Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 21 ⭒࿈⭒ Ke Mana Lagi?



Malam yang semakin larut tak membuat sepasang suami-istri ini ingin meninggalkan tempat. Baik Fian maupun Fitri masih betah memadu kasih di Alun-Alun Kota Pasuruan yang semakin malam justru semakin ramai. Keduanya duduk di rerumputan, tepat di bawah sebuah pohon cemara. Di tangan Fitri ada es tebu yang sudah tersisa es batunya saja.

Keduanya terdiam sembari memandangi interaksi dan lalu-lalang orang di sekitar mereka. Kebanyakan hanya sekadar lewat, sebagian lagi menetap seperti mereka saat ini. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam sekarang, mungkin mereka akan sampai rumah sekitar pukul sepuluh kalau tidak terlambat.

"Ayo pulang," ajak Fian sembari mengelus puncak kepala sang istri yang tengah bersandar pada pundaknya. Fitri terusik, netranya yang semula tertutup langsung terbuka. Menatap penuh tanda tanya pada Fian yang juga sedang menatapnya. "Ayo pulang," ujar laki-laki itu lagi.

Fitri menganggukkan kepalanya. Gadis itu mulai berdiri dari duduknya, lalu menepuk-nepuk celananya yang mungkin saja terkena debu dan noda tanah. Lantas menarik tangan Fian yang masih duduk agar ikut berdiri juga. Fian menepuk-nepuk celananya yang kotor karena debu, lalu merangkul pinggang Fitri dan mengajak sang istri ke parkiran untuk mengambil sepeda mereka.

Sepeda keduanya masih di tempat yang sama dengan sebuah gantungan berisi nomor parkir di bagian stangnya. Fitri membuka tas kecil yang dibawanya dan mengeluarkan pasangan dari nomor parkir sepedanya untuk nanti diserahkan pada petugas parkir.

Fian mendahului, laki-laki itu menuntun keluar sepedanya terlebih dahulu, lalu Fitri langsung mengikuti di belakangnya. Kedua sejoli itu meninggalkan area alun-alun kota dengan kondisi fisik yang sudah lelah, tapi batin yang terasa senang.

Apalagi Fitri, gadis itu tak henti-hentinya tersenyum sembari mengayuh sepedanya. Keinginannya untuk memiliki waktu berdua bersama sang suami sudah terwujud. Ia sudah puas sekarang, terlebih lagi suami tampannya itu begitu memanjakannya tadi. Bukankah ia gadis paling beruntung di dunia karena memiliki suami yang pengertian dan romantis seperti Aldiano Lutfiansyah?

"Hm, aku memang gadis yang beruntung sepertinya. Ah iya, aku lupa menanyakan soal Sara Mona."

Netra yang semula berbinar-binar itu menjadi sendu. Fitri kembali memikirkan intensitas dari sang adik iparnya tersebut. Karena jujur saja, Sara Mona benar-benar berhasil mengusik dirinya. Mungkin ia harus bertanya langsung pada Sara jika memiliki kesempatan. Kalau mendung-duga terus, ia tidak akan puas. Yang ada otaknya akan semakin berpikir yang tidak-tidak nanti.

Jadi lebih baik ia tanyakan langsung pada Sara Mona, bukan?

⭒࿈⭒

Seperti dugaan awal, Fian dan Fitri sampai di rumah sekitar pukul sepuluh malam. Keduanya langsung pergi ke kamar setelah mengucapkan salam pada kedua ibu dan ayah mereka yang masih berada di teras tadi. Kedua orang tua tersebut masih berbincang-bincang. Entah membicarakan apa, mereka juga tidak tahu.

Tubuh dan otak mereka terlalu lelah untuk sekadar duduk di sana dan ikut menyimak percakapan kedua orang tua itu. Jadi mereka langsung menuju kamar untuk beristirahat. Tidak banyak yang dilakukan Fitri dan Fian sesampainya di dalam kamar. Fian langsung membuka pakaiannya dan menggantungkannya di belakang pintu. Lantas mengambil sarung di dalam lemari untuk dibuatnya tidur. Sementara Fitri juga mengganti pakaiannya dengan daster berbahan tipis untuk tidur.

Setelah mencuci muka, menggosok gigi, dan sebagainya, kedua pasangan suami-istri itu langsung merebahkan diri di atas kasur. Saling bertatapan sejenak dan saling melempar kalimat sayang adalah rutinitas yang wajib dilakukan oleh keduanya. Karena setelahnya, baik Fian maupun Fitri sudah tidak bisa menahan rasa kantuknya lagi. Keduanya tertidur dengan posisi saling berhadapan dengan seulas senyum di bibir masing-masing.

⭒࿈⭒

Keesokan paginya, Fitri bangun lebih awal daripada anggota keluarganya yang lain. Gadis yang saat itu masih memakai daster rumahan tersebut langsung membuat teh untuk menghangatkan tenggorokan dan perutnya. Tak lupa ia juga membuatkan kopi untuk Fian. Mengingat rutinitas pagi sang suami selalu diawali dengan kopi.

Fian memang menyukai kopi, khususnya kopi hitam. Dengan sedikit gula lebih sempurna. Fian tidak terlalu suka yang manis-manis, apalagi jika itu kopi. Menurutnya, cita rasa asli kopi lebih enak daripada yang tercampur dengan gula.

"Hm, kurang manis. Tambahin gula kali ya," gumam Fitri setelah mencicipi teh yang dibuatnya. Cairan kecoklatan yang masih mengepul itu terlihat begitu menggugah selera. Apalagi jika diminum ketika masih hangat seperti ini.

Fitri membawa teh beserta kopi yang dibuatnya ke kamar. Meletakkannya di atas meja kecil yang berada di sebelah ranjangnya dan mulai membangunkan sang suami.

"Mas, bangun. Sudah pagi."

Digoyang-goyangkannya bahu Fian dengan sedikit kuat, tak lupa sebuah kecupan ringan di kening diberikannya oleh Fitri. Hal itu berhasil mengusik laki-laki yang sekarang sudah mulai membuka matanya.

Netra keduanya bersirobok.

Seulas seringai kecil terbit di bibir Fian.

Cup!

Iris Fitri membulat sempurna. Ditatapnya Fian yang tengah terkekeh geli setelah berhasil mencuri ciuman dari bibirnya. Rona merah dengan cepat menjalari wajahnya sekarang. Buru-buru ia menegakkan badannya dan membuang pandangan dari sang suami.

"Cieee yang malu," goda Fian. Laki-laki itu tertawa sembari mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Fian melirik kopi yang tampak masih panas di meja sebelah kanannya. Diraihnya kopi tersebut dan diminumnya dengan perlahan.

Tak!

"Enak seperti biasa," ujar Fian setelah meletakkan kembali cangkir kopinya di atas meja.

Fitri yang sedari tadi memang memerhatikan sang suami hanya berdehem ringan untuk mengurangi kegugupannya. "Hari ini Minggu, kerjanya libur, 'kan?" tanyanya.

Fian mengangguk tanpa suara. Laki-laki itu berdiri dan berinisiatif mengambilkan handuk untuk sang istri. "Mandi dulu sana," titahnya.

Fitri merengut. "Aku terlihat seburuk itu ya sekarang?" tanyanya dengan bibir yang sudah mengerucut.

Kekehan kecil keluar dari bibir Aldiano Lutfiansyah. "Tidak, kamu cantik. Sudah sana mandi, aku akan mandi di kamar mandi belakang. Aku akan mengajakmu jalan-jalan setelah ini."

"Eh? Ke mana?"

"Ada deh. Sudah sana, cepat."

Fitri menurut. Ia meraih handuk yang diambilkan oleh Fian tadi dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan pikiran yang berkecamuk. Ia masih bertanya-tanya soal Fian yang akan membawanya jalan-jalan entah ke mana. Padahal semalam mereka sudah pergi ke alun-alun kota.

Lantas di jam sepagi ini, Fian akan mengajaknya ke mana?

"Hm, jadi penasaran aku. Jalan-jalan ke mana, ya? Secara ini masih sangat pagi, loh. Bahkan ibu, ayah, dan yang lainnya belum bangun."

Memang, ini masih sangat pagi. Tepatnya sekitar pukul empat lebih lima belas menit. Beberapa menit lagi pasti sudah memasuki waktu subuh, dan pasti orang rumah akan segera bangun sebentar lagi.

Jadi, Fian akan mengajaknya ke mana sepagi ini?



Entahlah. Akupun juga penasaran, Fit. Suamimu itu memang penuh kejutan. (●'∀`●)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro