Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 82 ⭒࿈⭒ Tidak Terduga



"Kamu itu memang pembawa sial, Fian! Fitri tidak pernah mendapatkan kebahagiaannya sejak menikah dengan kamu!" Napas Nyonya Anetta memburu sembari menatap laki-laki yang berstatus sebagai suami dari putri keduanya itu dengan tatapan tajamnya. Air mata kesedihan dan kemarahan terpancar jelas di kedua bola mata wanita paruh baya tersebut. "Fitri keguguran itu pasti karena kelalaian kamu sebagai suami!"

Fian hanya menundukkan kepalanya tanpa menjawab atau merespon apapun perkataan sang ibu mertua. Ya, ia sepenuhnya sadar kalau ini adalah kesalahannya yang telah lalai dalam menjaga sang istri dan calon buah hatinya. Namun apa daya, semuanya sudah terjadi sekarang.

"Anda jangan menyalahkan anak saya atas apa yang terjadi pada anak Anda, Nyonya Anetta! Fian tidak ada di tempat kejadian saat itu, jadi dia tidak bersalah!" seru ibunda dari Fian yang sudah mulai turun tangan. Ia sangat jengkel pada besannya itu karena terus menyalahkan putranya.

"Justru karena itu! Jika saja Fian ada di rumah saat itu, sudah pasti Fitri dan calon cucuku akan baik-baik saja!" pekik Nyonya Anetta yang tak mau kalah. Kedua wanita paruh baya itu saling melemparkan tatapan tajam satu sama lain.

"Sudah cukup! Apa kalian para orang tua tidak malu bertengkar di koridor rumah sakit begini?!" Sajidah menengahi dengan tegasnya. Kakak dari Aldiano Lutfiansyah itu berdiri dengan tangan yang sudah berkacak pinggang di antara sang ibu dan ibu dari adik iparnya tersebut. "Fitri sedang beristirahat di dalam sana! Ia syok karena kehilangan janinnya! Jadi tolong, jangan menambah panas suasana!"

"Apa yang dikatakan Sajidah benar," sahut Mutamimah sembari menatap satu per satu wanita paruh baya di depannya. "Jika kalian ingin saling menyalahkan, maka salahkan aku juga yang tidak ada di sisi adikku saat itu."

Semua orang yang ada di sana terdiam setelah kalimat terakhir yang dikatakan Mutamimah. Semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Bahkan mereka tidak menyadari Fian yang mulai berjalan menjauh dari mereka. Laki-laki itu hanya membutuhkan ketenangan saat ini, dan ia akan mendapatkannya di Rumah Allah.

Ya, di sinilah Fian sekarang. Masjid besar yang terletak tidak jauh dari rumah sakit tempat istrinya dirawat. Fian menatap bangunan dengan nuansa warna putih dan hijau itu dengan datar. Helaan napas beberapa kali keluar dari bibir tebalnya. Netra kelamnya menunduk dan menatap pakaiannya yang masih penuh dengan darah.

"Aku tidak mungkin masuk dengan pakaian penuh darah ini," gumamnya. Fian lebih memilih mendudukkan dirinya di salah satu undakan masjid sembari menatap lalu-lalang kendaraan di jalan raya sana. Hari semakin larut, dinginnya angin malam juga terasa menusuk kulit. Akan tetapi, Fian tidak peduli. Rasa sedih dan kecewanya masih mendominasi.

"Mungkin setelah ini, aku akan mencari tahu penyebab pendarahan hebat yang terjadi pada Fitri. Aku akan meminta dokter untuk memeriksa rahim istriku lebih lanjut." Fian bermonolog dengan tatapan lurus ke depan. Bola matanya tampak berkilau karena pantulan cahaya dari lampu-lampu jalan. "Tidak peduli jika aku harus membayar lebih biayanya, asalkan aku bisa tahu apa penyebab dari pendarahan itu."

Fian benar-benar sudah membulatkan tekadnya. Ia sungguh-sungguh akan menyelidikinya. Karena tidak mungkin kalau ia meminta Fitri menjelaskannya jika keadaan sang istri masih syok seperti ini. Yang ada, Fitri bisa semakin drop.

Malam itu, suasana malam dan sekitarnya menjadi saksi bisu akan kemarahan seorang ayah yang calon anaknya diambil secara paksa darinya, dan seorang suami yang harus melihat penderitaan istrinya.

⭒࿈⭒

Berita kegugurannya Fitri menjadi duka yang sangat mendalam untuk keluarga mereka. Tujuh hari tujuh malam sejak keluar dari rumah sakit, Fitri terus menangis dan mengurung dirinya di rumah. Wanita itu masih tetap mengerjakan kewajibannya sebagai seorang istri, tetapi Fitri juga terkadang menjadi lalai akan kewajibannya tersebut. Namun tidak masalah, Fian sangat memakluminya. Sang istri masih sangat berduka akan keguguran calon buah hatinya.

Sejak hari itu pula, Fitri belum menceritakan apa-apa pada Fian dan seluruh keluarganya terkait kejadian waktu itu. Fitri menutup rapat-rapat mulutnya seolah enggan membahasnya lagi. Akan tetapi, Fian tentu tidak akan tinggal diam. Hari terakhir di mana Fitri sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit, Fian meminta dokter untuk melakukan pemeriksaan khusus pada rahim sang istri tanpa diketahui oleh siapapun.

Sekarang, hanya tinggal menunggu hasil tes saja untuk menemukan penyebabnya. Pihak rumah sakit mengatakan, butuh waktu lebih dari seminggu untuk memproses hasilnya. Jadi Fian hanya bisa mengangguk mengiyakan dan bersabar saja untuk sekarang. Karena ia yakin, pasti ada alasan dibalik pendarahannya Fitri waktu itu.

Tidak, Fitri tidak terjatuh. Ia sudah menanyakan hal itu pada sang istri tempo hari. Namun Fitri hanya menjawab dengan gelengan kepala. Jadi sudah pasti kalau bukan itu penyebabnya. Kenapa ia bisa sangat yakin? Karena ia sangat mengenal sang istri, dan ia tahu kalau Fitri tidak berbohong. Pendarahan itu tidak disebabkan karena terjatuh atau membentur benda keras, dan lain-lain. Ada sesuatu yang harus diketahui dan diungkap di sini.

Apapun itu, ia pasti akan menemukannya dengan segera.

⭒࿈⭒

"Hahaha, aku tidak menyangka kalau jamu itu akan sangat manjur."

Suara tawa seseorang terdengar menggema di kamar bernuansa vintage tersebut. Seseorang yang menjadi pemilik dari kamar itu menatap gelas berisi cairan berwarna kuning kecoklatan di depannya dengan seringai puas yang tercipta di bibirnya.

"Menyembuhkan bagi orang yang sakit, dan mematikan bagi orang yang sehat." Bibir merah itu kian melebarkan seringainya. "Maafkan Nenekmu ini, Cucuku. Akan tetapi, Nenek tidak rela kalau Ibumu masih bersama dengan Ayahmu itu. Apalagi sampai mempunyai anak darinya."

Tak!

Suara gelas kaca yang diletakkan dengan sedikit kasar di atas meja menjadi tanda betapa kesal dan jengkelnya orang tersebut. Rambut hitam bergelombang yang sudah ditumbuhi uban di beberapa bagian itu tampak berayun lembut saat pemiliknya menyisir dan mengikatnya dengan asal-asalan.

Hingga beberapa saat setelahnya, hanya suara bedebum pintu yang ditutup dari luarlah yang menjadi saksi bisu betapa kejamnya orang itu.

Katakan, ibu mana yang dengan tega menggugurkan kandungan putrinya sendiri karena tidak suka dengan suami dari putrinya tersebut?

Mungkin kalian tidak akan percaya, tapi Nyonya Anetta lah pelakunya.

Jamu yang diberikannya pada Fitri itu adalah jamu penyembuh untuk orang sakit. Namun akan sangat mematikan bagi orang yang sehat dan segar bugar. Apalagi untuk ibu hamil seperti Fitri. Jamu itu akan sangat mematikan bagi calon bayinya, dan efeknya pada sang ibu yang mengandung hanya sakit perut yang amat sangat saat jamu itu bekerja.

Luar biasa, bukan?



Sangat luar biasa hingga rasanya saya ingin berteriak marah pada Anda, Nyonya Anetta :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro