Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 46 ⭒࿈⭒ Tidak Terduga



"Aku sedang mencari pekerjaan. Pabrik rokok tempatku bekerja bangkrut, Fit. Semua karyawan di PHK tanpa diberi pesangon."

Fian sudah tidak bisa berbohong lagi pada sang istri. Ia lebih takut kalau Fitri tahu kebenarannya dari orang lain. Jadi lebih baik ia mengatakannya sekarang juga.

"Ap-apa?" Fitri dengan ekspresi tak percayanya hanya sanggup menutup mulutnya yang terbuka saat ini. Kenapa ... kenapa Fian baru memberitahunya? "Sejak kapan?" Fitri bertanya dengan lirih.

Sejenak Fian terdiam di tempat tanpa mengatakan apapun. Netranya menatap reaksi sang istri sama seperti apa yang ia duga sebelumnya. Ia sudah menduga kalau Fitri akan sangat terkejut dengan kabar ini.

"Sudah lama, seminggu lebih. Maaf karena aku baru mengatakannya padamu," tutur Aldiano Lutfiansyah dengan helaan napas lelahnya. Fian berdiri dan memegang kedua tangan Fitri, membawa sang istri dan mendudukkannya di atas ranjang.

"Kau marah?" tanya Fian saat tak mendapati kalimat apapun keluar dari bibir mungil istrinya. Fitri hanya bungkam dengan netra yang terus menatap ke depan. Seolah tengah memikirkan sesuatu yang rumit.

"Sudah selama itu, dan kamu baru memberitahuku sekarang?"

Jujur, Fian merasa bersalah saat ini. Ia tidak bermaksud membunyikannya, ia hanya butuh waktu yang tepat untuk mengatakannya. Setidaknya sampai ia benar-benar sudah mendapat pekerjaan pengganti yang halal dan layak. Namun inilah yang ia takutkan, sang istri malah salah paham dengan maksud tindakannya.

"Aku sungguh minta maaf. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk memberitahumu yang sebenarnya, Sayang." Elusan lembut Fian layangkan pada puncak kepala Fitri. Mengusap-usapnya dengan perlahan dengan kendati untuk memenangkan sang istri.

"Harusnya kamu ceritakan padaku sejak awal," cicit Fitri dengan suara seraknya.

Fian panik. Buru-buru ia menangkup kedua pipi Fitri dan menghadapkan wajah sang istri padanya. Dapat ia lihat manik sehitam jelaga itu kini sudah berkaca-kaca dan siap menumpahkan airnya. "Ohh, Sayang ... Jangan menangis. Aku sungguh minta maaf karena baru memberitahumu sekarang." Dikecupnya pelipis sang istri dengan cepat. Mendekap sang dara dalam pelukan.

"Hiks, kamu jahat sekali ..."

"Sstt! Sudah, jangan menangis."

Fitri semakin menenggelamkan wajah penuh air matanya di dada bidang sang suami. Merutuki Fian dalam hati karena berani-beraninya baru memberitahunya sekarang. Padahal kejadiannya sudah hampir seminggu yang lalu. Jadi seminggu terakhir ini, Fian selalu berangkat pagi dan pulang sore hari itu karena mencari pekerjaan?

"Jelaskan padaku apa yang terjadi pada hari itu!" tuntut Fitri yang kini sudah melepaskan diri dari pelukan sang suami. Menatap Fian dengan serius seolah tak mau dibantah.

Sesaat helaan napas terdengar dari satu-satunya laki-laki yang ada di sana. Fian balik menatap Fitri dengan ekspresi bersalahnya. Sungguh, bukan maksud hati ingin berbohong. Akhirnya, Fian pun menceritakan semua pada sang istri tanpa ada yang ditutup-tutupi. Semuanya, dari awal hingga akhir. Tentang dirinya yang ditolak beberapa kali saat mencari pekerjaan juga ia ceritakan. Kemudian soal ia yang mendapatkan pekerjaan membuat layangan di rumah Abah, atau kakek dari teman barunya juga diceritakannya.

"Astaga, baik sekali orang itu. Siapa dia, Mas?" tanya Fitri yang tidak bisa menyembunyikan rasa harunya kala mendengar cerita dari sang suami soal teman baru Fian yang sudah membantu suaminya itu mencari pekerjaan.

"Namanya Rama, dia tinggal hanya dengan Ibu dan Adiknya yang bernama Arik."

"Apa?! Rama dan Arik?!"

Hei! Jelas saja Fitri terkejut! Mereka berdua kan adalah orang-orang yang juga pernah menolongnya, terutama Rama. Laki-laki tersebut berhasil mencegahnya untuk tak memukul seorang bapak-bapak yang membuatnya emosi hari itu. Beruntung sekali, bukan? Jika Rama tidak mencegahnya, bisa dipastikan akan terjadi keributan di hari itu.

"Kenapa? Kamu mengenalnya?" tanya Fian dengan ekspresi bingungnya.

Fitri mengangguk dengan cepat. "Tentu saja! Aku sangat mengenal mereka, Mas! Lalu Rama ... Laki-laki itu sudah dua kali menolongku di situasi yang cukup genting," tutur Fitri apa adanya.

Netra Fian seketika memicing kala mendengar pengakuan sang istri. "Situasi genting seperti apa? Kenapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya?" cecar Fian dengan nada yang terdengar kesal. Wajar, bagaimana ia tidak kesal jika istrinya pernah dalam situasi genting dan ia tidak tahu sama sekali soal itu?

"Yang pertama, aku pernah tidak sengaja ditabraknya saat sedang bersepeda. Ia meminta maaf dan menolongku saat itu. Yang kedua saat di pasar. Ia menghentikanku yang akan memukul seorang bapak-bapak karena menabrakku dan tidak mau meminta maaf." Fitri bercerita dengan sangat menggebu-gebu. Meluapkan semua emosi yang sempat dipendamnya beberapa waktu lalu.

"Lalu? Kalian berteman?"

Ada nada tak suka dari kalimat tanya yang baru saja terlontar dari bibir Fian. Fitri dapat menangkap itu dengan jelas. Seketika itu juga, ide jahil muncul di kepalanya.

"Ya, begitulah. Ia teman yang sangat baik, tahu! Sudah tampan, baik hati pula. Ohh, ya! Adiknya, si Arik itu juga sangat menggemaskan!" seru Fitri sembari mengepalkan kedua tangannya dengan semangat.

Tingkahnya itu berhasil membuat Fian panas hati dan cemburu. Tentu saja ia sangat tahu setampan apa Rama dan sebaik apa keluarganya itu. Karena ia pun sudah bertemu mereka tadi. Namun wajar saja kan, bila ia cemburu? Lagipula, suami mana yang tidak cemburu kalau istrinya malah memuji pria lain di depan dirinya langsung.

Benar-benar memang.

Menyebalkan.

"Ya, ya. Aku tahu dia tampan dan baik. Jadi tidak usah diperjelas," tutur Fian dengan nada malasnya. Apakah istrinya itu tidak sadar kalau ia tengah cemburu dan berakhir malas membahas hal ini?

Ohh, Fian ... Fitri hanya ingin menjahilimu sebentar. Maka dari itu, bersabarlah akan dirinya.

"Hihihi, cemburu nih ceritanya." Gadia yang masih memaki daster rumahannya itu menaik-turunkan alisnya menggoda sang suami. Membuat Fian benar-benar dibuat semakin jengkel karenanya.

"Tidak, untuk apa aku cemburu. You're mine, Fit. Selamanya akan selalu seperti itu."

Blush!

Ohh, tidak! Kenapa ini jadi berbalik pada dirinya?!

Fitri menggeleng-gelengkan kepala dan menutup wajah untuk mengusir rasa malunya. Karena ia yakin, rona merah itu sudah menjalar di pipinya sekarang. Kekehan puas Fian terdengar setelahnya. Fitri yang awalnya menutup wajah, jadi melepasnya dan menatap sang suami dengan tajam.

"Jangan tertawa!" pekik Fitri dengan kedua pipi yang sudah mengembung sebal. Tatapan gadis itu tampak berkilat-kilat sekarang.

Fian yang tidak bisa menahan rasa gemasnya spontan berdiri dan mendekap Fitri dengan kuat. Gadis manis itu sampai tenggelam di dada bidangnya.

"Aduh! Aku tidak bisa bernapas!"

Pekikan itulah yang menyadarkan Fian, ia langsung melepaskan pelukannya dan tertawa kencang kala lengannya jadi sasaran pukulan Fitriana Ayodya.



Haduh, dua pasutri ini ada-ada aja kelakuannya emang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro