Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 3 ⭒࿈⭒ Sajidah



"Mbak Jidah nggak pernah nampar aku .... Ini semua gara-gara kamu, tau nggak?! Kamu itu memang pembawa sial, Fitri! Aku semakin membencimu!"

"Tapi Sara-"

"Tapi apa?! Aku nggak butuh penjelasan atau nasihat darimu! Pergi dari kamarku, sekarang!"

Sara mendorong Fitri dengan paksa. Ia tidak peduli dengan ringisan kakak iparnya yang sempat tersandung sekat pintu tersebut. Ia semakin merasakan kebenciannya berkobar hingga ke titik ingin menghancurkan barang-barang di sekitarnya.

Brak

Suara pintu yang sengaja ditutup dengan keras membuat Fitri benar-benar terkesiap. Ia yakin kalau Sara sangat membencinya saat ini. Akan tetapi, ia juga tidak menyangka kalau Mbak Sajidah akan menampar Sara yang notabenenya adalah adiknya sendiri.

Ternyata, ia benar-benar belum mengenal keluarga ini dengan baik.

⭒࿈⭒

Pagi menjelang siang, Fitri tengah membantu sang kakak ipar dan ibu mertuanya di dapur. Memasak untuk makan siang tentunya. Di sini ada lumayan banyak anggota keluarga yang tinggal. Apalagi kakak iparnya yang sudah bersuami dan memiliki seorang putri.

Itu memang permintaan sang ibu mertua, agar semua anak-anak dan menantunya tinggal bersamanya di rumahnya yang sederhana. Katanya sih, biar ramai dan tidak jenuh. Apalagi, tidak ada sosok sang ayah mertua saat ini.

Ayah mertuanya itu masih menerima hukuman di penjara. Hukuman yang seharusnya tidak terjadi padanya, karena faktanya bukan ia yang melakukan pembunuhan tersebut. Melainkan temannya yang sekarang berhasil kabur, entah ke mana.

Ya, nama keluarga mereka jadi jelek di mata orang-orang. Sudah pula miskin, hidup serba kekurangan dan ditambah riwayat narapidana sang ayah mertua.

Namun Fitri sangat tahu, kalau keluarga sang suami adalah keluarga yang penuh dengan orang-orang baik. Termasuk Sara Mona. Hanya saja, Sara mungkin belum dapat menerimanya sebagai istri sah dari sang kakak. Mengingat Sara adalah adik yang sangat manja, kata Fian.

"Bu, Mas Fian biasanya suka lauk apa ya? Biar Fitri buatkan untuk Mas Fian. Siapa tau Mas Fian suka masakan buatan Fitri," ujar Fitri pada sang ibu mertua disertai senyum manisnya.

Siti Sajidah terkekeh geli saat mendengar kalimat itu terlontar dari bibir sang adik ipar. "Fian itu nggak pilih-pilih soal makanan kok. Hanya saja, dia suka memakan makanan yang masih hangat. Jadi kalau mau makan, harus dipanasin dulu."

Fitri mengangguk-angguk mengerti. Berterima kasih pada sang kakak ipar dan ditanggapi dengan kekehan olehnya. Lalu kembali memotong wortel yang dipegangnya menjadi beberapa bagian dan memasukkannya ke air yang sudah mendidih bersama bahan lainnya yang dibutuhkan untuk membuat sayur sop.

Sementara Sajidah kembali fokus pada wajan dan penggorengannya, anak sulung di keluarga suaminya itu sangat lincah saat memegang alat-alat dapur dan mengaplikasikannya.

Yah, meskipun ...

Gerakannya juga sudah terlatih sih.

Mengingat ia yang harus memasakkan adik-adiknya selama sang ibu berada di Saudi Arabia waktu itu. Kakak pertamanya sudah berkeluarga, jadi tanggung jawab memasak untuk kedua adiknya dilimpahkan padanya. Apalagi Mufidah yang sangat manja dan sedikit pilih-pilih soal lauk pauk dan sayur. Berbeda sekali dengan Muntaha yang selalu mengerti dirinya dan memakan apa yang dimasakkannya tanpa protes.

"Setelah ini buat apalagi, Bu?" tanya Fitri sembari menunjuk panci berisi sayur sop yang telah selesai dibuatnya.

Ibu dari Fian menoleh dan merespon menantunya dengan senyuman. "Sudah, tinggal bikin sambel aja kok. Kamu mending sekarang siapin piring-piring gih, jangan lupa ambilkan dulu buat Fian. Dia 'kan, pulangnya jam tiga. Takutnya malah kehabisan kalau tidak diambilkan terlebih dulu."

Fitri mengangguk dan segera mengerjakan perintah dari sang ibu mertua dengan cepat dan hati-hati. Namun entah disengaja atau tidak, Sara Mona datang dari arah pintu dapur, tangannya yang membawa piring tersenggol oleh Sara dan piringnya pun pecah tepat di depan kakinya. Sehingga membuatnya tergores di beberapa bagian.

"Astaghfirullah, Fitri. Hati-hati, Nduk. Itu pecahannya ada yang kena kaki kamu loh," panik sang ibu mertua. Wanita paruh baya itu buru-buru mengambil sapu dan membersihkan pecahan piringnya. Sementara Sajidah langsung membawa Fitri pergi untuk diobati.

"Apa, sih? Lebay banget. Orang cuma gitu doang."

"Sara," peringat Sajidah dengan penuh penekanan. Ia mendelik tajam pada sang adik yang selalu saja melontarkan kata-kata yang tidak enak didengar untuk Fitri itu.

Fitri yang melihat itu hanya mengelus bahu sang kakak ipar, mencoba menenangkan dan tersenyum seolah memberitahu kalau dirinya baik-baik saja. "Tidak apa kok, Mbak. Benar kata Sara, ini cuma luka kecil."

"Kamu jangan terlalu baik sama Sara, Fitri. Nanti dia ngelunjak lagi," tutur Sajidah setelahnya.

Sara berdecak.

Gadis yang baru saja selesai mengambil minum itu langsung melengos pergi sembari menyenggolkan bahunya pada bahu Fitri dengan sengaja. Spontan saja Sajidah langsung memukul tangannya dengan pelan. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan Sara sekarang ini.

Setelahnya, hanya keheningan yang terjadi di rumah itu. Sajidah sibuk mengobati luka-luka goresan di kaki Fitri, sementara Sara langsung ke depan untuk mengasuh keponakannya itu.

"Maafin Sara ya, Fit. Nggak tau sejak kapan dia jadi kayak gitu. Benar-benar nggak sopan," ujar Sajidah pada Fitri sembari mengoleskan obat merah pada luka gores sang adik ipar. Sesekali ringisan terdengar dari bibir mungil Fitriana Ayodya itu ketika cairan merah itu menyentuh lukanya. Kecil-kecil cabe rawit kalau kata orang Jawa.

"Nggak apa kok, Mbak. Aku ngerti banget sama perasaannya Sara. Apalagi kakak laki-lakinya 'kan, cuma Fian aja. Pasti nggak enak banget kalau kakaknya harus berbagi kasih sayang dengan orang lain."

"Nggak, Fitri. Pemikiran Sara itu salah. Ya memang, dia cuma kesal karena perhatian Fian jadi terbagi ke kamu, tapi 'kan kamu istrinya sekarang. Ya wajar dong kalau Fian perhatian ke kamu. Orang kamu belahan jiwanya, belahan hatinya."

"Apa sih, Mbak. Jangan gitu ah." Rona merah mulai menjalari pipi berlesung Fitri. Membuatnya yang memang asalnya manis, jadi semakin manis.

Sajidah terkekeh karena melihat Fitri yang malu-malu. Sebenarnya ia hanya ingin mengalihkan pembicaraan soal Sara Mona saja. Namun melihat ekspresi malu-malu Fitri benar-benar membuatnya terhibur sekarang.

Fitri memang cantik dan manis. Sekarang ia tahu, kenapa Fian yang terkenal suka gonta-ganti pasangan jadi bisa kecantol sama Fitri yang polos dan masih awam soal cinta-cintaan.

"Kamu emang unik ya. Pantes aja si Fian jadi kepincut sama kamu," ujar Sajidah yang malah semakin menggoda Fitri.

"Mbak, udah ah. Kan Fitri jadi malu."

"Hahaha, gemes banget sih kamu."



Duh, Fitri yang digoda, saya yang baper masa.  ヽ(*≧ω≦)ノ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro