Lady Knight and the Crown Prince
"Sayang, kamu harus tetap hidup. Berjanjilah pada Ibunda."
Wanita itu mengusap air mata di pipi si gadis kecil dengan lembut.
"I-iya, Ibunda. Aku ... aku janji!" Jawab si gadis kecil sembari sesegukan.
Si wanita memeluk tubuh kecil si Gadis. "Hiduplah dengan bahagia, tetapi jangan pernah lupakan mereka yang sudah menghancurkan kerajaan kita!"
"Baik, Ibunda."
"Cepatlah lari!" seru Ibunda gadis itu kemudian mendorong si gadis kecil untuk lari.
Dengan berat hati, si gadis kecil berlari meninggalkan ibunda sembari menoleh ke belakang. Sang Ibunda tersenyum pahit dengan air mata menetes.
"Ibunda ...," bisik si gadis kecil sedih.
Saat melewati ruangan raja, ia melihat sebuah anak panah menancap ke kepala sang raja—ayahnya. Si gadis kecil segera berlari menuju ruang bawah tanah dan pergi ke luar lewat jalan rahasia yang menghubungkan dengan kerajaan.
Begitu keluar dari jalan, si gadis kecil berada di hutan lalu terjatuh dari tebing. Tubuhnya berdarah darah tetapi tidak mati.
***
Ellana terbangun dari mimpi. Napasnya memburu. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar.
"Mimpi itu lagi," gumam Ellana.
Sudah lama ia tidak memimpikan itu. Mimpi yang sama berulang-ulang.
Ellana yakin sekali gadis kecil yang ada di mimpinya adalah dirinya sendiri, tetapi dia tak sedikit pun merasa pernah mengalami atau mengingat kejadian yang ada di mimpinya.
Dan lagi ... wanita yang berbicara padanya itu, apakah ibunya? Walaupun Ellana tak dapat melihat wajah wanita itu dengan jelas, tetapi ia yakin wanita itu bukanlah Reanne—ibunya yang sekarang.
Ellana bangkit dari ranjang lantas mandi dan bersiap. Seragam putih dengan corak biru berlapis armor di dada, serta pedang yang tergantung di pinggang kiri membuat penampilan Ellana tampak gagah. Mata sewarna kristal rubi yang mengkilat tajam adalah ciri khas Ellana.
Selesai bersiap, Ellana segera bergegas menuju area latihan. Sudah lama ia tidak berlatih bersama kesatria lain. Semenjak menjadi pengawal pribadi Pangeran, Ellana selalu terlihat bersama sang putra mahkota dan jarang mengikuti latihan bersama kesatria lain. Akan tetapi, hari ini Pangeran mengizinkannya untuk beristirahat, sementara ia pergi ke kerajaan lain untuk urusan politik.
Awalnya Ellana bersikeras untuk ikut, tetapi sang Pangeran juga sama keras kepalanya dengan Ellana. Setelah perdebatan panjang, akhirnya Ellana menyerah karena sang Pangeran memberinya titah mutlak.
Begitu Ellana menapakkan kaki di area latihan, ia disambut oleh puluhan pasang mata yang menatapnya terkejut. Bahkan pria berusia empat puluh tahun yang tampaknya pemimpin mereka juga melebarkan sedikit pupilnya.
"Ellana?" ucap pria itu.
"Lady Zavier? Mengapa Anda ada di sini?" tanya salah satu kesatria yang berambut hitam legam, disusul anggukan dari kesatria lain.
"Sudah jelas, 'kan? Tentu saja untuk berlatih," jawab Ellana dengan nada dingin. Berlainan dengan bibirnya yang mengulas senyum.
Ellana melangkah mendekat dengan langkah anggun. Rambut berwarna perak dikucir kuda yang melambai-lambai diterpa semilir angin, iris rubi yang mengkilat tajam, tetapi hangat, serta seragam khas kesatria kerajaan Vigorous yang membalut tubuh Ellana membuat gadis berusia delapan belas tahun itu tampak anggun dan berkharisma. Pesonanya mampu membuat siapa pun—bahkan sang Pangeran—memandang kagum.
Ellana tak langsung menjawab. Ia sedikit membungkuk pada seorang pria empat puluh tahunan yang diketahui sebagai pemimpin para kesatria. Biarpun mereka adalah keluarga, tetapi Ellana tetap menaruh hormat kepada pria tersebut.
"Sudah lama aku tidak melihatmu, Ellana.
Sepertinya akhir-akhir ini kau sangat sibuk, hm?" sapa pria itu.
Ellana menyunggingkan senyum tipis. "Begitulah. Saya ke sini karena Pangeran memberi saya libur. Kalau saya tidak menggunakan kesempatan ini untuk menghabiskan waktu dengan teman-teman saya, beliau akan marah dan menghukum saya," jawab Ellana dengan nada setengah bercanda.
Namun, sebenarnya ia serius. Terakhir kali Pangeran memberikannya liburan, Ellana malah mengikuti dan mengawal Pangeran secara diam-diam. Seharusnya ia takkan ketahuan jika orang yang diikutinya adalah orang lain. Akan tetapi, itu tak berlaku untuk Pangeran yang mengetahui tabiat Ellana. Pada akhirnya, gadis itu pun tertangkap basah oleh pangeran. Tentu dengan omelan serta hukuman yang membuat Ellana mendiamkan pangeran selama berhari-hari. Hal itu sukses membuat pangeran merasa bersalah dan merajuk.
Para kesatria yang didominasi oleh kaum adam itu seketik bersorak gembira begitu mendengar jawaban Ellana. Bagaimana tidak? Berlatih dengan kesatria terbaik dan tercantik di kerajaan adalah impian hampir semua kesatria di Vigorous.
Hanya butuh waktu tiga tahun, Ellana berhasil menyabet gelar baronet di usia muda meskipun ia berasal dari keluarga marquess. Kemampuan berpedangnya yang indah tak hanya dikenal di Kerajaan Vigorous, tetapi juga kerajaan tetangga serta musuh kerajaan Vigorous.
Medan perang adalah temannya. Setidaknya, dulu, sebelum ia ditunjuk langsung oleh Raja Vigorous untuk menjadi pengawal pribadi Pangeran Carlo.
"Lady Ellana?"
Seorang pria bersetelan brunette yang tampak rapi tiba-tiba mendatangi area latihan dan memanggil Ellana. Gadis itu tidak segera menghentikan latihannya dan hanya menyahut, "Ada apa, Tuan Linn?"
Pria yang dipanggil Tuan Linn melangkah mendekat dan menyapa Marquess Zavier yang tengah memimpin latihan. Kemudian, iris sebiru langitnya menatap Ellana datar.
"Anda dipanggil oleh Yang Mulia Raja ke ruang perpustakaan kerajaan," ujar Tuan Linn memberi tahu.
Ellana segera menghentikan latihannya, lantas berjalan menghampiri Tuan Linn. Tangan kanannya terulur begitu sampai dua langkah di hadapan pria itu.
"Di mana kuncinya?" Ellana bertanya dengan dingin. Tiada sedikit pun sorot ramah yang ditujukan kepada sang kaki tangan raja.
"Jangan bodoh, Lady. Anda punya kuncinya."
Tuan Linn membalas pertanyaan Ellana dengan tak kalah dingin.
Ellana menaikkan satu alisnya. "Oh, ya?"
"Ya. Tidak mungkin orang kepercayaan Raja seperti Anda tidak memiliki kuncinya," sahut Tuan Linn.
Ellana menarik kembali uluran tangannya. "Baiklah, terima kasih, Tuan Linn."
Tak berniat bercakap-cakap lebih lanjut dengan menteri sekaligus kaki tangan sang raja itu, Ellana segera pamit kepada sang Marquess Zavier kemudian berlalu menuju perpustakaan kerajaan.
Sebelum memasuki perpustakaan kerajaan, Ellana bertemu dengan dua pengawal di depan perpustakaan tersebut. Ia lalu mengeluarkan kunci berwarna keemasan dari saku seragam kesatrianya.
Kunci itu sudah cukup menjadi bukti bahwa Ellana adalah salah satu dari segelintir orang kepercayaan raja selain keluarga kerajaan yang diizinkan memasuki perpustakaan ini.
"Ellana Zavier. Barusan Yang Mulia memanggilku," jawab Ellana kepada dua pengawal. Tanpa menunggu lama, dua pengawal itu mempersilakan Ellana masuk.
Pintu berwarna emas bercorak biru menyambut Ellana begitu memasuki perpustakaan kerajaan. Begitu mewah. Lain dari perpustakaan mana pun yang pernah ia lihat sebelumnya.
Ellana membuka pintu perpustakaan yang dikunci dari dalam kemudian melangkah masuk. Tak lupa menguncinya kembali mengingat perpustakaan ini sangat rahasia dan tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang.
"Oh, Ellana. Kau sudah datang." Suara sang Raja menyambutnya begitu beberapa langkah memasuki perpustakaan.
Ellana segera berlutut. "Ya, Yang Mulia."
Raja yang duduk di bangku berkata, "Sebelumnya, maaf mengganggu waktu senggangmu. Bisakah kau membantuku mengurus berkas-berkas ini?" tanya sang raja mengembuskan napas. "Harusnya ini dikerjakan oleh Carlo. Akan tetapi, anak itu sedang berada di luar kerajaan. Carlo sendiri yang memintamu untuk membantunya."
Ellana mengangguk seraya bertanya dengan nada biasa, "Baiklah, kalau Pangeran bilang begitu. Apa yang harus saya lakukan, Yang Mulia?"
Bibir tipis Ellana yang berwarna kemerahan terangkat sedikit. Senyum tulus yang sebenarnya terpaksa. Ia harus pandai-pandai mengatur ekspresinya di depan sang raja. Karena sebenarnya, Ellana sedang merencanakan sesuatu untuk balas dendam kepada Carlo yang seenaknya melimpahkan tugas tersebut kepada Ellana.
Kalau saja Carlo bukan seorang pangeran dan putra mahkota, Ellana pasti sudah menjitak kepala Carlo.
Sang raja memberikan berkas-berkas itu kepada Ellana. Dengan satu tarikan napas, Ellana mulai mengerjakan tugasnya.
Awas saja kau, Pangeran.
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro