Bagian 36 ⭒࿈⭒ Musibah
•
•
•
"Bagaimana, Fida? Kamu sudah menghubungi Mimah dan Fitri?"
Gelengan kepala dari seorang gadis yang kira-kira berusia lima belas tahun itu sudah menjadi tanda belum terlaksananya perintah sang ibu. "Fida tidak tahu letak telepon umum di sekitar sini, Ibu. Fida takut kalau keluar dan mencari sendiri," tuturnya dengan takut-takut.
Decakan kesal terdengar dari bibir wanita paruh baya yang dipanggil ibu oleh Fida barusan. "Kamu kan bisa mengajak Masmu, si Muntaha! Cepat hubungi kedua Kakak perempuanmu itu!"
Buru-buru gadis yang bernama Lengkap Mufidah itu keluar ruangan dan menarik tangan sang kakak laki-laki yang sedang asik memakan snack ringannya dengan cepat. Tarikan Mufidah membuat sang empunya sampai protes karena ada beberapa snacknya yang terjatuh sia-sia ke lantai.
"Kamu tidak perlu menarik Mas sekeras itu, Fida! Lihat, camilannya jadi jatuh!"
Mufidah merengut dan menatap sang kakak dengan tajam. "Nanti aku semakin dimarahi Ibu karena belum mengabari Mbak Mimah sama Mbak Fitri, Mas!" pekiknya gemas.
Muntaha hanya menghela napasnya melihat tingkah sang adik. Ia sebagai satu-satunya anak laki-laki di keluarga mereka jelas paham kalau didikan sang ibu memang sangat keras pada ketiga putrinya, termasuk sang adik. Dengan pelan ia mengelus puncak kepala Fida. "Kamu tenang saja, Ayah pasti baik-baik saja. Ayo, Mas tahu di mana letak telepon umumnya. Kita hubungi Mbak Mimah dan Mbak Fitri segera."
Keadaan yang cukup ribut itu dikarenakan ayah mereka yang tiba-tiba terjatuh di kamar mandi dan tidak sadarkan diri. Mereka berada di rumah sakit pusat yang berada di kota mereka sekarang. Sang ibulah tadi yang menemukan ayahnya tergeletak di lantai kamar mandi. Para tetangga rumah pun turut membantu membawa sang ayah ke rumah sakit untuk segera mendapatkan pertolongan.
Kini, Muntaha dan Mufidah mendapatkan tugas untuk menghubungi kedua kakak perempuan mereka yang memang, sudah tinggal terpisah dari mereka.
⭒࿈⭒
"APA?! AYAH MASUK RUMAH SAKIT?!"
Pekikan tersebut membuat Ilham─suami dari kakak perempuan Fitri─berjengit kaget. Laki-laki yang baru berusia tiga puluh enam tahun itu bergegas menghampiri sumber suara, di mana pekikan sang istri terdengar.
Brak!
Dibukanya pintu yang menghubungkan ruang tamu dan ruang keluarga tersebut dengan keras. "Ada apa?!" tanya Ilham saat melihat sang istri tampak terduduk dengan lemas di dekat meja kecil di tengah ruangan.
"A-ayah, Mas! Hiks, a-ayah ... Ayah terjatuh di kamar mandi dan masuk rumah sakit."
Deg!
Ilham membelalakkan matanya dengan sempurna. Dengan tergesa ia menghampiri Mimah─sang istri─yang tampak syok dan langsung memeluknya. Berkali-kali ia mengelus punggung sang istri untuk meredakan tangisnya.
"Ayo kita ke Ayah, Mas. Hiks, ayo kita ke Ayah ..."
Tangisan pilu sang istri benar-benar membuat ulu hatinya terasa tercubit. Ilham mengangguk, lantas membantu sang istri berdiri dari duduknya.k "Kamu siap-siap, biar aku yang menyiapkan keperluan Ulum untuk dibawa ke rumah sakit."
Bahrul Ulum, atau yang kerap dipanggil Ulum adalah anak pertama dari Mas Ilham dan Mbak Mimah. Usianya berbeda dua bulan dengan Maulida, anaknya Mbak Sajidah. Jadi dua bulan setelah Sajidah melahirkan Maulida, Fitri mendapatkan keponakan lagi dari kakak kandungnya, laki-laki pula. Jadi lengkap sudah, keponakan laki-laki dan perempuan.
"Baiklah, tolong ya Mas. Aku benar-benar sedang kalut saat ini," tutur Mimah, menatap sang suami dengan netranya yang masih berkaca-kaca.
Senyuman menenangkan dilayangkan Ilham pada istrinya. "Kamu yang tenang, ya. Ayah pasti baik-baik saja, okey?" ujarnya sembari mengelus-elus bahu sang istri.
Mimah hanya menganggukkan kepalanya. Ya, suaminya itu benar. Ia tidak boleh terus seperti ini. Ibu dan adik-adiknya pasti sudah menunggu kedatangannya di rumah sakit saat ini. Ia harus segera menyusul ke sana.
Akhirnya setelah menenangkan diri terlebih dahulu, kakak perempuan Fitri dan keluarganya tersebut berangkat ke rumah sakit bersama-sama. Tak lupa mengunci pintu dan berpamitan pada tetangga sebelah kalau mereka sekeluarga akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk sang ayah.
⭒࿈⭒
Sama dengan yang dialami sang kakak, Fitri pun ketika mendapat kabar dari sang adik kalau ayahnya masuk rumah sakit, langsung syok. Fian sampai harus benar-benar menenangkan sang istri yang menangis sesenggukan sampai matanya membengkak.
"Ayo Mas, tolong agak dipercepat. A-aku ingin me-melihat Ayah," tutur Fitri dengan lirih. Cengkramannya pada pinggang Fian mengerat seiring rasa sesak di dadanya. Dibandingkan dengan sang ibu, Fitri memang lebih dekat dengan ayahnya.
Hampir setiap permasalahan yang dialami, Fitri selalu mendapatkan solusi dan pemecahan masalah dari sang ayah. Ayahnya selalu mengajarinya menyanyi dan bermain alat-alat musik tradisional. Jika ketiga saudaranya justru malas ketika jadwal bermain musik dengan sang ayah, ia malah kebalikannya. Ia akan sangat bersemangat ketika jadwal itu tiba. Secara ia sangat menyukai lagu dan lirik-lirik indah di dalamnya.
Sang ayah juga mengajarinya dengan telaten, dan penuh kesabaran. Maka dari itu ia betah bila belajar memainkan alat musik dan bernyanyi bersama sang ayah. Bukannya sombong atau apa, tapi suaranya ketika bernyanyi memang paling bagus diantara ketiga saudaranya yang lain.
Maka dari itu ia sangat syok ketika mendengar sang ayah terjatuh di kamar mandi hingga dilarikan ke rumah sakit. Bagaimana mungkin ia bisa tenang-tenang saja saat ini?!
Sementara Fian hanya bisa menenangkan sang istri sekarang. Ia pun juga merasa kalut dan cemas akan keadaan ayah mertuanya. Namun ia harus memprioritaskan istrinya terlebih dahulu saat ini. Fitri yang kini berada di rangkulannya tampak sangat lemas.
"Ayo siap-siap. Setelah itu kita ke rumah sakit," tutur Fian yang langsung diangguki oleh Fitri.
Kedua pasangan suami istri itu bergegas menyiapkan keperluan mereka untuk dibawa ke rumah sakit. Seperti baju ganti, beberapa bekal makanan, dan uang. Keduanya juga sudah memberitahu semua anggota keluarga. Sara Mona bahkan ingin ikut ke rumah sakit tadinya, tapi Fian melarangnya. Kakak laki-laki dari Sara itu mengatakan, akan lebih baik kalau ia bersama Mbak Sajidah dan Ibu, menjaga Maulida di rumah.
Lagipula, di sana pasti sudah ada ibu mertuanya yang bisa mengurus sang ayah mertua. Sebentar lagi juga ada Fitri, sang istri. Belum lagi kakak perempuan istrinya tersebut, Mbak Mimah juga pasti sudah berada di rumah sakit sekarang. Sudah sangat ramai pasti di sana.
Maka dari itu Fian melarang Sara Mona untuk ikut. Meskipun sebagai balasannya, ia malah mendapatkan umpatan kesal sang adik beberapa saat yang lalu.
"Padahal Sara pengen ikut!" gerutu Sara Mona yang masih terdengar hingga sekarang.
Haha, benar-benar keras kepala ya.
•
•
•
Tidak apa-apa, namanya juga Sara Mona. (●´∀`●)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro