Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 85 ⭒࿈⭒ Akhir Kisah



"Keputusan ada di tangan kalian berdua, Mbak tidak bisa membantu apapun." Sajidah berujar pada sepasang suami-istri di depannya. "Tapi kamu sudah mengiyakan perkataan Tante Anetta tanpa berpikir panjang dulu, Yan. Seorang laki-laki tidak akan mengingkari perkataannya," tutur Sajidah kemudian.

Fian menghela napas, seolah ada beban berat yang dipikul oleh pundaknya. Ia melirik Fitri yang terus terdiam sedari tadi. Entah apa yang dipikirkan wanita itu, terkadang ia ingin sekali mengetahuinya.

"Baiklah. Aku akan menepati janji yang aku buat," ujar Fian yang spontan membuat Fitri langsung membelalakkan netranya tak percaya. "Aku akan menceraikan Fitri sesuai janjiku pada Tante Anetta."

Setetes air mata langsung jatuh dari kelopak mata Fitri seketika, berikut dengan beberapa tetes air mata lainnya yang ikut berjatuhan setelahnya. Secara langsung, Fian sudah menalaknya saat ini. Haruskah begini akhirnya?

Sajidah tersenyum bangga kala mendengar keputusan sang adik. Ia memeluk adik iparnya yang mulai menangis terisak dengan erat. "Fitri ... jika kamu memang berjodoh dengan Fian, Mbak yakin kalau kalian berdua akan dipersatukan kembali."

Fitri menggeleng pelan. "Aku cinta sama Mas Fian, Mbak." Dengan lirih Fitri bergumam, yang suaranya hanya bisa didengar oleh Mbak Sajidah dan dirinya sendiri. "Bagaimana mungkin aku bisa berpisah darinya?"

Sajidah kembali menghela napasnya dan menepuk-nepuk punggung Fitri yang masih bergetar. Netranya menoleh pada sang adik yang menatap keduanya dalam diam. Sajidah mengkode Fian agar menjelaskan alasan dibalik keputusannya tersebut. Karena bagaimanapun, ini pasti berat untuk Fitri.

"Fit, coba hapus dulu air mata kamu dan dengerin Fian yang mau ngomong." Sajidah melepas pelukannya dan menghapus jejak-jejak air mata yang ada di pipi Fitriana Ayodya. Kemudian, ia meminta Fitri mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh adiknya tersebut.

Fian yang sudah paham akan kode sang kakak, langsung beranjak mendekatkan dirinya pada sang istri yang masih saja menunduk tak ingin menatapnya. "Sayang," panggil Fian. "Kamu percaya nggak? Sama kata pepatah kalau jodoh itu nggak akan ke mana?" tanya Fian sembari meraih kedua tangan Fitri agar wanita itu menatapnya.

Fitri mengangguk dengan pelan. "Aku percaya," cicitnya.

Seulas senyum pun kembali tercipta di bibir Fian. "Aku juga percaya. Oleh karena itu, jangan takut akan perpisahan. Aku lebih takut akan janji yang tidak bisa aku tepati nantinya." Fian melihat bibir Fitri terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi kembali terkatup dengan rapat setelahnya. "Aku dan kamu hanya akan terpisahkan oleh status, tapi hatiku masih milikmu, Fitri. Kecuali ..."

"Kecuali apa, Mas?" tanya Fitri dengan tidak sabar.

"Kecuali Ibu kamu mau menarik permintaannya agar aku bercerai dengan kamu."

Fitri semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Fian, menatap laki-laki itu dengan netranya yang sudah menyendu. "Aku tidak yakin Ibu akan menarik kembali kata-katanya. Maaf Mas, tapi Ibu memang sangat tidak menyukaimu selama ini. Bahkan di hari pernikahan kita saja, aku sampai harus menangis meraung-raung pada Ibu agar mau merestui dan menjadi pendampingku menuju altar."

"Itu dia, sayang. Pikiran orang tua terkadang tidak bisa diubah atau dibantah. Kamu tidak mau 'kan, dianggap sebagai anak durhaka oleh Ibu kamu?"

Fitri menggeleng.

"Nah, maka dari itu-"

"Dengan terpaksa kita harus bercerai, bukan?"

Fian tersenyum tipis. "Ya, kita harus bercerai. Tidak, aku tidak ingin menyebutnya perceraian. Akan tetapi, perpisahan. Perpisahan raga, tapi tidak dengan jiwa." Dikecupnya kedua punggung tangan Fitri secara bergantian. "Seperti kisah Radha dan Krishna yang tidak bisa bersatu dalam ikatan suci pernikahan. Akan tetapi, bersatu dalam ikatan suci sebagai kekasih alam."

Fitri terisak haru dan berhambur memeluk Fian kemudian. Ia tahu apa maksud perkataan suaminya tentang Radha dan Krishna. Fian akan tetap jadi miliknya, sekarang dan selamanya. Ada atau tidak adanya ikatan pernikahan di antara mereka. Itulah makna dari kalimat tersebut.

⭒࿈⭒

"Bu Anetta, ada yang ingin bertemu dengan Anda."

"Bukankah saya sudah bilang? Saya tidak ingin dijenguk oleh siapapun sampai hukuman saya selesai!"

Seorang pria paruh baya yang memakai setelan seragam khas kepolisian itu hanya menggelengkan kepalanya. "Mereka setuju soal perceraian yang Anda minta."

Saat kalimat tersebut terdengar di telinga wanita paruh baya yang memakai setelan baju khas penjara itu, ia langsung memunculkan dirinya dari kegelapan jeruji besi dengan senyuman cerah. "Saya ingin menemui mereka."

⭒࿈⭒

"Assalamua'laikum, Ibu. Apa kabar?"

Fitriana Ayodya, bertanya pada sang ibunda yang tampak menatapnya dengan netra berbinar. Rasanya Fitri ingin menangis saat melihat ibunya tampak berantakan seperti ini. Rambut tidak tersisir rapi, pipi yang sedikit lebih tirus, dan baju tahanan itu.

"Waa'laikumsalam. Bagaimana, Fit? Kamu akan bercerai dari suamimu itu 'kan?" tanya Nyonya Anetta dengan tidak sabaran. "Kalian akan memenuhi permintaan Ibu, 'kan?"

Fitri hanya mampu tersenyum kecut, tapi tetap mengangguk untuk mengiyakan pertanyaan sang ibu. Dari sini dia sudah paham, kalau ibunya itu tidak akan pernah puas sebelum ia benar-benar berpisah dengan sang suami. "Iya, Ibu. Aku akan bercerai dengan Mas Fian. Ibu senang, 'kan?"

"Jangan ditanya lagi, tentunya Ibu sangat-sangat senang! Kamu jadi tidak harus hidup susah dengan laki-laki itu," kata Nyonya Anetta yang masih saja tersenyum dengan lebarnya. Hingga kehadiran Fian beberapa detik kemudian pun tak membuat senyum senang di wajah wanita paruh baya itu pudar.

Fian menatap Nyonya Anetta tanpa ekspresi. Entah harus bagaimana ia menjelaskan suasana hatinya saat melihat ibu mertuanya ini. Yang jelas, ia merasa kesal dan muak saat ini. "Saya sudah mengajukan surat perceraian dan surat itu juga sudah ditanda tangani oleh kami." Fian menyerahkan berkas itu tepat di depan sang ibu mertua yang dengan cepat mengambil map biru berisi surat perceraian tersebut.

"Akhirnyaa," senang Nyonya Anetta tanpa tahu kalau setetes air mata terjatuh dari kelopak mata putrinya. Fian hanya meremas bahu Fitri dari belakang untuk menguatkannya.

"Hahaha, Fitri juga senang kalau Ibu senang."

Bohong. Tidak ada yang senang dengan perceraian ini kecuali Nyonya Anetta sendiri. Fitri hanya bisa pasrah dan berdoa agar ia bisa melalui ini semua dengan lapang dada.

⭒࿈⭒

"Hakim, memutuskan."

Tok! Tok! Tok!

"Dengan ini, ananda Aldiano Lutfiansyah dan Fitriana Ayodya resmi dinyatakan bercerai."

"Keputusan ini, mutlak disetujui oleh kedua belah pihak tanpa adanya paksaan."

Tok! Tok! Tok!

Ketukan palu terakhir itu menjadi tanda berakhirnya hubungan pernikahan mereka. Fitri dan Fian hanya bisa berdoa dan berharap yang terbaik untuk satu sama lain. Setiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Namun selalu ada hikmah dibalik semuanya. Begitupun dengan kisah pasutri muda yang cukup pelik ini.

Sama seperti sang Rajawali yang terus menanti akan datangnya pagi. Maka, kisah ini pun cukup sampai di sini.



The End
(⌒▽⌒)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro