Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 20 ⭒࿈⭒ Alun-Alun Kota



Sesuai janji Fian kemarin, ia akan mengajak Fitri ke pusat kota malam ini. Keduanya sedang bersiap-siap di dalam kamar sekarang. Fitri tengah merias diri di depan cermin, sementara Fian tengah menyiapkan tas dan botol minum jika seandainya mereka akan kehausan saat di jalan nanti. Ya, secara mereka akan mengayuh sepeda untuk sampai ke pusat kota. Jarak rumah mereka ke pusat kota memang lumayan jauh.

"Sudah semua, kah? Yakin cuma bawa air minum aja? Nggak perlu bawa jajanan?" tanya Fian sembari menatap pantulan sang istri di depan cermin.

Fitri menggeleng. "Nggak perlu, kita bisa membeli di jalan saja nanti." Ia menoleh pada Fian dengan senyuman mengembang. "Aku sudah cantik belum?" tanyanya disertai senyuman lebar.

Fian memicingkan matanya. Seringai lebar pun terbit di bibir laki-laki itu. "Sudah cantik. Memang kapan istriku ini tidak cantik, hm?" jawab Fian sembari menaik-turunkan alisnya menggoda.

Blush!

Fitri seketika tersipu karena kalimat yang dikatakan oleh Fian. Gadis itu melempar sang suami dengan botol parfum yang sayangnya berhasil ditangkap oleh sang empunya. Fian menyeringai kala melihat pipi sang istri semakin memerah.

"Cieee, yang malu."

"Udah, ah! Kamu tuh malah godain aku terus! Nanti nggak jadi berangkat-berangkat nih, kita!" sungut Fitri menggebu-gebu.

Aldiano Lutfiansyah terkekeh. Ia menarik tangan Fitriana Ayodya sampai Fitri berdiri dari duduknya. Kemudian, ia menggandeng tangan sang istri dan membawanya keluar rumah. Di sana, kedua sepeda berbeda warna sudah menunggu. Fitri dengan sepeda berwarna birunya, Fian dengan sepeda berwarna hitamnya.

Sajidah yang kebetulan berada di teras menatap kedua adiknya itu dengan tatapan bertanya. "Mau ke mana kalian? Rapih bangett."

Senyuman Fitri mengembang. "Mau jalan-jalan, Mbak. Ke alun-alun kota. Mumpung lagi malam Minggu, hehe." Cengiran lebar ditunjukkan Fitri kemudian, membuat gigi putihnya terlihat.

Sajidah mendengkus. "Jangan lupa, beliin Mbak cilok."

"Siap!" seru Fian sembari mengacungkan jempolnya.

"Tenang aja, Mbak. Nanti aku beliin," sahut Fitri kemudian.

Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, pasangan suami istri itupun berpamitan pada Mbak Sajidah dan berangkat dengan mengayuh sepeda masing-masing. Awalnya memang, Fian ingin berboncengan dengan Fitri. Namun sang istri menolak. Fitri ingin bersepeda sendiri katanya. Jadi ya sudah.

Perjalanan ke alun-alun kota lumayan jauh dari rumah mereka. Sekitar 40 menit baru sampai kalau sambil mengayuh sepeda seperti ini. Namun tidak akan kerasa jauhnya jika sekarang saja, Fian dan Fitri sedang bercanda sembari balapan sepeda.

Fian memimpin sekitar 5 meter di depan. Laki-laki itu tertawa dan mengejek Fitri karena kayuhannya terbilang lambat. "Ayo dong! Kejar aku! Masa gitu aja nggak bisa, payah."

Fitri yang merasa dongkol mulai mengayuh sepedanya lebih cepat hingga bisa sejajar dengan Fian, bahkan melewatinya. Gadis itu memeletkan lidahnya saat sepedanya berada tepat di samping Fian.

"Sekarang siapa yang jadi pemenang? FITRIANA AYODYA, DONG! HAHAHA!"

Tawa Fitri pecah seketika. Gadis itu benar-benar senang karena berhasil mengungguli suaminya saat ini. Ia bahkan tak membiarkan Fian menyusul karena netranya terus fokus ke jalan raya di depannya dan semakin mempercepat kayuhan sepedanya. Mengabaikan Fian yang susah payah untuk menyusulnya. Aldiano Lutfiansyah itu benar-benar tidak tahu kalau kekuatan perempuan bisa meningkat dua kali lipat kalau diejek.

Hahaha, Fian jadi kena getahnya deh.

Empat puluh menit tidak akan terasa. Bahkan kurang dari itu, Fitri dan Fian sudah sampai di alun-alun kota sekarang. Kerlap-kerlip lampu dan banyaknya orang berlalu-lalang adalah pemandangan yang pertama kali Fitri lihat. Istri dari Aldiano Lutfiansyah itu terlihat begitu antusias.

"Wah! Sudah lama nggak ke alun-alun!" pekik Fitri dengan senangnya. Kayuhan sepedanya melambat seiring tatapan matanya ke segala arah. Melihat ramainya alun-alun kota di malam Minggu memang pilihan yang terbaik. Banyak sekali orang-orang yang punya niatan sama sepertinya, ingin berjalan-jalan. Melepas jenuh dan merefreshing otak adalah tujuan utamanya.

Kepalanya ia tolehkan ke belakang, melihat sang suami yang ternyata berada tepat di belakangnya. Pantulan cahaya dari lampu jalanan menyinari wajah tampan Fian, membuat Fitri jadi terpesona sesaat.

Keduanya menghentikan kayuhan sepeda saat sudah sampai di parkiran alun-alun. Fian berjalan mendahului sang istri sembari menuntun sepeda hitamnya memasuki parkiran. Setelah mendapatkan tempat, Fian segera memarkirkan sepedanya di sana. Kemudian membantu Fitri memarkirkan sepeda birunya juga.

Tatapan kedua suami-istri itu bersirobok setelah Fian memarkirkan kedua sepeda tersebut. Seulas senyum timbul di bibir tipis Fian. "Langsung masuk aja, apa mau beli jajanan dulu?" tanya laki-laki tersebut.

"Beli jajanan dulu, dong!" seru Fitri dengan semangatnya. Netra Fitri terlihat berbinar-binar senang sekarang. Tentunya hal itu membuat Fian ikut merasa senang dibuatnya.

"Ya sudah, ayo." Fian meraih tangan sang istri dan menggenggamnya dengan erat. Senyuman laki-laki itu kian melebar kala menyadari lirikan malu-malu sang istri barusan. Fitri yang sedang malu-malu memang begitu menggemaskan baginya.

Fian dan Fitri memutuskan untuk membeli jajanan terlebih dahulu di depan pertokoan-pertokoan yang ada di sana. Banyak sekali gerobak-gerobak dengan berbagai macam jenis makanan dan camilan yang dijual. Hampir di setiap sekat jalan itu selalu ada orang berjualan.

Entah makanan ataupun minuman.

Fitri dan Fian sendiri lebih memilih membeli cilok dan jagung manis untuk saat ini. Sementara minumannya, mereka memilih membeli es degan dan es tebu sebagai pelengkap. Keduanya membawa semua jajanan itu ke dalam alun-alun.

Mereka memilih mendudukkan diri di kursi yang berada di dekat kolam air mancur. Itu permintaan Fitri, katanya dia ingin melihat ikan yang hidup dalamnya. Ya, di kolam tersebut memang banyak sekali ikan. Jenisnya sama, ikan emas. Namun beberapa diantaranya tidak berwarna emas seperti namanya.

Kolam tersebut berada tepat di tengah alun-alun. Ada tugu besar berwarna merah dan putih di tengah-tengahnya. Dari sanalah air mancur yang menghidupi ikan-ikan itu keluar. Ada saluran yang menghubungkannya di bawah. Tak lupa hiasan bunga teratai di atas kolam juga mempercantik pemandangan tersebut.

Tidak henti-hentinya Fitri berdecak kagum saat melihat ikan-ikan di dalam kolam bergerak lincah. Sayangnya ia tidak bisa menyentuh ikan-ikan lucu tersebut. Mengingat ada pagar tinggi yang menghalangi. Jadi ia dan para pengunjung hanya bisa melihat dari luar saja. Kalau dari dalam tidak bisa, lebih tepatnya tidak boleh. Ya, soalnya takut kotor juga.

Jadilah Fitri harus merelakan diri karena tidak bisa menyentuh ikan-ikan tersebut secara langsung.



Akhirnya, kelar juga nih part.
Kurang 65 part lagi menuju ending.
Semangat (≧∇≦)/  !!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro