Limerence
"Apa persiapannya sudah selesai?" Wanita yang mengenakan jas lab berjalan mendekati seorang dengan hoodie biru yang berkutat dengan layar hologram.
"Ya, besok sudah bisa diluncurkan," jawabnya tanpa menoleh. Jemari lentiknya bergerak cepat di atas kibor. Tak lama sebuah senyum terpatri di wajah berbingkai kacamata.
"Baguslah. Kuharap anak-anak itu berhasil."
***
Hari ini, Akademi Fantascroller terlihat lebih ramai dari biasanya. Beberapa orang yang kudet—atau kurang update—bahkan tak ketinggalan berita. Balairung dipenuhi oleh siswa maupun siswi Akademi Fantascroller dari berbagai asrama. Dan tentu saja, Asrama Sci-Fi turut andil dalam penyebab keramaian ini.
Zura, salah satu siswi Asrama Fantasi yang dikenal kudet mencoba menerobos kerumunan. Ia penasaran, kenapa Rifu dan Nayla yang tidak peduli soal berita hangat di Akademi sekarang begitu antusias. Mereka berdua bahkan rela meninggalkan Asrama Fantasi dan ikut berkerumun di balairung.
Kebetulan sekali, ia bertemu Daiyaa—ketua Akademi Sci-Fi—yang tengah berbincang dengan Daisy.
"Daiyaa!" panggil Zura, lalu menepuk pundak temannya itu.
Daiyaa dan Daisy sontak menoleh. "Ah, Zura!"
"Sebenarnya ini ada apa sih, ramai-ramai begini?"
Bukannya langsung menjawab, Daiyaa justru tersenyum lebar. Wajahnya berbinar. Pasti ada sesuatu yang berhubungan dengan kesukaannya.
"Itu lho, pembina Asrama Sci-Fi merilis game termutakhir berbasis hologram! Ms. Imel bilang seluruh murid boleh memainkannya. Bukankah ini hebat, Zu?" Daiyaa berseru antusias hingga orang-orang di dekatnya menoleh. Daisy terkekeh. Begitu pun dengan Zura yang mengangguk mengerti dan ikut tertawa kecil. Daiyaa memang maniak game. Tak heran ia begitu antusias.
"Ah, pantas saja," ucap Zura refleks. Sekarang ia teringat, Rifu dan Nayla juga maniak game kendati mereka berasal dari Asrama Fantasi.
"Hei, hei, Ms. Ezel menyuruh kita berkumpul di aula utama. Ayo cepat!" kata seorang laki-laki yang kalau tak salah bernama Aldo, ketua Asrama Thriller.
Semua siswa-siswi yang ada di balairung pun segera menuju aula utama. Di sana, Ms. Ezel, Ms. Ista, dan dua guru lainnya sudah berbaris rapi di belakang podium. Zura duduk di barisan kedua diapit Rifu dan Alya.
Seorang wanita berjas putih yang tampak elegan dan berwibawa maju ke podium dan menyapa seluruh siswa-siswi.
"Selamat siang semua. Seperti yang sudah kalian ketahui, Asrama Sci-Fi membuat sebuah game dengan teknologi termutakhir. Kami pihak akademi akan mengadakan suatu ujian menggunakan game itu."
Penjelasan Ms. Ezel membuat suasana menjadi ricuh. Pasalnya, jika game itu dibuat untuk ujian, maka ini terlalu mendadak. Namun, tak sedikit pula yang bertambah antusiuas, seperti pencinta game dan para penghuni Asrama Thriller.
Ms. Ezel terbatuk. Tatapan setajam elangnya membuat aula yang semula ricuh menjadi hening kembali. Wanita itu melanjutkan, "Nama game tersebut adalah 'Battle Royals'. Yang harus kalian lakukan dalam ujian kali ini adalah—"
"Bertahan hidup dan memenangkan permainan hingga game—maksud saya, ujian—berakhir."
Seorang wanita lain yang mengenakan hoodie berwarna biru gelap melangkah maju. Pakaiannya tampak tidak seformal jajaran guru lainnya. Namun, suara nyaringnya yang menyela Ms. Ezel mampu menimbulkan sensasi takut bagi siswa-siswi yang mendengar.
Ms. Ezel melirik Ms. Ista dingin. Tampaknya ia kesal, tetapi tak mau mempermasalahkan hal sepele itu sekarang.
"Jadi semuanya, bersiaplah!"
Bersamaan dengan seruan Ms. Ezel, permukaan gelang berwarna perak di pergelangan tangan kiri para siswa memancarkan sinar. Mereka tak sempat mempertanyakan perihal ujian karena tak lama, Ms. Ezel kembali mengucap sebuah mantra yang membuat mereka semua terhisap ke dalam gelang.
"In tempore ludum."
Ms. Ista tersenyum miring, lalu bergumam, "Let's start the game."
***
Zura terbangun di pepohonan rindang. Ia menatap kedua tangan serta seluruh tubuhnya yang tampak agak transparan.
Apa ini hologram? pikirnya.
"Selamat datang di 'Battle Royals'!"
Zura tersentak begitu suara Ms. Ezel kembali terdengar lewat gelang di pergelangan tangan kirinya.
"Untuk memenangkan permainan, kalian harus bertahan hidup di dunia Bougenville yang saya ciptakan. Aturannya sederhana: kerjakan quest yang diberikan. Lalu, dunia ini dihuni oleh berbagai monster mengerikan. Bunuhlah mereka sebelum mereka membunuhmu—"
"Kalian mau tahu bagian menariknya?"
Ah, tampaknya Ms. Ista menyela lagi.
"Kalian punya HP seratus. Jika HP kalian habis atau kalian terbunuh dalam game, kalian akan menghilang di dunia nyata," lanjutnya dengan suara yang Zura sangat tak suka.
Sepertinya Ms. Ista sangat senang membuat mereka khawatir dan menderita.
"Ista!"
Suara desisan Ms. Ezel terdengar sampai ke sana. Kemudian, wanita itu melanjutkan lagi, "Asrama Fantasi diperkenankan memakai sihir, Asrama Thriller boleh menggunakan senjata, Asrama Horor silakan gunakan kemampuan supranatural kalian, dan Asrama Sci-fi manfaatkan alat-alat mutakhir yang kalian buat. Selamat bermain dan semoga beruntung."
Zura menghela napas panjang. Ia tak suka ini. Ujiannya terlalu mendadak. Dan lagi, sepertinya para guru sudah gila! Bukankah ini sama saja membiarkan mereka berada dalam bahaya?
Di tengah gerutuannya, sebuah layar hologram mendadak muncul di depan wajah Zura. Sepertinya itu sebuah quest yang dibilang Ms. Ezel. Gadis dari Asrama Fantasi tersebut mulai membacanya.
"Pergi ke bukit di utara, bunuh lima goblin," ucap Zura.
Tanpa menunggu lama, ia memakai sihir anginnya untuk melayang di udara, lalu melesat ke bukit di utara.
***
"Ini terlalu mudah."
Zura menepuk kedua telapak tangannya setelah membereskan beberapa goblin yang kini tergeletak mengenaskan dengan anggota tubuh bercecer. Di perjalanan, ia bertemu Daiyaa dan pedang sibernya yang tengah memberantas zombi. Mereka berdua memilih bekerja sama dan saling membantu menyelesaikan quest satu sama lain.
"Kupikir ini akan sulit karena Ms. Ezel bilang harus bertahan hidup. Ternyata quest yang diberikan cukup mudah. Monster yang kita lawan pun sepertinya tidak terlalu kuat," ujar Daiyaa berpendapat.
Zura mengangguk menyetujui. "Kau benar. Kalau hanya membunuh monster-monster sih, tidak ada masalah," timpalnya. Kendati demikian, sebenarnya Zura sedikit curiga karena Ms. Ezel dan Ms. Ista terlihat sangat serius. Apalagi ... apa mereka benar-benar akan menghilang jika mati dalam game ini?
"Dai, sebenarnya aku mengkhawatirkan sesuatu."
"Apa itu?"
"Apa quest dalam game ini hanya membunuh monster saja? Rasanya ... aku ragu," tutur Zura. Wajahnya terlihat gelisah.
"Ma-maksudmu?"
"Kita ... tidak akan membunuh satu sama lain, kan?" lanjutnya dengan suara pelan.
Daiyaa termenung dan menatapnya penuh arti.
Zura yang ditatap begitu menjadi gugup. "A-ah, tidak! Tidak usah dipikirkan," katanya sambil mengibaskan tangan.
Lalu, keduanya diliputi keheningan. Hanya derap langkah mereka yang terdengar. Suara 'ting' berbunyi. Asalnya dari gelang milik Zura. Quest ketiga diberikan, tetapi tidak dalam bentuk layar hologram dan hanya dapat didengar oleh pemiliknya.
Daiyaa mengernyit. Ada yang aneh dengan quest ketiga temannya. Raut wajah Zura seketika berubah mengeras. Daiyaa menyadari itu.
Jauh di belakang mereka, seseorang mengamati dari dahan sebuah pohon.
***
"Sejak awal aku tidak pernah menyetujui adanya ujian ini!" hardik seorang wanita berjubah keemasan sembari bersedekap. Matanya menatap tajam Ms. Ezel dan Ms. Ista yang sedang duduk di kursi yang berhadapan dan meminum teh.
Wanita lainnya yang mengenakan pakaian paling formal—kemeja putih serta jas dan rok hitam—mencoba melerai. "Icy, sudahlah!"
"Imel, kau pikir aku bisa diam saja saat anak-anak dalam bahaya dan bisa saja mati?!"
Ms. Imel tersentak. "A-aku tahu! Te-tetapi—"
"Icy, kau tidak perlu khawatir," sela Ms. Ezel, lalu menyeruput tehnya. "Bagaimanapun, mereka harus bertambah kuat untuk melawan dia."
Ms. Icy seketika bungkam. Mau ia menyanggah pun, perkataan Ms. Ezel ada benarnya.
***
Pikiran Zura tidak bisa diam sepanjang perjalanan. Bahkan ia tidak fokus saat kumpulan Frankenstein menyerang mereka yang mengakibatkan HP Zura berkurang sebanyak 25 persen.
"Kau memikirkan apa?" tanya Daiyaa. "Quest-mu?" terkanya tepat sasaran.
Zura tidak merespons dan itu membuat Daiyaa kesal. Baru saja ia hendak menyentuh pundak Zura, gadis itu mengeluarkan sihir anginnya ke arah sebuah pohon di belakang Daiyaa. Bunyi kerasak-kerusuk yang keras menunjukkan ada sesuatu di sana. Tak lama, seseorang muncul dan melompat dari dahan pohon yang paling tinggi.
"Kau peka sekali, ya," ucap orang itu dengan senyum menghiasi wajah begitu kakinya menapak tanah.
"Kak Haris?!"
Tidak hanya Zura yang terkejut Daiyaa pun juga. Lelaki itu Harissa, ketua Asrama Horor.
"Jadi Kak Haris membututi kami sejak tadi?" tanya Zura.
"Tidak juga."
"Lalu?"
"Aku tahu alasan Ms. Ista membuat game ini," ujarnya tiba-tiba.
Zura dan Daiyaa tidak bisa menyembunyikan raut terkejut mereka.
Tanpa menunggu jawaban, Harissa melanjutkan, "Kurasa ujian ini bertujuan untuk mempersiapkan kita melawan Warlock."
"Warlock ...?"
Walaupun bingung, keduanya mengangguk paham. "Ah, ternyata begitu."
"Tetapi, kenapa Kak Haris tiba-tiba memberi tahu kami soal itu?" Daiyaa bertanya dengan raut siaga.
"Kenapa?" Zura tidak sadar masing-masing tangan Harissa sudah menggenggam pergelangan tangannya dan Daiyaa. "Karena quest-ku."
Zura terbeliak. Sial! Dia baru sadar kemampuan supranatural Harissa adalah menyerap tenaga kehidupan.
Matanya harus membulat lagi ketika tangan Daiyaa yang menggenggam pedang saber bergerak cepat ke arah lehernya.
Sebelum Zura benar-benar menyadari apa yang sedang terjadi, suara 'nit!' yang menandakan quest selesai berbunyi dua kali diikuti bunyi isi quest itu.
"Serap tenaga kehidupan tiga orang pemain lainnya. Completed."
"Tebas kepala satu pemain Asrama Fantasi. Completed."
Perlahan kesadaran Zura memudar. Detik berikutnya, ia ditelan kegelapan.
"Habisi ketua Asrama Sci-Fi dengan kekuatanmu. Failed."
Aku tidak tega menghabisi temanku sendiri.
***
Zura kembali membuka kelopak mata. Tubuhnya melayang-layang dalam suatu ruang hampa. Di sekelilingnya, ada beberapa orang lain yang juga dikenalnya, termasuk Daiyaa.
Suara dari gelang di pergelangan tangan kiri Zura tiba-tiba berbunyi.
"Kalian tidak benar-benar mengira akan menghilang dari dunia, kan? Hahahah!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro