Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 28 ⭒࿈⭒ Hal Yang Tak Terduga



Pagi ini terasa berbeda dari biasanya. Karena Fian baru saja mendapatkan sebuah surat pemutusan kerja dari atasannya, dan alasan dibaliknya itu sungguh tidak bisa diterimanya. Pabrik tempatnya bekerja bangkrut karena atasannya ditipu oleh kliennya.

Sungguh, ini tidak bisa diterimanya.

Apalagi imbasnya kepada para rekan kerjanya yang sama ter-PHK-nya seperti dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan? Laki-laki dengan surai klimis itu benar-benar bingung sekarang. Berita yang dibawakan tukang pos lewat surat ini sudah cukup membuatnya terkejut.

"Jangan sampai Fitri dan yang lainnya tahu soal ini. Aku tidak ingin mereka jadi ikut kepikiran," gumam Fian sembari melipat surat itu dengan rapi dan langsung memasukkannya ke dalam saku celananya. Kemudian ia kembali masuk ke dalam rumah dan bersiap-siap berangkat kerja.

Ya, ia akan tetap berangkat ke pabrik tempatnya bekerja beberapa saat yang lalu sebelum surat PHK itu sampai padanya. Ia hanya merasa kalau ia harus tahu sesuatu. Ia harus tahu dan memastikan secara langsung apakah berita yang tertulis di dalam surat itu benar adanya atau hanya kebohongan belaka.

Karena jika tidak demikian, ia tidak akan tenang. Perlu digarisbawahi, bahwasannya Aldiano Lutfiansyah kita ini tidak suka adanya ketidakjelasan suatu berita sebelum ia sendiri yang memastikan kebenarannya. Ya, itulah Fian.

Fitri yang kebetulan berada di kamar jadi mengernyit bingung kala melihat sang suami memasuki kamar dengan kening berkerut-kerut seolah tengah memikirkan sesuatu yang rumit. Fitri spontan berdiri dan memegang lengan Fian dengan pelan, dan tindakannya itu berhasil membuat atensi Fian teralihkan padanya.

"Mikirin apa? Kening kamu sampai berkerut-kerut begitu," tanyanya.

"Tidak ada apa-apa. Aku harus segera berangkat. Tolong siapkan bekalku, ya." Hanya itu yang bisa Fian katakan untuk menjawab rasa penasaran Fitri saat ini. Ia benar-benar tidak ingin menceritakan kegelisahan hatinya sebelum semua masalah ini jelas baginya.

Fitri sendiri tidak bisa berkata apa-apa selain langsung menuruti permintaan suaminya. Gadis dengan potongan rambut sebahu itu bergegas ke dapur untuk menyiapkan bekal untuk sang suami. Bukan bekal yang mewah, hanya nasi, sayur, dan beberapa lauk tahu-tempe kesukaan Fian saja. Mengingat sang suami tidak begitu suka lauk yang aneh-aneh. Kalau sesekali mungkin tidak apa.

Sajidah yang melihat sang adik ipar menyiapkan bekal dengan sedikit terburu-buru membuatnya jadi menaikkan alis, merasa heran. "Fian berangkat pagi, ya?" tanya Sajidah sambil meletakkan gelas yang tadi dipegangnya ke dalam rak gelas.

Fitri mengangguk. "Kayaknya sih gitu, Mbak. Dia bilang mau berangkat sekarang. Makanya aku buru-buru siapin bekalnya," papar Fitri apa adanya.

Gadis dengan surai hitam sebahu itu menutup kotak bekal di tangannya dengan hati-hati. Setelah memastikan kalau kotak bekalnya sudah tertutup sempurna, Fitri menatap sang kakak ipar yang masih berdiri di tempat sembari memerhatikannya itu dengan serius.

"Mbak, sebenarnya ini cuma perasaanku saja, tapi aku mau minta tolong." Fitri menjeda kalimatnya sejenak setelah mendapat respon penuh tanya dari Sajidah. "Tolong awasi kegiatan yang dilakukan Sara Mona dan beritahu padaku."

"Apa?"

"Aku tahu! Mungkin Mbak nggak akan melakukannya karena Sara itu adiknya Mbak, tapi aku mohon. Sekali ini saja, Mbak. Bantu aku." Fitri memegang kedua tangan Sajidah dan menatap sang kakak ipar dengan penuh keseriusan, menegaskan bahwa permintaannya ini memang penting.

Sajidah menghela napasnya, lalu menatap Fitri dengan lekat. "Baiklah. Mbak akan mengawasi Sara Mona untuk kamu, tapi sebelum itu katakan dulu alasannya kenapa kamu meminta Mbak berbuat demikian."

Gelengan kepala Fitri membuat Sajidah semakin bertanya-tanya. Namun perkataan Fitri setelahnya membuat wanita beranak satu itu mengangguk mengerti.

"Tidak sekarang, Mbak. Aku buru-buru dan Fian sudah menunggu bekal yang akan dibawanya ke tempat kerja."

⭒࿈⭒

Seorang gadis pendek dengan tubuh berisinya dibuat bingung kala seseorang yang diketahuinya sebagai adik ipar dari sahabatnya kini berdiri di depan rumahnya. Entah ada tujuan apa sampai Sara Mona mau repot-repot datang ke rumah sederhananya ini, batin Wasilah yang merasa kebingungan.

Jelas saja ia bingung. Secara ia tidak pernah sekalipun berhubungan atau berbicara langsung dengan Sara Mona. Mereka hanya sempat bertatapan sekilas di acara-acara pertunangan dan pernikahan Fitri waktu itu. Selebihnya tidak ada hal khusus yang bisa menjadi alasan kenapa adik kandung Fian ini berdiri di sini sekarang. Tepat di depan pekarangan rumahnya.

"Ada apa, Sara? Tumben sekali. Kamu ada keperluan denganku?" tanya Wasilah to the point.

Wasilah memang tipe orang yang tidak suka berbasa-basi, sama seperti Qonita. Gadis cantik dengan tubuh berisi itu lebih suka membicarakan sesuatu langsung pada intinya. Tidak berbelit-belit ataupun bertele-tele.

"Eum sebelum itu, bisakah kita membicarakannya di dalam rumah Kakak saja?" jawab Sara sembari memainkan ujung-ujung jarinya dengan gugup.

Wasilah menaikkan salah satu alisnya dan menatap gadis di depannya itu dengan heran. Akan tetapi, Wasilah menyetujui permintaan Sara Mona. Ia mempersilakan adik ipar Fitri itu memasuki rumahnya. Kebetulan kedua orang tuanya sudah pergi ke pasar pagi-pagi tadi. Jadi ia hanya sendirian di rumah sekarang.

Sesaat setelah dipersilakan duduk di ruang tamu, Sara menyempatkan dirinya untuk mengedarkan pandangan ke segala arah. Melihat-lihat isi ruang tamu dari sahabat kakak iparnya tersebut.

"Jadi, ada keperluan apa?"

Suara Wasilah kembali menarik atensi Sara Mona agar menatapnya. Sahabat Fitri yang satu itu langsung menatap Sara dengan serius. Bahkan saking seriusnya, Sara sampai dibuat sedikit gentar dengan tatapan Wasilah.

"Aku hanya ingin mengakui satu hal padamu, Kak. Jika aku mengatakannya pada Kak Fitri, ia mungkin tidak akan percaya atau bahkan tidak akan memberiku kesempatan untuk mengatakannya."

Kening Wasilah mengerut, ia dibuat penasaran dengan kalimat yang akan dikatakan Sara Mona selanjutnya.

"Aku memang manja pada Mas Fian, tapi aku tidak mungkin menyukai Kakak kandungku sendiri. Kak Fitri salah paham denganku-"

"Itu salahmu," potong Wasilah. "Kenapa kamu malah bersikap seolah-olah kamu menyukai Fian? Kenapa kamu bersikap buruk pada Fitri jika kamu memang tidak menyukai Fian?"

Sara menggeleng cepat. "Aku hanya kesal karena perhatian Mas Fian jadi teralihkan. Maka dari itu aku berusaha membuat perhatian Mas Fian kembali padaku, tapi hanya sebatas itu saja. Aku tidak memiliki rasa suka pada Mas Fian seperti yang ada di pikiran Kak Fitri."

Wasilah memijit pangkal hidungnya. Ia tidak tahu, apakah ia harus percaya pada perkataan Sara Mona atau tidak. Namun melihat Sara yang kini memohon padanya untuk membantu meluruskan permasalahan antara dirinya dan Fitri, membuatnya yakin kalau perkataan Sara Mona adalah benar.

"Baiklah, aku akan membantumu."



Nah loh, jadi mana yang benar nih? Kalau mau tahu, ikutin aja terus alur ceritanya. (⌒▽⌒)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro