Chapter 2 : Awalan
Bulan telah menampakkan sinarnya. Sayup-sayup terasa seperti menebarkan obat tidur bagi makhluk kesayangannya yang telah lelah setelah seharian beraktivitas.
Tetapi, Natsume melakukan hal yang sebaliknya. Ia justru berada di perpustakaan keluarganya untuk mencari beberapa buku yang mungkin bisa menjelaskan kehadiran Sakuma.
Sedari awal, ia merasakan kehadiran yang kurang mengenakkan saat Sakuma bersaudara itu memasuki kantin. Bahkan, saat salah satu dari mereka membuntuti (Name).
Tidak, tidak. Natsume sama sekali tidak cemburu. Hanya, bukankah wajar jika seorang pria untuk bersikap protektif pada sahabat wanitanya?
'Mungkin ini,' pikir Natsume setelah menemukan beberapa buku sejarah mitologi kuno yang disimpan oleh keluarganya.
Dengan berbekal secangkir teh dan beberapa camilan, Natsume mulai membaca buku tua itu. Tidak lupa, ia juga mencari informasi tambahan dari situs-situs yang ada di internet.
Meskipun di internet hanya berisi blog-blog kekaguman beberapa orang pada keluarga Sakuma. Setidaknya, ia ingin menambah pengetahuan untuk menentukan jika kedua pria itu pantas menjadi teman (Name).
'Koneko-chan yang malang,' pikir Natsume setelah berpikir jika (Name) bisa salah langkah akibat kebaikan dan kepolosannya dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Meskipun begitu, Natsume juga tidak ingin kemalangan terjadi pada tetangganya yang satu ini.
*****
Disisi lain, (Name) tengah membuka bukunya. Sekedar mengisi waktu kosong dengan membaca buku materi esok.
Memang, imajinasi anak SMA tentang dunia perkuliahan itu berbanding terbalik. Kurang lebih seratus delapan puluh derajat dari realita. Apalagi, jika dibandingkan dengan drama-drama televisi yang penuh dengan bumbu romansa.
'Eh, buku milikku tertukar,' pikir (Name) setelah melihat buku yang sedari tadi ia baca adalah buku tentang ilmu sihir milik tetangganya, Natsume.
'Mengapa bisa?' pikirnya lagi. Dengan sigap, (Name) langsung mengirimkan pesan pada Natsume.
Satu menit, satu jam, ya ... tidak mungkin sampai satu abad juga. (Name) menunggu jawaban dari Natsume, namun ia tidak diberi kepastian sama sekali.
'Apa dia sibuk?' pikir (Name) yang masih menatap layar ponselnya.
Secara tiba-tiba, pikirannya menjadi teringat pada sosok itu lagi. Manik merah darah yang menjadi pusat perhatian seantero kampus. Mungkin, ketenaran mereka sudah sampai belahan dunia juga. Hebat juga keluarga Sakuma ini.
(Name) merasa bosan dan karena Natsume tak kunjung memberikan jawaban, (Name) membuka buku notasi baloknya lalu menggoreskan not balok secara perlahan.
Otaknya terus mengingat bagaimana manik merah darah itu memandang. Ia pun masih ingat akan komunikasi mata yang terbentuk secara singkat saat di ruang musik.
Tanpa sadar, not balok itu selesai dibuat dan (Name) langsung mencobanya. Sebuah melodi yang indah nan menenangkan berhasil ia ciptakan.
Ia sangat menikmati alunan melodi itu. Entah berapa lama ataupun berapa kali ia menggesekkan senar dengan busur, rasanya ... hal itu belum cukup untuknya mencari jawaban dibalik manik merah darah itu.
Alunan melodi itu terdengar hingga rumah Natsume. Memang, jarak antara rumah (Name) dan Natsume tidak terlalu besar. Sehingga, beberapa aktivitas di rumah mereka bisa terdengar satu sama lain.
Natsume lantas membuka jendela kamarnya. Ia menatap pantulan (Name) yang masih menikmati alunan melodi itu.
Ya, jujur saja, Natsume teralihkan akan keindahan melodi itu. Tidak sampai disitu, bahkan, malam ini rasanya seperti ia telah tersihir dengan alunan melodi yang (Name) ciptakan.
"Tidak pernah berubah ya, Koneko-chan," gumam Natsume dengan manik yang belum bisa berpaling dari keindahan sang gadis.
Natsume membuka ponselnya dan berniat untuk mengabadikan momen itu. Tetapi, ia melihat sebuah pesan terpampang di layar ponselnya.
Ia hanya bisa menghela nafas. Pasalnya, itu adalah buku yang sedari tadi ia cari. Tetapi, ia merasa hal itu tidak masalah. Selama buku itu masih dalam genggaman tangan sahabatnya, semua akan baik-baik saja.
Ya, semuanya akan baik-baik saja. Raut Natsume berubah menjadi khawatir disaat maniknya menangkap siluet biru gothic dengan merah darah yang tidak jauh dari tempat (Name) berada.
'Mungkinkah itu salah satu diantara Sakuma lagi?' pikir Natsume yang terus menatap tajam siluet itu.
Saat melodi indah (Name) berhenti, siluet itu menghilang begitu saja. Natsume semakin bertanya-tanya dan tentunya semakin curiga.
Ia juga menepis pikirannya akan kehadiran kuchisake onna, teke teke, akamanto, dan hantu jepang lainnya yang memungkinkan mengikuti (Name) sebagai korbannya.
Tetapi, ujung maniknya menangkap sebuah gerak-gerik dari (Name) yang sudah memasang tulisan besar ke arahnya.
'Apa kau sudah membaca pesanku?'
Itulah yang ditulis (Name). Natsume beranjak dari tempatnya untuk mencari kertas dan spidol lalu ia kembali untuk membalas pesan gadis tetangga.
'Sudah. Memangnya, apa yang kau perbuat hingga tertukar seperti itu, hm?'
Membaca tulisan Natsume, (Name) hanya bisa tertawa kecil. Ia bahkan tidak tahu menahu perihal buku yang tertukar.
'Mungkin itu ulahmu agar aku selalu mencarimu."
Tanpa sadar, apa yang (Name) tulis sudah cukup membuat Natsume nyaris salah tingkah. (Name) yang melihatnya pun hanya bisa tertawa.
'Ada apa, Natsume-chan? Apa kau perlu aku melemparkan bukumu itu?'
Natsume menyadari hal itu. Ia segera memberikan respon secepat yang ia bisa.
'Jangan bahas itu dulu. Yang terpenting, apakah kau baik-baik saja?'
(Name) merasa heran akan apa yang ditulis Natsume. Ia langsung memberikan jawaban.
'Tentu. Ada apa denganmu? Sehari, sudah tiga kali kau bertanya seperti itu. Seperti minum obat saja,' protes (Name) melalui tulisannya.
'Tidak ada apa-apa. Lebih baik kau tidur sekarang. Jangan sampai saat aku menjemputmu, kau masih belum sarapan,' balas Natsume yang membuat gadis di seberangnya mengangguk dan menutup jendelanya rapat-rapat.
Tidak lama kemudian, sebuah pesan dengan nama gadis itupun terpampang. Pesan itu hanya mengatakan ucapan selamat tidur untuknya dan sebuah pesan agar ia tidak menjemput (Name) terlalu awal.
Natsume hanya bisa menghela nafas saat membaca pesan itu. Bagaimana dia tidak kesiangan hanya karena menunggu (Name) yang susah membuat alis saja.
'Ada-ada saja,' pikir Natsume yang langsung kembali mengalihkan fokusnya pada dua benda keramat, buku dan komputer.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro