebanyakan, bedanya hanya pada batang pohon di tengah yang seakan jadi tiang penyangga yang amat besar.

Untuk perabot sendiri, mungkin hanya sebuah meja dan sejumlah kursi. Namun, selain itu, ada banyak rak yang ditata sedemikian rupa dan terisi oleh lebih banyak periuk.

Karena penasaran, kudekati salah satu rak. Periuk-periuk yang agaknya terbuat dari tanah liat menarik perhatianku. Dugaanku adalah bahwa periuk-periuk ini sebagai wadah untuk bahan makanan yang ada. Pertanyaanku adalah kenapa harus periuk?

"Wah, daging... "

Ketika aku sedang mempertimbang-kan untuk menilik isi periuk atau tidak, Ran yang ada di sampingku dengan lancangnya telah membuka tutup salah satu periuk. Akhlaknya benar-benar minim, tapi begitu pun denganku yang ikut melongok isi periuk. Hembusan hawa dingin menguar dari dalam periuk membawa serta bau amis daging mentah.

"Alan! Apa yang kamu lakukan!?" seru Anna.

"Eh? Aku hanya melihatnya saja, Ran yang membukanya." Kuacungkan telunjukku ke arah Ran.

"Daging bakar... daging panggang... " Ran agaknya dimabuk fantasi makanannya.

"Sudah, sudah, bukan masalah." Bibi Nala melangkah mendekatiku.

Ran masih terpaku di tempatnya dengan bayangan gilanya tentang olahan daging sedangkan aku cukup tidak nyaman dengan situasi ini. Maksudku, bagaimana perasaan tuan rumah bila mendapati tamunya memegang barang-barang tanpa izin yang punya? Oleh karena itu, kupaksakan otakku untuk menyusun sebuah pertanyaan dan mulutku untuk mengeluarkannya, "Um, Bibi? Saya ingin bertanya, kenapa makanan disimpan di dalam periuk? Dan kenapa periuknya bisa sedingin ini?"

"Kau tentunya belum pernah menjumpainya, bukan? Periuk itu kami sebut sebagai pendingin. Kami menggunakannya karena itu lebih menyerap dingin jadi makanan yang ada di dalamnya bisa bertahan lebih lama dari yang seharusnya." Bibi Nala yang sudah berada di sampingku berucap.

Bibi Nala mengeluarkan daging yang beralaskan daun dari dalam periuk lalu berkata, "Lihat ini, kami menggunakan sihir untuk membuat es di dasar periuk. Di atas es, dipasang sekat sebagai tempat agar makanannya tidak langsung bersentuhan dengan es."

"Semacam kulkas, ya?" celetuk Ran.

"Kulkas?" ucap Bibi Nala dan Anna hampir bersamaan.

Jadi, tidak ada yang namanya kulkas di sini, ya? Bahkan listrik juga tidak ada, kan? Desa elf... Apakah ini semacam suku pedalaman yang belum tereksplor? Atau malah aku yang bukan berada di dunia semestinya?

"Itu adalah benda di tempat tinggalku dengan fungsi yang mirip periuk-periuk ini, untuk mendinginkan makanan dan sejenisnya," terangku.

"Oh, iya. Nak Alan ini, darimana kamu berasal? Desa Woodway? Kota Archdale" tanya Bibi Nala.

"Pernah mendengar negara indonesia? Aku berasal dari salah satu wilayah kecil di dalamnya, Bibi," jawabku

"Apa itu negara? Bukankah benua ini masih dalam kekuasaan Kerajaan Archdale?" tanya Bibi Nala lagi.

Begitu ya. Ternyata memang benar, ini bukanlah duniaku. Seharusnya aku berhenti bersikap naif dan mulai meyakini semua yang ada di depan mataku. Goblin, randal, elf, semua itu tidak akan mungkin ada di duniaku, bumi. Semua ini benar-benar di luar nalar.

"Eh, begitu ya?" Kupaksakan tawa kecil keluar.

Untunglah Anna segera mengembalikan Bibi Nala kepada topik yang seharusnya. Setelah tersenyum sekilas kepadaku, Bibi Nala lantas menuju ke periuk lainnya diikuti Anna di belakangnya. Kututup periuk yang ada di hadapan Ran lalu kuperhatikan Bibi Nala dan Anna yang mondar-mandir.

Tak terlalu lama setelahnya, bahan makanan yang diperlukan sudah ditata di dalam keranjang anyaman yang tadinya dibawa oleh Ran. Di dalamnya terdapat sejumlah daging, jamur-jamuran, sayuran hijau, dan buah-buahan. Anna berkata pada Ran kalau yang kami ambil hari ini hanya separuh dari jatah yang diberikan. Bahan makanan tidak bisa diambil seluruhnya karena ditakutkan tidak akan mampu bertahan terlalu lama di luar pendingin.

Setelah urusan makanan selesai, kami hendak meninggalkan gudang ini. Kutunggui Anna yang sedang terlibat perbincangan dengan Bibi Nala sedangkan Ran memutari ruangan sembari mengelus tiap periuk yang ada.

"Alan, jangan lupa bawa keranjangnya." Anna menghampiriku.

Setelah menemukan Ran yang tengah asyik memutari ruangan, kami pun mengucap pamit dan kemudian keluar meninggalkan gudang penyimpanan. Pemandangan yang menenangkan hati menyambutku sesampainya di luar. Dari ketinggian, tampak sebagian besar tatanan pondok tempat tinggal para elf yang sederhana, tapi juga elok untuk dipandang. Terlihat sejumlah kupu-kupu beterbangan, burung-burung kecil melompat-lompat di jembatan antar pohon. Namun, tetap saja rasanya masih sepi. Mungkin orang-orang masih terlelap dalam tidurnya.

"Jangan sampai tertinggal!" seru Anna yang agaknya ditujukan kepadaku.

Ketika aku bertemu dengan orang tuanya nanti, akan kutanyakan tentang masa-masa yang telah dilalui perempuan itu sejak kecilnya hingga jadi pribadi galak seperti sekarang ini.

*****

-to be continued-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro