Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 67 ⭒࿈⭒ Bersama Sahabat



Satu per satu rumah sahabatnya sudah Fitri datangi. Kini keenam gadis tersebut tengah berkumpul di salah satu pos ronda yang ada di desa mereka. Fitri, Wasilah, Qonita, Emi, Azmil, dan Kania tampak bercanda ria sembari membahas hal-hal random di sekitar mereka. Bahkan anak kucing yang baru lahir di rumah Emi pun turut menjadi topik pembicaraan mereka.

"Asli ya, mana itu lahirannya di lemari baju aku lagi. Gimana aku nggak kesal, coba?" pungkas Emi dengan ekspresi kesalnya. Ya, si induk kucing itu melahirkan di dalam lemarinya. Jadilah satu kotak pakaiannya yang berada di bagian bawah itu terkena lendir dan darah dari kucing tersebut. Membuat Emi uring-uringan seharian kemarin.

Qonita yang memang pada dasarnya mudah tertawa akan hal-hal lucu dan di luar nalar jadi tertawa terbahak-bahak sekarang. "Berarti itu kucing tahu kalau lemari Emi adalah tempat yang pas untuk melahirkan!" serunya sembari memukul-mukul bahu Wasilah dengan gemas.

"Aduh! Qonitaaaa, kebiasaan sekali kalau tertawa sampai mukul-mukul orang," gerutu Wasilah sembari memberikan delikan tajamnya pada gadis bernama lengkap Qonita Oktavia tersebut.

"Hahaha, maaf Wasil. Habisnya cerita Emi lucu sekali," tutur Qonita dengan cengiran tanpa dosanya. Gadis manis dengan netra bulat itu memang kerap kali menjahili sahabat-sahabatnya. Hobinya memang membuat orang kesal, tapi kalau tidak ada Qonita juga tidak akan seru.

Fitri menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah para sahabatnya itu. Hatinya pun terasa menghangat kala melihat tawa lepas kelima sahabatnya. Sungguh, ia sangat merindukan momen seperti ini. Karena sejak menikah, intensitas kebersamaannya dengan para sahabatnya jadi berkurang.

"Kamu sendiri bagaimana, Fit?"

Fitri langsung menoleh mendengar namanya disebut oleh Azmil. Kelima sahabatnya kini menatapnya dengan tatapan penasaran mereka. Menunggu kalimat apa yang akan ia keluarkan. Menunggu cerita apa yang akan ia ceritakan.

"Aku baru saja pindah rumah, tidak satu rumah dengan mertuaku lagi."

Dapat Fitri lihat ekspresi terkejut dari kelima sahabatnya. Wajar saja mereka terkejut, secara sebelumnya Fitri memang tidak pernah mengatakan perihal pindah rumah sama sekali. Gadis itu memang seolah begitu nyaman dengan rumah sang mertua yang ditinggalinya. Namun siapa yang menyangka kalau Fitri akan pindah rumah juga.

"Di mana?" tanya Kania.

"Di rumah Pakdhe Kholil."

"OHH, YA?!"

Fitri terkikik geli. Kelima sahabatnya spontan berteriak secara bersamaan tadi. Ia hanya mengangguk untuk mengiyakan dan meyakinkan para sahabatnya, kalau apa yang dikatakannya ini memang benar.

"Kalau tidak percaya, kalian boleh ke sana nanti."

Wasilah, Azmil, Qonita, Emi, dan Kania saling pandang sejenak, sebelum memunculkan seringainya secara bersamaan. Melihat seringai kelima sahabatnya itu membuat Fitri harus mengelus dadanya sabar. Lima tahun bersahabat dengan mereka membuat Fitri sangat hafal dengan tabiat mereka. Pasti mereka tengah merencanakan hal-hal yang akan merepotkannya nanti.

"Jangan menyesal karena telah mengundang kami loh, Fit."

Glek!

Hah ... ini tidak akan mudah.

"Jangan aneh-aneh, atau aku tendang kalian keluar dari rumahku."

⭒࿈⭒

Dua jam setelahnya, kelima sahabat Fitri benar-benar membuktikan ucapannya. Kelima gadis itu sudah berada di pasar siang ini, membantu Fitri menutup toko seperti biasa. Wasilah, Emi, Azmil, Kania, dan Qonita akan ke rumah Fitri sesuai perkataan mereka tadi. Kania bahkan sudah membawa satu kaset film India di tas kecil yang dibawanya. Emi sendiri juga sampai membaca LCD Player untuk memutar kasetnya. Azmil dan Wasilah juga sudah membeli camilan untuk teman menonton mereka nanti.

"Kalian nanti jangan memberantakkan rumahku seenak jidat, ya! Aku kemarin sudah membersihkannya dengan susah payah bersama Fian," sungut Fitri saat tanpa sengaja mendengar bisikan licik Qonita pada Wasilah.

Cengiran lebar spontan ditunjukkan Qonita pada sang tuan rumah. Ia tidak menyangka kalau bisikannya bisa terdengar oleh telinga Fitri. Gagal sudah rencananya untuk membuat keributan kecil di rumah salah satu sahabatnya tersebut.

"Iya-iya, enggak. Sensi banget, sih!"

Kania tertawa, gadis yang memiliki darah China itu berujar. "Bercanda, Fit. Kalaupun kami memberantakkan seisi rumahmu, kami pasti juga akan membantumu untuk membersihkannya."

"Nah! Betul itu kata Kania!" celetuk Azmil. "Kami tidak akan mungkin setega itu, Fitri. Kau seperti baru mengenal kami saja," ujarnya sembari tertawa kecil. Emi, Qonita, dan Wasilah sendiri hanya mengangguk seolah menyetujui perkataan Azmil.

Fitri menghela napasnya. "Terserah kalian, deh. Intinya jangan membuat kekacauan."

"Siap, Ibu boss!"

Diam-diam Fitri tersenyum tipis setelahnya. Ia merasa sangat beruntung karena dikelilingi oleh orang-orang baik seperti mereka. Ia jadi teringat teman barunya yang di Rembang, Jawa Tengah. Siapa lagi kalau bukan Silfya Ayu. Pasti akan lebih seru lagi kalau Silfy juga bisa gabung bersama mereka sekarang ini.

Krek, krek, krek!

Suara rolling door yang ditutup menjadi akhir dari perbincangan mereka di pasar pada siang hari itu. Karena setelahnya, Fitri sudah menggiring kelima sahabatnya untuk datang ke rumahnya. Lebih tepatnya, rumah pakdhenya yang kini ditinggalinya. Beruntung karena Fian lagi bekerja, jadi ia dan para sahabatnya tidak perlu menjaga image nantinya.

"Kita akan naik apa ke sana?"

Pertanyaan Qonita yang kelewat polos itu membuat Fitri mendengkus seketika. "Tentu saja jalan kaki, Qonita. Kan rumahnya dekat dari sini. Ituloh, di sebelah pegadaian. Yang ada kios jamu di depannya," ungkap Fitri sembari memasukkan kunci toko ke dalam tas kecilnya.

"Ohh! Aku tahu rumahnya!" pekik Wasilah sembari bertepuk tangan dengan antusiasnya. Gadis yang paling berisi di antara keenamnya itu langsung memimpin jalan dan membuat para sahabatnya harus mengikutinya saat itu juga. Karena jika tidak, sudah dipastikan mereka akan tertinggal, dan Wasilah akan merajuk.

Jika kalian bertanya, siapa yang paling suka merajuk atau pundung di antar mereka berenam ... maka aku akan dengan lantang menyebutkan nama Wasilah di urutan teratas.

"Jalannya jangan cepat-cepat, Wasil! Rumahnya tidak akan pindah," seru Kania dengan ekspresi jengkelnya. Bagaimana tidak? Ia sampai terseok-seok karena menggunakan rok span pada hari itu. Membuatnya jadi kesulitan berjalan cepat untuk menyamai langkah kaki teman-temannya. Terutama Wasilah yang memimpin di depan sana.

"Haha, makanya jangan pakai rok span!" ledek Azmil yang membuat Kania kian merasa kesal.

"Bukannya bantuin, malah ikut ngeledek! Dasar Azmil!"

Azmil hanya tertawa saat mendengar gerutuan Kania tersebut. Sungguh, melihat salah satu sahabatnya ternistakan seperti ini memang hal yang menyenangkan menurutnya. "Maaf, deh. Lagian kamu aneh-aneh saja. Kenapa pakai rok span segala, sih?"

Kania hanya memutar bola matanya malas. "Kau tahu? Semua rokku sedang berada di jemuran karena jadi sarang tikus."

"Hah? Bagaimana bisa?"

"Entahlah, mungkin kasusnya hampir sama seperti Emi. Tikus itu ingin melahirkan buah hatinya di lemariku," ujar Kania disertai senyum palsunya. Dalam hati, ingin sekali ia berteriak dan memaki-maki para tikus laknat yang telah berani menginjakkan kaki di dalam lemari yang berisi rok-rok kesayangannya.

"Aku benci mengakuinya, tapi tikus itu cerdik juga."

Kania mendelik sebal kala mendengar kalimat itu terlontar dari bibir Azmil yang sampai saat ini masih menertawakan nasib malangnya. Sungguh, rasanya ia ingin menenggelamkan diri ke air saat ini juga karena rasa kesalnya yang sudah sampai di ubun-ubun.

"Lebih cerdik aku ke mana-mana."



Akhir part yang sangat membagongkan. ಥ⌣ಥ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro