Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 13 ⭒࿈⭒ Perihal Anak



Malam memang selalu identik dengan kegelapan. Apalagi jika malam yang dimaksud adalah malam Jum'at. Malam Jum'at identik sekali dengan hal-hal berbau mistis dan horor. Padahal menurut kepercayaan orang Islam, malam Jum'at itu merupakan malam yang istimewa. Malam berlipat gandanya pahala apabila kita mengamalkan kebaikan. Seperti, ziarah kubur misal. Membaca surah Yasin, ataupun tahlil.

Namun bagi Fitri, malam ini adalah malam yang menegangkan. Bagaimana tidak? Ia akan mengutarakan keinginannya tadi siang malam ini juga. Ya, malam ini! Kalian tidak salah membaca, kok! Fian saat ini tengah sholat jama'ah maghrib-isya' di masjid, dan ia tengah bersiap diri untuk kemungkinan yang akan terjadi nanti.

Tidak biasanya ia memikirkan suatu hal sampai seperti ini. Lihat saja keringat dingin yang meluncur bebas di pelipisnya saat ini. Jangan lupakan telapak tangannya yang juga basah karena keringat. Tampaknya Fitriana Ayodhya benar-benar dilanda kegelisahan sekarang.

Kriettt

Fitri tersentak. Ia menoleh ke arah pintu kamar dengan cepat, dan didapatinya sang suami sudah berdiri di sana. Gadis dengan potongan rambut sebahu itu meneguk ludahnya susah payah. Fian yang menyadari gelagat aneh sang istri jadi mengerutkan keningnya tak mengerti.

"Kenapa?" tanya Fian sembari melepas baju kokonya. Menampilkan dada bidang dan perut fourpack miliknya yang belum terlalu menonjol.

Fitri hanya menggeleng kaku. Gadis itu berusaha mengabaikan tatapan penuh keheranan sang suami padanya. Ia sudah terlampau malu karena sempat memikirkan hal yang tidak-tidak tadi.

"Kau bertingkah aneh."

Fitri auto cemberut. "Bukan begitu, tapi memang nggak ada apa-apa kok!"

"Aku tahu ada yang kamu sembunyikan, Sayang."

Blush

Rona merah itu dengan cepat menjalar di wajah Fitri. Sial! Fian benar-benar berhasil menggodanya!

"A-aku tidak menyembunyikan apapun," cicit Fitriana Ayodya.

Okey, Fian benar-benar dibuat penasaran sekarang. Laki-laki yang masih bertelanjang dada itu mendudukkan dirinya di samping sang istri. Menatap manik sehitam jelaga tersebut dengan lekat. Mencoba menyelami ekspresi dan pikiran sang istri.

"Kamu tahu 'kan, kalau kamu bisa berbagi semuanya denganku?" tanya Fian dengan lembut. Tangannya terangkat menyentuh pucuk kepala sang istri dan mengusapnya dengan hati-hati. "Jadi, ada apa?" tanyanya lagi.

Astaga ... bagaimana Fitri tidak luluh jika diperlakukan selembut ini?

"Eum, aku sempat kepikiran sesuatu. Ah, tidak! Sejujurnya, aku menginginkannya."

Fian semakin mengerutkan keningnya. Perkataan Fitri benar-benar belum dimengerti olehnya. Terdengar sengaja diputar-putar dan tidak langsung ke intinya.

"Jadi intinya? Kamu mau apa?"

"Eum, itu ..." Fitri memainkan jari-jarinya dengan gelisah. Kepalanya sengaja ia tundukkan agar tidak menatap sang suami. Rasanya ia ingin menghilang saja dari bumi saat ini. "A-aku ingin punya anak."

Blush

Aldiano Lutfiansyah dibuat terperangah karena perkataan tak terduga sang istri. Ia tidak mungkin salah dengar. Jelas-jelas ia mendengar kalau sang istri ingin memiliki anak. Yang jadi pertanyaannya, apakah Fitri serius dengan perkataannya barusan?

"Kamu serius?" tanya Fian memastikan.

Fitri yang malu-malu kucing hanya mengangguk dengan rona merah pada pipinya. Terlihat sangat menggemaskan!

Seringai lebar pun terbit di bibir Fian. "Jadi kamu maunya bagaimana, hm?" tanya Fian tanpa menghilangkan seringainya. Ia jadi ingin mengerjai sang istri sekarang.

"Enggak tahu, ya pokoknya gitu."

Fian terkekeh gemas. Tanpa dikomando, ia langsung saja memeluk istrinya itu dengan erat. Memberikan kecupan-kecupan ringan pada seluruh wajah sang istri yang begitu menggemaskan di matanya. Astaga, Fian benar-benar dibuat gemas dengan tingkah Fitri sekarang!

"Memangnya kamu sudah siap?"

Blush

Entah sudah berapa kali Fitri dibuat blushing hari ini. Tidak Mbak Sajidah, tidak Fian, keduanya sama-sama suka menjahilinya dan membuat dirinya malu bukan main. Benar-benar memang.

"A-aku ..."

Fian tersenyum lembut. "Kalau belum siap juga tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksamu, Sayang. Kau tahu itu, 'kan?" ujar Fian sembari mempererat kungkungannya pada pinggang Fitri.

"Tapi aku kesannya jadi egois sekali, Mas. Padahal aku sudah menjadi istrimu, tapi aku masih belum memenuhi kewajibanku."

"Sstt! Kata siapa, hm?" Elusan tangan Fian pada rambutnya membuat Fitri jadi semakin nyaman. "Kamu sudah melakukan yang terbaik, istriku. Kamu sudah melakukannya," tutur Aldiano Lutfiansyah dengan lembut. Fitri adalah gadis yang sangat beruntung karena memiliki suami seperti Fian.

Fitri semakin menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Fian saat sang suami semakin mempererat pelukannya pada pinggangnya. Kedua pasangan suami-istri itu berbagi kehangatan dalam pelukan. Begitu nyaman tampaknya.

"Aku akan menunggu sampai kamu siap, Fitri. Aku benar-benar tidak ingin memaksamu. Jadi tidak perlu terburu-buru dan buang pikiran negatif kamu itu," kata Fian kemudian.

Fitri hanya mengangguk mengerti. Fian benar. Ia tidak perlu terburu-buru, dan nikmati saja setiap proses yang terjadi dalam hidupnya. Lagipula, takdir tidak akan ke mana. Takdir juga tidak akan salah langkah ataupun salah alamat. Semua sudah punya porsinya masing-masing, bukan?

"Sudah lebih baik?"

Pertanyaan Fian kembali menarik Fitri dari lamunannya. Ia mendongak dan menatap tepat pada kedua bola mata sang suami, berusaha menyelami perasaan yang tercermin di dalamnya.

"Ya, kurasa begitu. Terima kasih."

Fitri tersenyum hingga kedua matanya menyipit. Sangat manis hingga membuat Fian merona beberapa detik.

Setelahnya, hanya keheningan yang terjadi di kamar sang pengantin baru itu. Baik Fitri maupun Fian tenggelam dalam pikiran masing-masing dengan tubuh saling memeluk. Hal itu terus berlanjut hingga setengah jam lamanya. Fian yang sudah merasa pegal duluan membenarkan posisinya dan sang istri agar lebih nyaman. Keduanya merebahkan diri di atas ranjang dengan posisi saling berhadapan, saling menatap dalam diam.

"Aku tak menyangka kalau Tuhan akan sebaik ini."

Perkataan Fian membuat Fitri mengangkat salah satu alisnya, bertanya.

"Mempertemukan diriku dengan bidadari sepertimu."

Blush

Rona merah kembali muncul di pipi berlesung Fitriana Ayodya saat kalimat penuh pujian itu keluar dari bibir Aldiano Lutfiansyah.

Fian itu benar-benar!

"Senyumanmu membuatku candu, Sayang."

Ohh, tidak! Kenapa dilanjutkan?!

"Lesung pipimu begitu menggemaskan."

Cukup! Ini keterlaluan!

"Manik sehitam jelagamu sangat mempesona saat dipandang mata."

"FIAN! SUDAH, AH! MALU!"

Fian tertawa sampai terpingkal-pingkal. Ekspresi Fitri membuatnya tak bisa menahan diri untuk tertawa kencang sekarang.

"KOK MALAH TERTAWA, SIH?!"

Pekikan kesal Fitriana Ayodya menjadi penutup kejahilan Fian pada malam itu. Karena tepat setelahnya, pemuda tersebut harus rela mendapatkan beberapa pukulan di dada bidangnya akibat ulah sang istri yang terlampau malu dibuatnya.

Kedua pasutri itu benar-benar menikmati setiap kebersamaan mereka di kala malam hari dan sebelum tidur seperti ini. Entah itu menonton televisi seperti kemarin atau bercanda seperti yang terjadi barusan.

Ya, sesederhana itu memang.



Gimana sama part ini? Semoga suka, ya! See you next part!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro