Episode 13 - Jangan
_BITSORI_
Saturday, 16/11/2019
Gerbang berderit, memberitahukan bahwa seseorang telah membukanya. Sepasang mata hazel terarah pada kedatangan Nakyung, mengangkat sudut-sudut bibirnya, ia berharap bisa membuat Nakyung berhenti marah.
“Ada apa kemari?” ketus Nakyung.
“Aku mau minta maaf padamu atas kejadian tadi siang di sekolah.” Heejin sedikit memelas, mengerucutkan bibir diselingi aegyo (menunjukan daya tarik/pesona dengan bertingkah lucu).
Nakyung mendecih. Dulu sekali sejak ia melihat tingkah manis Heejin, yang selalu berhasil meluluhkan amarahnya. “Jangan begitu lagi!” ia berlagak jual mahal ketika dengan gerak cepat Heejin memeluknya.
“Beruntungnya aku memiliki sahabat sepertimu, kau yang terbaik. Terima kasih, Lee Nakyung.”
Seketika itu juga tangis Nakyung pecah. “Jangan menyuruhku untuk menjauhimu, aku tidak bisa jauh darimu, sedikit pun jangan berpikir bahwa dengan melakukannya akan membuatku lebih baik.” Panjang lebar Nakyung sambil sesegukan ia melanjutkan, “Kau harus tetap bertahan.”
Ia tahu sulit bagi Heejin menghadapi semuanya. Keadaan Haechan yang terbaring koma semakin mempersulit Heejin untuk bangkit dari traumanya.
“Jangan menyalahkan dirimu untuk suatu hal yang bukan salahmu.” Nakyung berpesan selagi dengan senyumnya Heejin mengangguk paham. “Saranghae chingu-ya…”
Heejin banyak menerima cinta dari orang-orang di sekitarnya, “Nado saranghae.” Ia patut mendapatkan kasih sayang dan hidup normal tanpa mencemaskan masa depan.
“Terima kasih Nakyung-ah,” kata Heejin menguatkan dirinya untuk tidak menangis.
♪♪♪
Lagi-lagi, pertanyaan bermakna negatif memenuhi pikiran Jaemin. Kenapa disaat seperti ini dia tidak bisa berpikir lebih positif, menduga sesuatu yang baik dan berhenti meresahkan hal-hal yang belum pasti.
Jaemin menarik napas, menguatkan hatinya yang terasa berdegup cepat. Masih terlalu dini untuk menyerah.
Untuk kedua kalinya Nakyung membuka gerbang rumah. “Jaemin, apa yang membawamu kemari?”
“Jeon Heejin? Apa dia ada di sini?”
“Sekitar lima menit lalu dia mengunjungiku, wae… waeyo?!” Nakyung menjadi terbawa panik.
“Apa dia mengatakan terima kasih padamu?” terka Jaemin, jika dugaannya benar berarti Heejin telah mempersiapkan diri untuk berpamitan.
“YAAA, JANGAN MEMBUATKU TAKUT!” Nakyung menyentak, masih melekat diingatannya setiap kalimat yang terucap dari bibir mungil Heejin.
Jaemin kalut. Ah, tidak. Dia tidak akan menyerah. Tidak, sampai gadis yang dicintainya bisa bangkit kembali dan berdiri di sisinya.
“Jeno, hubungi Jeno sekarang!” usul Nakyung.
Jaemin tergesa merogoh ponsel dari saku celananya. Menunggu terhubungnya sambungan telepon dengan cemas. Sementara itu yang ditelepon baru memasuki kamar, mendapati layar ponsel berkedip, Jeno pun langsung mengangkatnya.
Memang benar Heejin datang ke rumah Jeno. Tetapi yang membuka pintu adalah ibunya, sehingga dengan marah Jeno kembali ke kamar, menyalahkan sang ibu yang bersikap kejam dengan mengusir Heejin tanpa memberitahu kedatangannya.
“Apa sesuatu terjadi pada Heejin?” tanya Jeno.
♪♪♪
Heejin memberanikan dirinya, masuk lebih dalam ke bangsal rumah sakit. Kesialan itu, dia berniat mengujinya, bukan pada Jaemin tetapi seseorang yang sangat ingin ditemuinya, meski harus membahayakan nyawa orang tersebut.
Belum sempat menggeser pintu ruang rawat, Heejin dikejutkan dengan serbuan dokter beserta perawat-perawatnya menyerobot ke dalam ruang rawat Haechan sambil mendorong defibrilator (alat kejut jantung).
“Pasien mengalami serangan jantung!”
Mendadak kaki Heejin lemah, pikirannya kosong. Ternyata dia tidak cukup berani mempertaruhkan nyawa Haechan. Bagaimana bisa dia sesial ini? Dimana dia bisa meninggalkan nasib buruknya? Keputusan seperti apa yang akan diambilnya?
“Aku harus pergi sebelum semua menjadi lebih buruk lagi,” ujar Heejin.
♪♪♪
Malam berlalu begitu cepatnya. Sekali lagi Jaemin dikalahkan oleh waktu, berselang belasan menit saja, dia bisa bertemu dengan Heejin. Bergegas meninggalkan ruang rawat Haechan yang kini keadaannya sudah stabil setelah serangan jantung beberapa saat lalu.
“Pasti Heejin sangat terkejut.” Langkah Jaemin sama sekali tidak memelan, ia terus berlari sepanjang koridor.
Nakyung sendiri memilih menggantikan bibinya untuk menemani Haechan. Mempercayakan Heejin pada Jaemin yang baru saja mendapat informasi dari Seohyun melalui GPS, bahwa sekarang Heejin menuju gunung Bukhansan.
Gunung Han Utara yang lokasinya berada di sebelah utara sungai Han ini menjadi tempat wisata yang menarik, dimana kita dapat melihat berbagai jenis burung, melakukan pendakian, melihat pemandangan kota dari atas ketinggian. Namun, di hari yang telah gelap, apa yang akan dilakukan Heejin?
Hutan akan berubah menjadi tempat berbahaya di malam hari. Jaemin harus bergegas sebelum sesuatu yang buruk terjadi pada Heejin.
“JEON HEEJIN! HEEJIN! HEEJIN-AH!”
Suara bergema, membangunkan serangga malam yang terpaksa menyahut. Jujur saja, Jaemin agak takut dengan suasana mencekam. Suara gemerisik di balik semak belukar juga mengagetkannya. Terantuk berteriak merutuki binatang yang entah apa namanya. Satu suara burung hantu yang sangat familiar, tak ayal membuatnya merinding.
“Heejin pasti sangat ketakutan,” kata Jaemin mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Selanjutnya Jaemin kembali dikagetkan oleh suara jeritan tak jauh dari tempatnya. “Heejin? JEON HEEJIN!” Jaemin tergesa-gesa menuju sumber suara.
♪♪♪
Seohyun dan Kyuhyun tidak diizinkan memasuki area pendakian. Petugas tetap bersikeras agar mereka kembali saat pagi nanti. Mengira keduanya akan melakukan pendakian atau mengerjakan hal lain di dalam hutan.
“Adikku berada di dalam, aku harus mencarinya.” Seohyun berteriak frustrasi, “Kalau terjadi apa-apa pada adikku, kalian akan bertanggungjawab? Huh!” sentaknya.
Akhirnya petugas mengizinkan dan ikut mencari. Memang tak jarang ada orang-orang yang nekat masuk hutan melalui jalan lain tanpa sepengetahuan pihak pengurus. Seperti yang dilakukan Heejin dan Jaemin.
♪♪♪
Bulan tampak berbentuk bulat sempurna, cahaya cukup menerangi jalan setapak yang dilalui Jaemin bersama setitik sinar dari ponsel genggamnya. Ranting-ranting pohon menjulang saling bergesekan, akibat pengaruh angin. Meski begitu Jaemin tidak lagi memperhatikan kelamnya malam.
“Sial, siapa yang menggali sedalam ini!” umpat Heejin.
Jaemin terlompat kaget dan berputar cepat. Matanya bergulir mencari sosok wanita yang dicarinya.
“AUH!” erang Heejin melempar gumpalan tanah.
Jaemin menyorot tanah merah yang sempat mengenai kakinya. Aura horor terasa, ketika dilihatnya lubang cukup besar dan dalam. Ia melongok mengarahkan senter ponselnya. Menyilaukan pandangan seseorang yang terjebak di sana.
“Heejin-ah, sedang apa di sana?”
“Na Jaemin?” kata Heejin menyangsikan keberadaan laki-laki itu di gunung Bukhansan.
“Aku mencarimu kemana-mana,” tambah Jaemin, membungkuk lebih rendah untuk melihat keadaan Heejin.
Sungguh tidak dapat dipercaya Jaemin menemukannya. Heejin mendesah takjub, mengapresiasikan kegigihan Jaemin dengan bertepuk tangan. Siapa pun akan terkesan, bilamana ada yang mencarinya sejauh ini, di hari gelap, di tengah hutan. Sebegitu menyukainya, kah, laki-laki itu padanya?
Padahal Heejin tidak cukup baik untuk seorang Na Jaemin, yang dikagumi banyak wanita.
“Aku terperosok, sepertinya pemburu liar telah menggali lubang ini. Awas saja setelah keluar aku akan melaporkannya!” ancam Heejin datar namun terselip kemarahan.
Jaemin menekuk kakinya, bersimpuh di tepian lubang. “Gwaenchana? Kau seperti orang yang berbeda, Heejin, machi (benarkan)?”
“Aslinya aku memang seperti ini,” sahut Heejin menatap dengan mata berkedip normal.
Entah mengapa mata Jaemin tidak lepas dari memandangi Heejin. Sampai-sampai Heejin mengeluh lehernya pegal karena harus menengadah, melihat Jaemin di atas sana. Gadis itu tengah marah, emosi lain yang baru dilihat Jaemin. Seterusnya ia harap bisa melihat banyak emosi yang ditunjukkan Heejin.
“Cepat keluarkan aku!” Heejin menunduk, menggerakkan kepala ke kiri lalu ke kanan, berharap sakit lehernya hilang.
Sementara Jaemin dengan cepat melesat mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menarik Heejin keluar.
♪♪♪
Tak lama Jaemin melemparkan akar tanaman rambat, “Pegang talinya!” titahnya berjongkok sambil memegang sisi lain tali.
Heejin mengulurkan tangan, meraih tali dan tubuhnya mulai ditarik keluar. Sedikit lagi saja dia sampai di tepian lubang, dimana Jaemin berusaha keras menariknya. Mengeluhkan berat badan Heejin dan betapa cerobohnya gadis itu bisa terjerembab ke dalam perangkap.
Heejin melepaskan pegangan tangannya dari tali, ganti memegang tangan Jaemin yang terulur untuk membantunya. Tubuh Heejin semakin naik ke atas, sedangkan Jaemin kehilangan keseimbangan yang lalu terjatuh dengan Heejin menelungkup di atas tubuhnya. Mereka bersitatap, menghela napas tersengal hampir bersamaan.
“Aku kira, aku tidak akan bisa melihatmu lagi,” ucap Jaemin tidak membiarkan Heejin menjauh darinya, “Tetaplah seperti ini untuk satu menit saja, tidak, tidak, tiga detik,” tambahnya mendekap Heejin dengan perasaan lega.
“Bukankah kau terlalu lancang.” Jaemin segera melepaskan pelukannya, “Kenapa kau datang?” lanjut Heejin terduduk di tanah, memperhatikan gerak-gerik Jaemin yang juga beringsut mundur memperbaiki posisi duduk canggungnya.
“Siapa tahu kau membutuhkanku, dan lihat sekarang aku baru saja menyelamatkanmu.”
Wajah cantik Heejin tampak berseri, ia tidak pernah meminta apa pun selain terbebas dari rasa bersalah. Tetapi kehadiran Jaemin telah mengubah segalanya, dia menjadi lebih serakah dengan menginginkan kebahagiaan, terjauh dari kesialan agar bisa leluasa mendekati laki-laki di hadapannya ini.
“Kau selalu saja menyuruh semua orang menjauh, jangan ini, jangan itu dan apa yang kau lakukan di tengah hutan malam-malam begini!” cerocos Jaemin lebih seperti omelan.
“Na Jaemin,” Heejin menjeda ucapannya, “Tetaplah di sisiku,” pintanya dengan suara lembut, ia yakin dengan adanya Jaemin, traumanya bisa sembuh.
♪♪♪
THANKS FOR READING
SEE YOU NEXT PART
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro