Bunga Api
Untuk cerita pertama dibantu sama lagu ini "Uchiage Hanabi". Informasi selanjutnya sudah tertampang di intro video. Seperti yang kalian ketahui ini bukan lagu saya maupun saya berada di dalamnya :v
....
Song: Uchiage Hanabi ( https://youtu.be/qBIxl_6tFfo )
Genre: fantasy, slow-romance
Kakiku menyapu rerumputan yang ada di bawah. Dapat aku rasakan rumput-rumput melewati sela-sela kakiku. Angin yang berhembus kini membelai rambutku dan juga terkena wajahku. Mataku terpejam merasakan kenikmatan yang belum pernah aku rasakan. Aku mendorong rok terusan putihku ke depan karena ingin duduk di atas rerumputan.
Selama ini aku merasa cahaya matahari akan selalu menusuk setiap inci kulit dengan panasnya, tetapi kali ini berbeda. Angin membawa suasana sejuk yang membuat rasa panas ikut tersapu dengan angin. Aku berbaring diatas rerumputan yang dengan lembut mengenai kulitku. Mata ini kembali terpejam mersakan keadaan bukit yang tenang.
Tiba-tiba aku mendengar beberapa orang berbicara. Aku bangkit dari posisi tidurku. Dengan merangkak perlahan aku berjalan menuju ujung tebing. Mataku bisa melihat beberapa orang yang sedang memasang sesuatu. Tanganku memegang erat rambutku agar tidak tersibak dan menghindari mereka mengetahui keberadaanku. Padahal orang jarang sekali ke tempat ini, hanya ada hewan-hewan dan tumbuhan yang hidup di sini dengan tenangnya.
"Ayo angkat! Ayo, kalian masih muda," kata seorang pria kepada beberapa pemuda laki-laki yang sedang mengangkat sesuatu di pundak. Terlihat berat. Padahal kalau ini dunia modern mereka tinggal pakai alat berat atau katrol.
Terlihat seorang pria yang tertawa lebar menepuk pundak salah seorang dari laki-laki yang sebelumnya mengangkat sesatu. Sampai kegiatan menyeka keringatnya terganggu karena tepukan itu.
"Saat kami masih muda, kami bahkan bisa mengangkat itu sampai empat kali," kata pria itu bangga, disusul tawa dan nada bangga dari pria-pria lainnya. Muncullah kalimat khas para orang tua.
Para laki-laki itu hanya bisa tertawa pasrah dan para pria tua tertawa mengisi keanehan suasana itu. Karena merasa aku masih belum di temukan, aku masih menikmati pemandangan mereka yang sedang serius berkutat. Sebuah mesin yang cukup aneh di dunia hewan-hewan fantasi.
"Akhirnya bunga api sudah jadi!" seru salah satu dari grup itu.
Oh, mereka bikin kembang api. Mungkin sudah cukup aku menikmati pemandangan para pria dan laki-laki berekspresi serius. Aku merangkak mundur dengan pelan, dengan harapan suara rerumputan yang bergesekan ini tidak sampai di telinga mereka. Setelah cukup jauh aku memberisihkan terusan putihku dan sedikit di kakiku. Saatnya makan~
Aku mulai mencari buah-buahan di antara pohon-pohon ini yang tumbuh dengan subut. Akhirnya aku menemukan buah yang mirip dengan apel tetapi sangat manis dan lembut dan mempunyai biji yang cukup banyak seperti jeruk. Sembari menikmati buah apel manis, aku duduk di salah satu batu dan membiarkan kaki telanjangku menikmati belaian rerumputan.
Setelah buah itu habis aku memilih berdiri dan mencari tempat yang pas untuk menanam kembali biji buah apel manis ini. Sayang kalau sampai buah ini punah. Aku memilih tempat yang sedikit jauh dari induk pohonnya dan menanamnya di belakang semak-semak.
Selesai!
"Woah!"
Aku menoleh ke belakang dan menemukan laki-laki yang tadi berada di belakangku. Tunggu, LAKI-LAKI YANG TADI?!?! Langsung saja aku berlari lurus, masuk ke dalam hutan.
"Tu-tunggu!"
Tidak mau!
"Aku tidak akan menyakitimu!" serunya sambil mengejarku di belakang.
Tidak mau!
"Aku hanya ingin-Ah!!"
Aku melompat ke tanah yang lebih rendah lalu bersembunyi di balik tanaman yang menyembunyikan sebuah goa kecil di baliknya. Dari tempatku meringkuk, terlihat bayangan lelaki yang melihat sekelilingnya, karena terkena sinar matahari.
"Kemana gadis itu? Hei! Aku tidak bermaksud menakutimu!"
Aku juga tidak bermaksud untuk menyentuh peradaban manusia sejak aku terdampar di hutan dunia ini. Setelah lepas dari kota akhirnya aku bisa menemukan tempat sepi yang mempunyai banyak persediaan makanan, tidak mungkin aku akan pergi begitu saja.
"Kamu melihat kami tadi bukan?"
Aku ketahuan?!
"Malam nanti kami akan menyalakannya."
Secepat itu? Tidak, kenapa persiapannya mepet begitu?
"Aku harap kamu bisa menikmati pemandangan malam nanti," katanya lalu mulai berjalan menjauh. Setelah bayangannya hilang, aku mulai merangkak keluar. "Oh iya, namanya bunga api!" serunya yang berada di atasku.
Tanganku yang terulur kembali tertarik. Menunggu beberapa detik hingga akhirnya aku keluar dari gua kecil itu. Mataku menyusuri sekeliling dan tidak menemukan keberadaan laki-laki itu lagi. Sebuah burung hinggap di pundakku, matanya seakan-akan mengatakan bahwa laki-laki itu sudah keluar dari hutan. Mataku menatap arah aku datang.
....
Rasanya aneh jika dikatakan aku sangat menunggu-nunggu datangnya kembang api itu. Selama beberapa minggu terlewati aku selalu menikmati pemandangan hutan yang selalu hijau dan hewan-hewan yang pemikirannya bisa aku tebak, menurutku. Aku kembali ke lapangan rumput kesukaanku, duduk di sana sembari menikmati warna langit yang mulai memerah. Tanganku terulur mengusap lembut rerumputan yang kini mulai memunculkan bunganya.
Samar-sama terlihat serangga yang mirip dengan kunang-kurang, tetapi memunculkan warna ungu, mulai keluar dari dalam dua sisi hutan. Angin juga mulai terasa lebih dingin, ini artinya sudah malam, seperti biasanya. Sayup-sayup terdengar suara orang-orang dari jarak jauh. Tidak biasanya ada sesuatu seperti ini. Aku berdiri dan mendekat ke ujung tebing, melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Terlihat sebuah tempat yang sepertinya di penuhi oleh kios-kios dan orang-orang yang berlalu lalang di dalamnya, itu yang aku dapat saat sebuah burung memberikan informasi acak kepadaku. Itu seperti festifal musim panas yang ada di Jepang. Apakah mereka mempunyai permen kapas dan permen apel?
Tidak, apel di sini sudah manis, jika ditambahkan permen akan terlalu manis. Aku memutuskan untuk menjauh dari ujung tebing. Seekor kucing berukuran harimau dengan bulu biru-putihnya berjalan ke arahku. Kepalanya ia gosokkan ke tanganku yang ingin mengelus bulu-bulu indahnya.
"Lima!" suara samar yang mengatakan hal yang sama membuatku kembali melihat ke belakang.
"Empat! Tiga! Dua!"
DOR! BUM!
Aku memejamkan mata karena asap yang tiba-tiba muncul di depanku. Saat kembali membuka mata, terlihat sebuah kembang api yang menghiasi langit. Tidak hanya dari apa yang ada di depanku, sepertinya terpasang mesin-mesin yang sama di beberapa tempat.
Warna-warna yang beragam mekar seperti bunga di langit lalu di telan oleh waktu. Sebelum berlarut, bunga lainnya ikut mekar, detik berikutnya kembali bunga lainnya mekar di langit. Terdengar rerumputan di belakangku mengeluarkan suaranya, tetapi mataku terkunci memandangi langit.
"Indah bukan?" tanya suara di sampingku.
Senyumku ikut mekar karena terlalu senang. "Iya."
Setelah itu kami masih menikmati langit yang dipenuhi kembang api. Ada perasaan rindu saat melihat kembang api. Biasanya mereka akan terlihat umumnya pada saat tahun berganti akan meninggalkan kehidupan. Tidak aku sangka aku bisa kembali melihat kembang api saat berada di sini.
Kadang kala aku memejamkan mataku, untuk mendengar suara kembang api atau menikmati warna-warna itu menembus kelopak mataku. Rasanya senyumanku tidak bisa luntur melihat bunga-bunga itu masih di langit. Setelah beberapa menit akhirnya kembang api selesai, aku dan laki-laki itu duduk di atas rumput bersebelahan. Sedangkan kucing besar duduk di sampingku, sesekali aku mengelus bulu-bulunya yang lembut.
"Jadi, em, kau menyukainya?" tanya laki-laki itu.
"Sangat," kataku yang tidak bisa menahan senyumanku yang kembali muncul hanya dengan mengingat bunga-bunga itu mekar menghiasi langit malam, tanpa melihat ke arahnya.
"Em lalu, kamu siapa?" tanya lelaki itu yang membuatku tersentak. "Seingatku hewan yang ada di sampingmu sangat berbahaya dan suka menyerang," kata lelaki itu yang menunjuk kucing besar yang sedang tiduran dengan santainya di sampingku.
Aku melirik ke arahnya yang ketakutan melihat kucing besar lalu melirik kucing besar yang membiarkan punggungnya menyentuhku. "Aku ... tidak tahu soal itu," kataku jujur. Tanganku menyentuh bulu yang berbeda di kepala kucing besar itu.
"Bahkan bisa menyentuh kepalanya. Oh iya, aku belum memperkenalkan diri. Namaku Zavreo, panggil saja Reo," katanya dengan senyuman lebar.
"Vina," kataku singkat.
.
.
.
.
.
.
Ini adalah cerita random dari lagu-lagu yang mengajakku untuk menekan keyboard lapotop hingga membuat karangan kata. Padahal ceritaku yang di draft kayaknya masih pada teriak. Tetapi entah mengapa lebih enak untukku membuat sebuah cerita baru. Karena itu saya putuskan untuk membuat one-shoot seperti ini. Tetapi panjangnya 11-12 kayak cerita biasanya.
Btw saya baru sadar kembang kan bahasa jawa yang artinya bunga. Kalau pakai bahasa indonesia artinya "bunga api". Sedangkan di Jepang itu namanya "Hanabi", yang dimana Hana adalah bahasa jepangnya bunga :v
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro