Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pasar Malam

"Malam yang membosankan, puka~" ujar lelaki berambut cyan yang tengah berendam di bathtub sembari memainkan bebek karet berwarna kuning. Meskipun ia berkata begitu, wajah menunjukkan ketenangan dan kesenangan.

"Kanata-kun! Chiaki-kun datang dan ingin menemuimu!" teriak Hiyori dari balik pintu kamar mandi.

"Chiaki ...? Ah, baik~ Katakan padanya untuk menunggu sebentar," balas Kanata, lalu beranjak dari bathtub dan segera memakai jubah mandi.

Ternyata Chiaki sudah duduk di sofa sambil mengobrol dengan Hiyori. Rinne sedang tidak ada di asrama. Barang kali pergi ke pachinko.

"Ada apa, Chiakii?"

"Ah, Kanata! Aku ingin mengajakmu pergi ke luar, mumpung sekarang malam Minggu," ujar Chiaki.

"Malam Minggu ...?"

Oh, Kanata hampir lupa jika malam ini malam Minggu.

"Bagaimana?"

Kanata tampak ragu. Ia melirik Hiyori. "Tapi, Ohisama-san—"

Yang dilirik malah mengibaskan tangannya. "Oh, tenang saja. Sehabis ini aku akan pergi keluar dengan Jun-kun. Jadi kalian silakan pergi berkencan~"

Lelaki berambut cokelat terbatuk mendengarnya, sedangkan Kanata mengerjap.

"Memangnya kita akan pergi ke mana?" tanya Kanata.

"Kudengar ada pasar malam yang baru buka di dekat gedung ES. Ayo kita pergi ke sana!" ajak Chiaki dengan mata berapi-api.

Kanata terkekeh melihat Chiaki yang tampak bersemangat. "Baiklah, aku akan ganti baju dulu."

Chiaki melebarkan mata. "Oke!"

***

Pergi berkencan di malam Minggu dengan Chiaki ... malam membosankan Kanata seketika berubah menjadi menyenangkan. Lelaki berambut cyan itu melirik tangan Chiaki yang terus menggenggam tangan kirinya sejak mereka memasuki pasar malam. Diam-diam ia tersenyum. Hatinya berbunga-bunga.

"Lihat, Kanata! Ada bianglala!" Chiaki berseru sembari menunjuk bianglala yang cukup besar tak jauh dari tempat mereka.

Suara Chiaki yang bagaikan toa itu membuat banyak orang menoleh karenanya. Sebenarnya, sedari tadi, banyak yang memperhatikan mereka. Mungkin karena kehebohan Chiaki. Akan tetapi, Kanata sudah terbiasa dengan semangat Chiaki yang selalu membara. Karena memang itulah seorang Morisawa Chiaki yang Kanata kenal; orang yang sangat disukainya.

Chiaki mengoceh ini itu, mengajaknya menaiki berbagai wahana, mengajaknya bermain berbagai permainan, bahkan menghadiahinya boneka paus besar karena telah memenangkan sebuah permainan menembak.

Sekarang, Chiaki mengajaknya ke pinggir danau yang letaknya tak jauh dari pasar malam. Mereka tengah duduk di bangku taman, ditemani remang rembulan yang bersinar di atas sana.

"Hahaha! Bagaimana, Kanata? Apakah malam ini menyenangkan?" Chiaki bertanya. Tangan lelaki itu masih menggenggam tangan Kanata erat, sementara netra merahnya menatap lelaki berambut cyan dengan dalam.

Kanata mengangguk sembari tersenyum lembut. "Sangat menyenangkan, Chiakii~"

"Syukurlah jika kau senang!"

"Terima kasih telah mengajakku pergi. Malam Mingguku tidak jadi membosankan, puka~"

Setelahnya, tiba-tiba Chiaki terdiam. Pandangan lelaki berambut cokelat itu beralih. Ia mendongak, memandang langit berwarna biru gelap berhias awan tipis dan bulan purnama yang indah.

"Kanata ... sebenarnya, aku ingin mengatakan sesuatu padamu."

"Hmm?"

Kanata tertegun. Tidak biasanya Chiaki menjadi lebih kalem seperti ini. Seperti ada sesuatu yang aneh.

"Lihat, Kanata!" Chiaki menunjuk ke arah langit, membuat arah pandang Kanata mengikutinya. "Bulan malam ini sangat indah, bukan?"

Setelah mengatakan itu, Chiaki menatap Kanata dengan senyum lebar miliknya.

Kanata mengerjap. Otaknya memproses sejenak, kemudian menyadari jika Chiaki sedang menyatakan perasaannya. Hal itu lantas membuat Kanata tanpa sadar terkekeh. "Aku tahu, Chiaki~ tapi ... dari mana kau belajar itu?"

"Hakaze!" jawabnya dengan cengiran.

Pembicaraan mereka terputus karena ponsel Chiaki mendadak berdering.

"Oh, dari Sena."

Lantas ia segera mengangkatnya. "Sena? Ada apa?"

"Kau ada di mana?"

"Pinggir danau dekat pasar malam yang baru buka, bersama Kanata."

"Apa?!" Suara Izumi terdengar kaget. "Segera pergi dari sana, cepat!"

Raut Chiaki terlihat bingung. "Tunggu, memangnya kenapa, Sena?"

"Chou uzai! Kau tidak lihat berita, ya?! Ada pembunuh narapidana yang kabur di pasar malam itu! Sudah ada satu korban tewas dan sekarang dia masih berkeliaran di sekitar pasar malam!"

Baik Kanata maupun Chiaki terbeliak dan refleks bangkit dari duduk.

"Baiklah, aku dan Kanata akan segera pulang. Terima kasih sudah memberi tahu."

Chiaki mematikan telepon, kemudian menoleh pada Kanata. "Kanata, kita harus segera pulang!"

Kanata segera mengangguk. Chiaki lantas meraih tangan Kanata dan menggandengnya. Namun, baru saja Chiaki berbalik membelakangi danau, lelaki itu terbeliak tatkala melihat seseorang mengarahkan sebilah pisau ke arah Kanata. Dengan gesit ia mendorong tubuh Kanata hingga lelaki berambut cyan itu terjatuh.

Kanata tak sempat memproses apa yang tengah terjadi karena setelahnya, pisau itu justru menancap di perut Chiaki. Orang asing tersebut makin mendorongnya hingga Chiaki terhuyung ke belakang dan tercebur ke danau.

Netra hijau Kanata membulat. Pemandangan itu begitu cepat berlalu sampai-sampai otaknya tidak bisa memproses.

Kanata mengepalkan tangan, lantas bangkit dan hendak melayangkan pukulan andai orang itu tidak segera kabur setelah menusuk Chiaki dan membuatnya tenggelam.

Kanata ingin mengejarnya, tetapi keselamatan Chiaki lebih penting. Namun, alangkah terkejutnya ia melihat air danau yang semula berwarna biru berubah menjadi merah pekat.

"Chi-chiaki ...?"

Lutut Kanata seketika melemas. Air mata yang sudah tak mampu ia bendung mengalir membasahi pipinya. Malam Minggu yang semula Kanata anggap menyenangkan karena Chiaki mengajaknya ke pasar malam seketika berubah menjadi malam yang mengerikan.

Kanata tidak bisa berenang, tetapi jika untuk menyelamatkan Chiaki ... Kanata tidak peduli. Bahkan jika menceburkan diri ke danau bisa membuatnya menyusul lelaki berambut cokelat itu, Kanata akan melakukannya. Oleh karena itu, sang lelaki beriris hijau akhirnya bangkit, kemudian menjatuhkan diri ke dalam danau yang berwarna merah.

Fin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro