Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 70 ⭒࿈⭒ Keinginan Waktu Sendiri



Hari demi hari terus berlalu dengan cepat. Tiap jam, menit, dan detiknya sama sekali tidak terasa karena waktu yang terus berjalan. Kehidupan rumah tangga Fitri dan Fian sudah stabil sekarang. Entah dari segi ekonomi maupun rohani. Semakin hati semakin romantis saja kedua pasangan ini. Namun baik Fitri ataupun Fian masih merasa ada yang kurang di kehidupan rumah tangga mereka. Mereka sangat sadar akan kekurangan itu.

Ya, seorang anak.

Fitri sangat sadar akan hal itu. Ia bahkan belum memberikan dirinya sepenuhnya pada sang suami. Sebenarnya ia sudah siap secara lahir dan batin. Akan tetapi, ia masih sangat malu untuk mengatakan keinginannya tersebut pada Fian. Rasa-rasanya ia akan pingsan di tempat sebelum mengatakan keinginannya.

"Hah ... tapi rasanya sepi juga ini rumah kalau nggak ada Fian. Mungkin kalau aku punya anak, akan sedikit ramai jadinya. Aku bisa bermain dengan si kecil ketika Fian bekerja," Fitri bergumam dengan senyum sendunya.

Ia saat ini tengah duduk di ayunan yang berada di halaman rumahnya itu. Berayun ke depan dan ke belakang sembari memikirkan perihal seorang anak yang diimpikannya. Ia baru saja pulang dari pasar. Sepedanya bahkan baru ia parkirkan beberapa menit yang lalu. Tidak ada kegiatan yang bisa ia lakukan sekarang, selain bermain ayunan dan merenung. Mau nonton televisi pun rasanya tidak ada tayangan yang bagus di sana.

"Huaaa, bosannyaaa. Ngapain ya enaknya?" Fitri kembali bergumam sembari mempercepat laju ayunannya. Kening gadis itu berkerut dalam hingga menimbulkan beberapa garis lurus di keningnya. Lantas beberapa saat kemudian, senyuman Fitri mengembang. Gadis itu baru saja mendapatkan sebuah pencerahan sepertinya.

"Kenapa aku nggak telepon Silfy aja, ya? Kangen juga dengan sahabatku yang satu itu." Fitri menganggukkan kepalanya dan tersenyum lebar. Ia bergegas menghentikan laju ayunannya dan berlari masuk ke dalam rumah. Mengambil telepon rumahnya dan langsung memencet beberapa angka untuk menelepon Silfy di Jawa Tengah sana.

Panggilan tersambung ...

Hingga suara cempreng Silfy menyapa indra pendengarannya. Fitri tersenyum tanpa dikomando. Ia membalas sapaan Silfy dengan nada cerianya. Gadis itu baru saja pulang dari pasar katanya, membantu sang ibu berbelanja bulanan.

"Bagaimana kabarmu, Sil?" tanya Fitri sembari menarik kursi plastik yang berada di sudut ruangan mendekat dan mendudukkan dirinya di sana tanpa melepaskan gagang teleponnya.

"Baik banget dong! Kalau kamu sendiri gimana? Baik-baik aja kan sama Fian?"

Seulas senyum simpul terbit di bibir Fitri sebelum menjawab pertanyaan sahabatnya di seberang sana. "Ya, kami baik-baik saja. Ohh ya, aku pindah rumah loh."

"Benarkah?! Pindah ke mana?!"

Fitri terkekeh kala mendengar nada terkejut dan senang secara bersamaan dari suara Silfy. Gadis itu pasti sangat terkejut dengan hal yang disampaikannya barusan. "Aku pindah ke rumah Pakdheku. Beliau memintaku dan Fian untuk menempati rumah lamanya," tutur Fitri tanpa melunturkan senyumannya.

"Woah! Apakah rumahnya jauh dari rumah Ibu mertuamu?"

Fitri menggelengkan kepalanya meskipun ia tahu Silfy tidak akan bisa melihatnya. "Tidak bisa dibilang jauh dan tidak bisa dibilang dekat juga, sih. Akan tetapi, rumahnya dekat dari rumah orang tuaku. Dekat juga dengan pasar tempatku bekerja," ujar Fitri sembari memandangi kuku-kukunya. Hanya memeriksa, siapa tahu ada kotoran di sana.

"Oalah ... aku jadi ingin kembali berlibur ke Pasuruan dan menemuimu."

"Akupun juga ingin bertemu lagi denganmu dan mengenalkanmu pada kelima sahabatku, Sil. Mereka pasti akan senang sekali bertemu denganmu."

"Serius?! Aaaa aku jadi tidak sabar menunggu hari libur!"

Pekikan heboh Silfy di seberang sana membuat Fitri spontan tertawa geli di tempatnya. Ia pun juga berharap demikian. Ia berharap bisa segera bertemu lagi dengan salah satu sahabatnya itu. Ya, Silfy sudah ia anggap sebagai sahabatnya sejak pertemuan pertama mereka. Ia benar-benar nyaman dan senang akan keberadaan gadis ceria itu.

"Aku juga tidak sabar untuk kembali bertemu denganmu, Sil! Jangan lupa bawa oleh-oleh dari Rembang kalau ke sini, ya!" seru Fitri dengan riangnya.

"Tentu saja! Aku akan membawakan banyak sekali oleh-oleh untukmu dan kelima calon sahabatku itu, hahaha!"

Kedua gadis remaja itu tertawa bersamaan di tempat yang berbeda. Fitri yang semula merasa kebosanan, kini sudah tidak bosan lagi karena pembicaraannya dengan Silfya Ayu via telepon begitu menyenangkan. Begitupun dengan Silfy yang juga ikut senang karena sahabat jauhnya itu mau repot-repot meluangkan waktu untuk meneleponnya dan memberinya kabar setelah sekian minggu lamanya.

"Sudah dulu ya, Sil? Aku mau memasak makanan dulu untuk Fian. Kasihan dia kalau pulang kerja nanti belum menemukan makanan di meja dapur," ujar Fitri disertai dengan senyum simpulnya. Ia berharap Fitri mau mengerti dan bersedia mengakhiri panggilannya.

"Yahh, padahal aku masih ingin berbicara denganmu."

Ah, Fitri jadi merasa tidak enak dengan sahabatnya itu. "Maaf, kita kan masih bisa melanjutkannya pembicaraan kita besok."

"Iyaa, aku tahu kok. Ya sudah, aku tutup ya teleponnya. Assalamua'laikum!"

"Waa'laikumsalam!"

Tut ... tut ... tut ...

Suara nada sambung telepon yang sudah dimatikan itu menjadi akhir dari percakapannya dengan sang sahabat. Fitri sudah merasakan energinya kembali setelah berbicara hal random dengan Silfy tadi. Sahabatnya itu memang moodbooster terbaik!

"Sekarang ... waktunya memasak!"

Fitri langsung bergegas mengambil langkah cepat menuju dapur dan mulai mengolah bahan-bahan yang telah dibelinya di pasar tadi untuk dimasak. Ia berencana akan membuat oseng-oseng tempe, kacang panjang, dan wortel beserta sayur kangkung. Beberapa tahu goreng dan sambal kecap juga enak sepertinya.

Sebenarnya, apapun itu ... asalkan dibuat dengan penuh cinta, pasti hasilnya juga akan memuaskan. Terdengar lucu memang, tapi Fitri mempercayainya. Ia yakin kalau sesuatu dibuat dengan hati-hati dan penug kasih, pasti jadinya akan lebih enak, lebih bagus, dan lebih nikmat daripada sesuatu yang dibuat dengan asal-asalan.

"Hmm ... mulai dari mana dulu, ya?"

Fitri mengusap dagunya sembari menatap satu per satu sayuran beserta lauk mentah di atas meja dapur. Ia meraih wortel dan mengupasnya terlebih dahulu. Mencuci sayur kesukaan kelinci itu setelahnya, dan memotongnya dengan bentuk setengah lingkaran. Kemudian meraih kacang panjang dan memotongnya menjadi beberapa bagian. Terus berulangkali hingga kacang panjang yang terdapat 7 buah itu habis dipotongnya.

Fitri melakukan kegiatan memasaknya itu sembari bersenandung ria. Menyanyikan lagu-lagu yang menjadi soundtrack dari film India kesukaannya sambil berjoget dan menggoyangkan pinggulnya ke sana kemari. Serasa dapur dan dunia milik sendiri.

"Semoga Fian suka dengan menu masakanku kali ini," gumam Fitri disertai senyuman lebarnya. Ya, ia yakin sang suami akan menyukainya. Sekaligus, ia ingin mengatakan keinginannya nanti malam pada sang suami.

"Semoga aku tidak benar-benar pingsan nanti."



Ya, harapan kamu pun jadi harapanku juga, Fit :v

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro