Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 75 ⭒࿈⭒ Kehamilan Pertama



Berita kehamilan Fitri sudah sampai ke telinga keluarga dan para sahabatnya. Mereka semua sangat menantikan kehadiran bayi yang ada di dalam kandungan Fitri. Mufidah dan Muntaha adalah yang paling antusias saat kakak kedua mereka itu memberitahukan kabar bahagia tersebut. Bagaimana tidak? Rasanya keluarga mereka akan semakin ramai saja setelah ini. Akan ada suara tangisan bayi yang mendominasi.

Tidak hanya Mufidah dan Muntaha saja, kelima sahabat Fitri pun juga sama antusiasnya dengan kedua adiknya. Apalagi Qonita yang langsung menghampirinya ke rumah dan menanyakan kepastian kabar itu kepadanya, seperti saat ini.

"Serius kamu sedang hamil keponakanku?" tanya Qonita untuk yang kesekian kalinya. Gadis itu menatap perut Fitri dengan mata memicing, seolah tidak percaya.

Fitri yang ditatap sedemikian rupa hanya mendengkus dan melempar kulit kacang yang isinya baru dimakannya ke arah Qonita. "Tentu saja aku serius! Kamu pikir aku berbohong?" sengit Fitri dengan kedua alis yang sudah menukik tajam dan bibir berdecak.

Qonita menggeleng. "Tidak, bukan itu. Kan kamu pernah bilang kalau kamu itu masih perawan. Eh, tiba-tiba kok udah jebol, terus udah hamil aja?"

Fitri menghela napas dan memijit pelipisnya yang sedikit berdenyut dengan perlahan. Lantas kembali memfokuskan pandangan ke arah Qonita yang tampak masih saja menunggu jawabannya.

"Aku juga tidak tahu kenapa bisa hamil secepat ini. Padahal terhitung seminggu setelah aku melepas keperawananku," tutur Fitri sembari menopang dagunya. "Menurutmu kenapa?" lanjut tanya Fitri pada sang sahabat yang justru malah terbengong sekarang.

"Aku ... juga tidak tahu."

Jawaban Qonita yang terkesan bercanda itu membuat Fitri langsung merasa jengkel seketika. Ingin rasanya ia mendaratkan gelas kaca yang berisi es sirup itu pada kepala Qonita. Jika ia tidak ingat kalau Qonita adalah sahabatnya, sudah sedari tadi ia akan melempar kepalanya dengan gelas tersebut.

"Meh, maka lebih baik kamu diam." Fitri berujar sembari mengambil kue bolu rasa coklat yang ada di meja dan langsung menyantapnya dalam sekali suapan.

Qonita merengut sebal. "Enak ya, sekali berhubungan langsung topcer."

"Sekali apanya?! Sejak Fian memerawaniku waktu itu, hampir setiap malam dia menggagahiku di atas ranjang, tahu!"

Mulut Qonita terbuka tanpa sadar, pun dengan kedua manik matanya yang membelalak sempurna. "Gilaaa, apakah seenak itu rasanya sampai kalian berdua melakukannya setiap malam?" tanya Qonita dengan ekspresi polosnya.

Fitri yang kesal dan malu, spontan mendaratkan pukulan kecil pada bahu sahabatnya itu. Pipinya kian merona karena pertanyaan Qonita itu membuatnya jadi teringat malam-malam panas bersama sang suami.

"Hayolohh! Pasti mikir yang aneh-aneh 'kan, kamu?!" Qonita tertawa kencang kala dugaannya tepat sasaran. Lihat saja wajah sahabatnya yang kian memerah itu. Sungguh menggemaskan, menurutnya!

"Nggak, ya! Jangan fitnah!"

"Halah, udah ngaku aja!"

"Nggak!"

Begitulah seterusnya yang terjadi, hingga Qonita berpamitan pulang setelah membuat Fitri kesal bukan main karenanya.

⭒࿈⭒

"Hah ..."

Sudah kesekian kalinya dalam satu jam ini Fitri menghela napasnya. Bagaimana tidak? Lihat saja Fian yang terus saja mengekorinya ke manapun ia melangkah. Suaminya itu sama sekali tidak mau melepaskan pandangan darinya. Lebih tepatnya, tidak membiarkan ia lepas dari pandangannya.

"Ngapain sih, Mas? Aku cuma mau ke dapur, loh." Fitri berkacak pinggang sembari menatap tajam pada sang suami yang tengah berdiri di belakangnya dengan ekspresi wajah cemas tersebut.

"Aku takut kamu kenapa-napa. Biar aku jagain dari belakang," tutur Fian. Fitri sampai dibuat terperangah dengan pengakuan suaminya tersebut. Ia hanya heran. Menjaga sih menjaga, tapi kan tidak segininya juga!

"Astaga, Mas! Aku tidak akan kenapa-napa. Udah deh, sana ah. Aku mau menikmati waktu sendiri saja susah," gerutu Fitri sembari mendorong punggung Fian supaya keluar dari dapur.

"Kalau nanti kamu jatuh atau terkena pisau dapur bagaimana?!" seru Fian sembari berusaha mengelak dari dorongan istrinya yang memang tidak terlalu kuat itu. Sungguh, ia hanya mencemaskan istri dan calon anaknya.

Fitri menepuk jidatnya dengan keras, lantas memberikan delikan tajamnya pada laki-laki bandel di depannya ini. "Aku baik-baik saja, okey? Kekhawatiran kamu itu terlalu berlebihan!" Fitri menghela napas sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. "Lagipula, aku hanya akan membuat sirup."

"Ya sudah, janji hati-hati ya? Aku mau nonton televisi kalau begitu," ujar Fian yang langsung diangguki dengan cepat oleh Fitri. Wanita hamil itu langsung beranjak membuat sirup setelah memastikan kalau sang suami sudah pergi dari area dapur.

Sementara Fian sendiri sebenarnya tidak benar-benar serius dengan perkataannya yang mengatakan akan menonton televisi. Karena sejatinya, ia malah memperhatikan sang istri yang saat ini tengah menuangkan sirup ke dalam gelas dengan waspada. Sesekali netranya akan bergantian menatap pada perut Fitri, takutnya terjadi apa-apa pada calon anaknya tersebut. Jika saja Fitri tahu kalau ia tengah diawasi oleh sang suami, sudah pasti ia akan memberikan tatapan tajam dan omelannya lagi pada Aldiano Lutfiansyah itu.

"Ngapain?"

Deg!

Dengan gerakan kaku dan patah-patah, Fian mendongakkan kepalanya dan mendapati Fitri yang sudah berdiri di depannya dengan segelas sirup di tangan kirinya. Ibu hamil itu menatapnya dengan salah satu alis terangkat penuh tanda tanya. Fian tersenyum kikuk sembari menegakkan badannya. Laki-laki bernama lengkap Aldiano Lutfiansyah itu berpura-pura mengambil remote televisi yang terjatuh sebagai alibi.

"Ini, mengambil remote yang terjatuh. Entah bagaimana ini bisa terjatuh di sini, haha."

Fitri mendengkus. "Nggak usah alasan. Bilang saja kalau kamu memang mengintipku dan mengawasiku, 'kan?" cecar Fitri tanpa melembutkan tatapannya sama sekali. Ia jadi tidak habis pikir dengan tingkah suaminya ini. Sudah sejak pulang dari kerja sore tadi loh. Sampai sekarang sang suami masih saja bersikap posesif seperti ini padanya.

"Iyaa, maaf. Aku memang mengawasimu, aku kan hanya khawatir." Fian mengerucutkan bibirnya sembari mengamit lengan Fitri dengan manja. Dilesakkannya kepalanya pada perut sang istri dan mengecupi perut istrinya itu dengan cepat. "Nanti kalau terjadi apa-apa dengan kalian gimana?"

Ohh, lihatlah siapa laki-laki yang menggemaskan ini?! Ingin sekali Fitri mengarunginya dan mengurungnya di dalam kamar sekarang juga. Aldiano Lutfiansyah sungguh menggemaskan di matanya sekarang! Sangat-sangat menggemaskan sampai rasanya ia ingin mengecupi seluruh wajah tampan yang tengah cemberut di depannya ini.

"Jangan berlebihan, aku baik-baik saja kok."

Hanya itu yang bisa Fitri katakan sekarang. Karena setelahnya, ia masih harus melepaskan pelukan Fian pada perut dan lengannya lantaran ia yang ingin ke ruang tengah untuk menonton televisi. Sinetron kesukaannya sedang tayang sekarang, bisa-bisa ia jadi ketingggalan nanti kalau terus meladeni suaminya ini.

"Kamu kok gitu sih, sayang?"

"Bodo amat, sayang."

"Fitri!"

"Hihi, I love you!"

"Dasar nakal! Sini kamu!"

"Hahaha! Nggak kena, wlee!"



Huaaa, iri banget sama
pasangan ini ಥ⌣ಥ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro