Bagian 7 ⭒࿈⭒ Nonton Bareng
•
•
•
"FITRIII!"
Pekikan keras tersebut membuat sang empunya nama langsung menoleh ke sumber suara. Fitri yang semula masih duduk tenang sembari menjaga toko camilan sang ibu jadi terlonjak kaget karena kedatangan sahabat-sahabatnya yang sudah seminggu ini tak ditemuinya.
"Kalian ... ngapain?"
Bagaimana ia tidak dibuat bingung kalau kelima sahabatnya ini malah membawa-bawa kaset dan berbagai macam makanan ringan yang dimasukkan ke dalam kresek.
"Nonton dong! Kita 'kan, udah lama nggak nonton bareng. Ada Film India baru, nih!"
Fitri mendengkus saat salah satu sahabatnya yang bernama Kania itu mengatakan tujuannya. "Aku masih dagang. Lagipula, kita mau nonton di mana?"
"Di rumah Wasilah, aja! Rumah dia lagi kosong, tuh!" seru Qonita dengan lugasnya.
"Kok jadi di rumahku?!" pekik Wasilah tak terima. Enak saja mau menggunakan rumahnya. Bukannya dia pelit atau apa, tapi para sahabatnya ini kalau sudah berhubungan dengan Film India pasti bisa lupa diri. Apalagi jika sudah membawa camilan, sampah dari bungkusnya bisa sampai ke mana-mana.
"Terus di mana, dong? Masa di rumahku? Nggak mau ya," ujar Azmil yang sudah bersedekap.
"Udah, di rumahku aja. Lagian di rumah juga lagi sepi kok, gimana? Eh, tapi kita bantuin si Fitri nutup toko dulu," sahut Emi yang akhirnya jadi menengahi. Gadis dengan kulit sawo matang dengan potongan rambut pendek itu memang yang paling pengertian di antara mereka.
"Tapi aku masih dagang, woy!" pekik Fitri. Gadis berselendang merah itu benar-benar tidak habis pikir dengan sahabat-sahabatnya ini. "Nanti aku dimarahi Ibu karena tutup lebih awal!" lanjutnya.
Azmil dan Qonita saling tatap. Senyuman keduanya pun seketika mengembang. "Kita sudah izin sama Tante Anetta kok!"
"Ah, yang benar?" tanya Wasilah.
Qonita mendelik sinis. "Benaran, tahu!"
Fitri menghela napasnya sembari memijit pelipisnya yang mulai berdenyut. Kalau seperti ini, lebih baik ia menurut saja daripada makin runyam urusannya. Bisa-bisa kelima sahabatnya ini akan terus merecokinya jika ia tidak segera mengikuti kemauan mereka. Lagipula, ia juga rindu saat-saat bermain dengan mereka. Secara, ia yang menikah duluan dan harus tinggal bersama suaminya. Waktu untuk sang sahabat jadi sangat sedikit karenanya.
"Ya sudah, bantuin nutup toko dulu, ya!" pinta Fitri yang langsung diangguki oleh kelima sahabatnya.
Kelima gadis berusia 18 tahun itu segera membantu Fitri memasukkan barang dagangannya ke dalam toko, menatanya sesuai tempat, dan menyapu lantai toko. Setelah memastikan semua telah selesai, Kania dan Emi membantu Fitri menurunkan rolling door, menutupnya dengan rapat dan menguncinya. Kemudian, keenam remaja itu berjalan meninggalkan pasar dan menuju rumah Emi yang jaraknya memang tidak begitu jauh dengan pasar tempat Fitri berdagang.
"Nanti kita beli camilan lagi, yak? Kayaknya itu nggak akan cukup soalnya," ujar Wasilah sembari menunjuk kantung kresek berisi camilan dan jajanan yang sedari tadi dipegang oleh Azmil.
Fitri menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa sedikit heran dengan Wasilah. Padahal kantung kresek yang dibawa Azmil itu lumayan besar, dan isinya pun camilan yang sangat beragam.
"Masa itu kurang?"
Wasilah mengangguk dengan penuh keyakinan. "Kurang! Kita ini berenam, tahu! Pasti kurang lah kalau cuma satu kantung kresek doang!"
"Yeee, itu mah maunya kamu aja Wasilah! Orang kita juga sudah ngerasa cukup kok? Ya, nggak?" tanya Qonita meminta persetujuan sahabat-sahabatnya yang lain.
Emi, Azmil, Kania, dan Fitri mengangguk serempak. Menyetujui perkataan Qonita yang spontan saja membuat Wasilah jadi cemberut.
Yah, nggak jadi ngemil banyak deh.
"Kenapa jadi bahas camilan, sih?" tanya Emi. Gadis yang paling tomboy di antara mereka itu benar-benar dibuat heran saat ini. Keningnya pun sampai berkerut dalam.
"Nggak tahu, ah!"
"Dih!"
Fitri diam-diam terkekeh geli. Melihat tingkah para sahabatnya ini jadi membuatnya rindu saat-saat kebersamaan mereka. Di sepanjang jalan menuju rumah Emi, mereka bercanda ria dan tak berhenti menggodanya. Benar-benar sanggup membuatnya malu dan marah di saat bersamaan. Namun justru hal itulah yang ia rindukan. Karena sejak menikah, intensitas bersama para sahabatnya jadi berkurang drastis.
"Aku nggak tahu harus bilang apa, tapi yang jelas ... aku rindu kalian." Fitri menatap punggung kelima sahabatnya dengan seulas senyuman yang mengembang.
⭒࿈⭒
"Nah! Jadi aku sudah pinjam kaset ini!" Kania mengangkat benda persegi yang di dalamnya berisi benda berbentuk lingkaran yang tengahnya berlubang seperti donat. Gadis itu langsung meletakkan kaset itu di tengah-tengah mereka.
"Mohabbatein?"
Kania mengangguk dengan antusias. "Ceritanya tentang perjuangan cinta. Memperjuangkan cinta yang terikat peraturan, gitulah."
"Wah! Tokoh utamanya Shah Rukh Khan!" pekik Fitri sembari bertepuk tangan senang. Ia langsung semangat saat tahu kalau sang idola menjadi tokoh utamanya.
Netra Azmil, Emi, Qonita, dan Wasilah pun ikut berbinar-binar.
"Kayaknya seru!" pekik Wasilah.
Kania tersenyum bangga. "Woiya dong!"
"Ayolah! Langsung nonton aja!"
Fitri langsung saja mengambil kaset film itu dan memasukkannya ke dalam Compact Disc Player bermerek Panasonic milik Emi tersebut. Setelahnya, Azmil yang peka langsung mematikan semua penerangan di ruang tengah tersebut dan Qonita menutup semua jendela yang ada dengan cepat.
Ruang tengah di rumah Emi itu langsung gelap gulita. Hanya sedikit cahaya yang bisa masuk melalui ventilasi. Layar televisi di depan mereka pun sudah memunculkan gambarnya. Perkenalan tentang filmnya pun dimulai.
Mohabbatein.
Film yang dibintangi oleh Shah Rukh Khan, Amitabh Bachchan dan Aishwarya Rai sebagai tokoh utamanya itu menceritakan tentang perjuangan cinta yang terikat oleh peraturan. Film yang bergenre drama, romantis, dan musikal itu sedang digandrungi oleh anak muda seperti mereka ini.
Kania bahkan harus menelan kekecewaan karena setiap ingin meminjam kaset film itu, ia harus mengalah dengan peminjam yang lain. Siapa yang lebih cepat, ya siapa yang dapat. Begitulah aturannya, bukan?
Namun sekarang, ia bisa meminjam kaset itu juga pada akhirnya.
"Gilaaa, Shah Rukh Khan kok makin ganteng?!" pekik Fitri dengan hebohnya.
Qonita mengangguk antusias, netranya bahkan sudah berbinar-binar kala melihat Sang Raja Bollywood itu memainkan perannya sebagai Raj Aryan Malhotra dengan baik. Perannya sebagai guru di film itu benar-benar membuat keenam remaja perempuan itu terpesona.
Apalagi ketika film sudah mencapai pertengahan, di mana lagu Humko Humise Chura Lo ditayangkan. Pesan yang terkandung dalam lagu tersebut benar-benar sampai ke hati mereka. Azmil dan Wasilah bahkan ikut bernyanyi dengan syahdunya.
Hum akele kho na jaayen
Door tumse ho na jaayen
Paas aao gale se laga lo
Paas aao gale se laga lo
"Aaa romantis banget, sih." Fitri mengusap sudut matanya yang berair. Hidungnya pun sampai memerah karena menangis. Film ini benar-benar membekas di hatinya.
Perjuangan cinta yang sangat hebat.
•
•
•
Aaa aku kalo lihat film ini lagi pasti bakal nangis juga ಥ⌣ಥ Karena pesan yang ingin disampaikan oleh sang pembuat film benar-benar sampai ke aku, hiks.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro