Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hai no Hanabira

Lelaki itu, Aruhisa-kun, hari ini terlihat sangat tampan.

Aku ingin menjerit seperti gadis lain saat Aruhisa-kun yang tengah bermain basket di lapangan melihat ke arah kami, tetapi aku tidak bisa. Tenggorokanku sakit, napasku tercekat, dan suaraku tak keluar biarpun mulutku sudah terbuka.

Kurasakan gumpalan mengganjal di ujung tenggorokan, seakan mendorongku untuk mengeluarkankan isinya. Untunglah aku segera menutup mulut dengan telapak tangan kiri tatkala aku terbatuk dan sesuatu itu keluar, merembes melewati celah tangan dan menetes ke lantai keramik berwarna putih.

Sial. Di saat-saat begini ... di saat-saat Aruhisa-kun sedang bersinar ... kenapa harus sekarang?!

Beberapa orang menoleh ke arahku dengan raut penasaran karena aku terbatuk dengan kencang dan meneteskan cairan merah kental berbau karat-yang sangat tidak kusuka baunya.

Masih dengan mulut yang tertutup telapak tangan, aku mengisyaratkan baik-baik saja lantas segera undur diri dari stadion penonton secepatnya. Mereka yang awalnya penasaran padaku, kembali mengalihkan perhatiannya pada pertandingan-tepatnya pada sang bintang, Aruhisa Takuto, yang tengah beraksi dengan lihainya di lapangan.

Aku ingin sekali menonton pertandingannya sampai selesai, tetapi penyakit sialan ini kambuh di saat yang tidak tepat. Mau tak mau, aku menghilang dari stadion. Sebelum meninggalkan stadion, mataku tidak sengaja menangkap iris pirus milik Aruhisa-kun. Kami saling bertatapan selama beberapa detik sebelum akhirnya aku kembali melangkahkan kaki menuju toilet yang sepi.

Hueeekk!

Begitu sampai di toilet wanita yang terletak di ujung lorong gedung A, aku langsung memuntahkan segala yang mengganjal di tenggorokanku. Cairan berwarna merah kental dan ... kelopak bunga berwarna merah muda yang senada dengan warna rambutku-sakura.

Sesak. Mendadak napasku sangat sesak begitu melihat beberapa kelopak bunga itu.

Ah ... ini sudah yang kesepuluh kalinya dan aku masih hidup dengan banyak kelopak bunga yang memenuhi paru-paruku.

Hanahaki disease, sebuah penyakit aneh nan sialan yang sukses membuatku kesulitan bernapas dan merasa tersiksa. Jika aku tidak beruntung, mungkin aku akan mati karena banyaknya kelopak bunga yang tumbuh di paru-paruku.
Alasan aku bisa mengidap penyakit ini sebenarnya cukup sederhana: aku menyukai Aruhisa-kun, sedangkan dia tidak. Singkatnya, ketika perasaan atau rasa cinta seseorang bertepuk sebelah tangan.

Aku ingin sembuh dari penyakit menyebalkan ini, tetapi sepertinya tidak mungkin. Dokter bilang aku harus menjalani operasi untuk mengangkat bunga-bunga yang tumbuh di paru-paruku. Namun, jika itu dilakukan, perasaanku pada Aruhisa-kun akan hilang bersamaan dengan diangkatnya bunga-bunga itu. Tentu aku tidak mau karena aku ... sudah telanjur menaruh hati padanya.

Terkadang, aku suka mengkhayal jika suatu saat penyakit ini akan hilang dan Aruhisa-kun membalas perasaanku. Agak mustahil sebenarnya, mengingat Aruhisa-kun sangat mencintai Amane-chan dan bahagia bersamanya.

Andai ada sesuatu yang bisa kulakukan ....

Aku mengambil napas dalam dan mengembuskannya kembali, lantas menatap pantulan bayangan diriku di cermin. Aku tak sadar jika mulutku hampir penuh dengan kelopak bunga sakura. Tak lupa dengan darah yang mengalir di ujung bibir melewati celah kelopak. Segera kubersihkan mulutku beserta bunga-bunga yang berceceran sebelum ada yang melihatnya.

Setelah selesai, aku kembali menghadap cermin dan menatap bayanganku yang kini sudah lebih bersih. Tiada kelopak bunga dan darah lagi. Tergantikan dengan senyum manis yang kusunggingkan.
Sebenarnya, apa yang kurang dariku sehingga Aruhisa-kun lebih memilih Amane-chan?

Aku cantik-kata orang-orang-dengan rambut merah muda sebahu yang berbau harum seperti sakura. Iris mataku berwarna biru bagai langit cerah. Senyumku menawan. Kepribadianku friendly dan easy going. Penampilanku juga tidak buruk.

Otak? Ah, jangan ditanya. Aku selalu menduduki peringkat tiga besar paralel semenjak SD. Kaya? Keluargaku berasal dari keluarga terpandang. Bakat? Aku bisa menyanyi, menari, menggambar, memasak, bahkan berolahraga.

Kata orang-orang, aku perwujudan gadis sempurna. Akan tetapi, kenapa Aruhisa-kun ... tidak tertarik padaku?

Padahal aku yang selama ini menemaninya sejak kecil. Aku yang selalu melindunginya saat dia dirundung dulu. Dan aku ... yang seharusnya dijodohkan dengan Aruhisa-kun.

Aku menarik napas kuat-kuat, sedikit berharap tidak mengembuskannya kembali, tetapi tidak mampu. Aku masih ingin hidup.
Pintu toilet mendadak terbuka. Bersamaan dengan itu, aku tersentak kala dua orang siswi masuk ke toilet dan bersitatap denganku. Untunglah refleksku cukup cepat. Kupasang senyum semanis mungkin-dengan raut ramah seperti biasa.

"Ne, ternyata Sakura-chan ada di sini?" tanya salah seorang dari mereka yang berambut sepinggang. Namanya Hayami Himuro, teman sekelasku.

Aku mengangguk cepat. "Ah, iya ...."

"Lho, Hi-chan tidak tahu? Kan tadi Sakura bergegas pergi dari stadion penonton karena batuk darah," kata gadis satunya lagi. Rambutnya dikucir twintail. Ciri khas seorang Murakami Risa.

Huh ... Risa memang cukup menyebalkan. Mulutnya selalu menyerocos hal yang seharusnya tidak ia katakan.

"Ah, tadi aku sedikit mual dan ingin muntah, jadi aku segera ke toilet," balasku sekenanya.

Himuro dan Risa ber-oh ria. Bodohnya, mereka hanya mengangguk. Ah, iya. Mereka memang siswi paling bodoh di kelas.

"Sudah, ya. Aku ingin bertemu Aruhisa-kun dulu," kataku kemudian segera berlalu.

Aku mencari-cari keberadaan Aruhisa-kun. Dia sudah tidak berada di stadion. Sepertinya pertandingan sudah selesai. Hal yang paling mungkin adalah dia sedang bersama Amane-bermesra-mesraan.

Hampir lima belas menit aku mencari keberadaan sepasang kekasih itu. Baru ketemu ketika Ogawa-kun-teman baikku-memberi tahu keberadaan mereka saat aku berpapasan dengannya di kantin tadi.
Aruhisa-kun dan Amane-chan sedang berada di rooftop. Keduanya duduk di bangku panjang yang memang didesain untuk dua orang.

Aruhisa-kun yang masih mengenakan seragam basket, memeluk Amane dengan mesra. Tak lama kemudian, lelaki itu melepaskan dekapannya. Amane menyuapkan Aruhisa-kun sesendok nasi dari kotak bento yang dibawanya.

Telapak tanganku mengepal di samping rok sambil meremasnya. Gigiku menggertak tanpa sadar.
Aku tidak tahan melihat mereka!

Seharusnya ... seharusnya aku yang berada di posisi Amane sekarang! Bukannya gadis itu!

Dengan langkah pasti, aku menghampiri mereka berdua, kemudian menepuk masing-masing pundak mereka dari belakang.

"Ne, apa kabar, Aruhisa-kun?" tanyaku disertai senyum manis dengan telapak tangan kiri menyentuh pundak kanan Aruhisa-kun.

"Amane-chan juga bagaimana kabarnya?" lanjutku, lalu menoleh kepada Amane yang pundaknya sudah berada dalam genggaman telapak tangan kananku.

Aruhisa-kun serta Amane menoleh serentak.

"Lho, Sakura-chan kenapa ada di sini?" tanya Aruhisa-kun.

"Kenapa ya?" Aku balik bertanya, lantas meluruskan pandangan. Senyumku tersungging begitu saja.
"Amane-chan, sudah pernah merasakan yang namanya jatuh?"

"... eh?"

"Sakura, jawab aku! Kenapa kau ada di sini?"

Aku tergelak, mengabaikan Aruhisa-kun. "Belum ya?"

Tanpa menunggu jawaban, aku segera menarik lengan Amane dan menyeretnya ke pinggir rooftop. Sesuai dugaanku, Aruhisa-kun langsung mengikuti dan mencoba melepaskan gadisnya. Amane sendiri sudah memberontak, tetapi fisiknya kalah denganku.

"Kalau hanya aku yang mati sendirian, aku tidak terima! Karena itu, matilah bersamaku, Amane-chan!"

Inilah yang kupikirkan. Aku akan mati; Amane juga harus mati!

Adil, bukan?

Aku tergelak manis-lagi. Dengan satu dorongan penuh tenaga, tubuh Amane terdorong ke belakang. Dia tidak bisa menjaga keseimbangan dan berakhir terjatuh dari gedung lantai empat.

Aruhisa-kun membelalakan mata. Tangan kanannya terulur ke depan. "AMANE!" pekik Aruhisa-kun, lalu menoleh cepat dengan sorot tajam. "SAKURA! APA YANG KAU LAKUKAN, HAH?"

Aku mengabaikan tatapan tajamnya.
"Kau selalu memperhatikan Amane, sampai-sampai tidak menyadari perasaanku, Aruhisa-kun. Kau egois."

Lelaki itu mengepalkan kedua telapak tangan. Tatapannya terarah lurus padaku-dengan nyalang.
"KAU YANG EGOIS! ADA APA DENGANMU, SAKURA? KAU TIDAK SEPERTI SAKURA YANG KUKENAL!"

Senyumku tersungging. Tidak seperti yang kaukenal? Jangan membuatku tertawa!

"Inilah aku, Aruhisa-kun. Kaupikir, karena aku selalu terlihat tertawa dan tersenyum manis, aku tidak sedih karena melihatmu hanya fokus pada Amane dan melupakanku? Apa kau sudah menjadi kacang lupa kulit, hm?"

Sesuai dugaanku, Aruhisa-kun bergeming.

"Tidak perlu dendam padaku. Karena aku akan mati."

Aku melangkah mendekat, sementara tubuh Aruhisa-kun masih tidak bergerak. Mulutnya sedikit komat-kamit. Sampai di hadapannya, barulah aku bisa mendengar apa yang tengah diucapkannya.

"Nande?" Aruhisa-kun bergumam, suaranya bergetar. Aku mengerjap, tidak mengerti maksudnya. Nande?

"Kenapa kau melakukan ini, Sakura?" lanjut Aruhisa-kun. Matanya sudah berair.

Dia menangis karena Amane? Cih!

Aku menyunggingkan senyum termanisku, lantas mendekatkan wajahku ke telinga Aruhisa-kun.

"Kenapa? Tentu saja karena aku mencintaimu, Aruhisa-kun," bisikku tepat di telinga kirinya.

Aku melangkah menuju pintu, membiarkan Aruhisa-kun kalut dalam pikirannya. Lalu dari arah tangga, terdengar kericuhan dan pekikan orang-orang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro