Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 12 - Terima Kasih

_BITSORI_
Thuesday, 14/11/2019

Hubungan pertemanan Heejin, Nakyung, Jeno dan Jaemin berlangsung dengan baik. Mereka sudah dapat saling mengenal. Meski terkadang pertengkaran kecil dan guyonan Jaemin terlalu berlebihan bagi Nakyung maupun Jeno yang bersiteru. Perpustakaan yang harusnya menjadi tempat tersunyi bagi para pelajar, mendadak bising.

“Dia itu bodoh atau apa, memilah kategori buku saja tidak becus!” keluh serta sungut Nakyung dengan tangan penuh buku, tertumpuk hingga lima lebih buku tebal.

“Dia…” kata Jeno antara yakin dan tidak yakin dengan siapa yang dimaksud ‘dia’ oleh Nakyung.

“Na Jaemin si tukang pamer,” sahut Nakyung selagi semua buku diambil Jeno, menaruhnya ke rak masing-masing.

Jaemin berdesis mendengar gerutuan Nakyung, posisi mereka yang terhalang dua rak buku, tak mampu meredam suara pelan apa lagi keras. Alhasil, banyak orang menegur, menyuruh Nakyung untuk jangan berisik di dalam perpustakaan kecuali ingin dikeluarkan. Bahkan si Ketua Osis yang merupakan penghuni setia perpustakaan ikut memberi peringatan.

“Nakyung kecilkan suaramu,” bisik Jeno seraya menjulurkan kepala melewati Nakyung yang terdiam mendapat perlakuan tiba-tiba, dimana Jeno tengah menyimpan buku tepat di bagian rak, di belakangnya.

***

Entah bagaimana mulanya, tapi yang jelas Nancy ditemani kedua wanita lain mulai mengusili Heejin. Menjalani hukuman setengah hati, Nancy malah sibuk mengacak buku yang baru ditata Heejin, memperhatikan pekerjaan Heejin dengan Jaemin yang mengikutinya.

Sungguh pemandangan langka, disatu tahun terakhir Heejin bisa tertawa lepas. Ada kasihan dan ada kedengkian tak berdasar. Nancy selalu ingin berteman baik dengan Heejin dan Nakyung, namun menurutnya itu tidak mudah dilakukan, selalu saja tersingkir dari keakraban yang sudah terjalin lama antara Heejin dan Nakyung.

“Pegang tangganya dengan benar,” bentak Nancy, kedua temannya agak mendongkol tetapi tetap menuruti.

Nancy merapihkan rak bagiannya. Menyimpan buku ke bagian paling atas sembari menggerutu orang yang telah membaca buku filosofi bunga tersebut.

“Mereka lagi,” desah Nancy, melihat di balik rak Heejin dibantu Jaemin menata kembali buku dengan keheranan.

“Bukankah tadi kita sudah merapihkan sebelah sini?” Jaemin menggaruk alis yang tak gatal.

BUKK~ suara bedebam keras mengagetkan Heejin dan Jaemin. Sontak mereka menoleh ke sumber suara, mendapati buku bersampul bunga tulip tergeletak. Jaemin menimbang-nimbang kemungkinan buku bisa terjatuh oleh angin, ia bergidik sendiri menyadari perpustakaan yang kini mulai sepi.

Heejin mengambil buku, membaca judulnya dan kemudian mencari kumpulan buku lain yang serupa. Tepat saat itu lebih dari lima buku jatuh berhamburan. Jaemin melesat menempatkan dirinya di atas tubuh bungkuk Heejin, menjadi tameng dari hantaman buku yang cukup menyakitkan.

“Auh, punggungku.” Jaemin mengaduh setelah buku-buku tebal itu teronggok di atas lantai.

Suara cekikikan terdengar sangat mengganggu. Jaemin baru mengetahui ada orang yang sengaja menjahili Heejin, dan ia tahu pelakunya adalah Nancy.

“Akan aku balas dia…”

“Jangan, tetaplah di dekatku,” tukas Heejin lalu ia tersenyum.

Semua kekesalan Jaemin seketika luntur. “Kalau kau memintaku seperti itu, aku bisa apa!” katanya tersipu malu.

“Kalau kau jauh dariku, maka aku tidak bisa membagi kesialanku denganmu,” terang Heejin kembali sibuk menata buku.

“Apa yang tadi itu termasuk berbagi kesialan?!” ujar Jaemin menaruh asal buku sehingga tidak sesuai kategori.

Heejin yang sangat memperdulikan kerapihan, membenarkan kembali buku tersebut, menyuruh agar Jaemin bekerja dengan baik.

***

Bel istirahat berbunyi. Heejin segera berdiri dari duduknya untuk menghabiskan jam istirahat di luar kelas. Nakyung ikut berdiri, berniat untuk pergi dengan Heejin. Merasa ada orang yang akan mengikutinya Heejin berbalik, dan mendapati Nakyung yang sontak menghentikan langkahnya.

Nakyung tersenyum tak yakin. “Kau mau kemana? Aku ikut!”

“Kau jangan mengikutiku, pergilah dengan yang lain,” tolak Heejin.

Nancy memperhatikan mereka di tempat duduknya. Merasa sebal setiap melihat pergerakan Heejin dan mengaitkannya dengan Haechan yang bahkan tidak bisa menggerakan jari.

Heejin melanjutkan langkahnya, tapi ia masih bisa mengetahui kalau Nakyung tetap mengikuti.

“Sudah aku bilang jangan ikuti aku! Apa kau tidak mengerti!” kali ini suara Heejin lebih keras, membuat murid lain yang berada di kelas mengalihkan penglihatannya pada Heejin dan Nakyung.

Nancy terkejut, sebelumnya dia tidak pernah melihat Heejin membentak Nakyung.

“Kenapa kau mendadak seperti ini!“ seru Nakyung hampir menangis, “Aku tidak pernah mengerti kenapa kau menyuruhku untuk tidak mengikutimu atau bahkan mendekatimu!”

Heejin tahu dia telah menyakiti perasaan Nakyung. Bahkan di perpustakaan dia telah membuat Nakyung terluka.

“Tapi kenapa kau membiarkan Jaemin dekat denganmu? Apa keberadaanku tidak berarti lagi untukmu?” tuding Nakyung tidak memperdulikan keadaan di sekelilingnya.

Nakyung kembali duduk dengan kasar, menaruh kepalanya di atas meja. Mungkin sebagian menganggapnya telah menangis. Nancy pun berpikir sama dan menyadari ucapannya telah mempengaruhi persepsi Nakyung mengenai kedekatan Heejin dan Jaemin.

Sebelumnya persahabatan mereka begitu menyenangkan, sampai membuat Nancy iri, kenapa dia tidak memiliki sahabat yang sangat baik seperti Nakyung maupun Heejin? Berada di antara mereka membuatnya merasakan kehangatan yang belum pernah dirasakan.

“Apa aku sudah keterlaluan pada Heejin?” gumam Nancy pelan.

***

“HEEJIN-AH, DI SINI!”

Seruan Jaemin mengalihkan beberapa pasang mata ke arahnya. Dia tengah duduk di bangku panjang bersama Jeno. Dengan langkah berat Heejin menghampiri mereka, sedikit khawatir karena ada Jeno di sana.

“Dimana Nakyung?” Jeno bertanya seraya mencari-cari sosok wanita periang yang selalu bersama Heejin.

“Di kelas, aku menyuruhnya untuk jangan mengikutiku,” ucap Heejin lemah.

“Kau takut Nakyung akan terluka karena tadi dia nyaris terjatuh dari tangga?!” tebak Jaemin tepat sasaran.

Jeno mengingatnya, “Itu salahku tidak memegangi tangga, aku terlalu asyik membaca buku… bukankah sekarang dia baik-baik saja,” katanya tenang.

“Bagaimana dengan nanti?” pikir Heejin, dari sekian banyaknya kemungkinan yang kelak menimpa Nakyung, ia paling takut akan kehilangan Nakyung.

“Jeno-ya, bisa kau pergi menemani Nakyung?”

“Baiklah, kau jangan terlalu mengkhawatirkannya, dia tidak akan tahan marah lama-lama padamu.”

Seperginya Jeno, tidak ada yang berbicara lagi. Heejin menghela menyalahkan dirinya yang terlalu kasar pada Nakyung. Tiba-tiba alunan musik terdengar di telinga Heejin, sebuah earphone telah terpasang, satu di telinganya dan satunya lagi di telinga Jaemin.

Daun-daun kuning terlepas dari dahannya. Musim gugur kali ini terasa lebih hangat, rasanya Heejin sudah siap, jika harus kehilangan orang-orang terdekatnya dengan dirinya yang menghilang dari dunia.

“Na Jaemin, terima kasih sudah mau berbagi kesialan bersamaku,” kata Heejin yang hanya dibalas anggukan kecil, laki-laki itu terlihat menikmati lagu, menatap lurus lapangan di depan sana.

Heejin juga melihat orang-orang berseliweran, berlari mengitari lapangan. “Aku tidak harus membaginya denganmu lagi.”

“Jangan bilang kau menyuruhku menjauh lagi darimu?!” kaget Jaemin.

“Tidak, aku hanya merasa kesialanku sudah berkurang sehingga tidak perlu berbagi lagi.”

Jaemin tidak tahu apa yang sebenarnya Heejin pikirkan. “Syukurlah,” ia tampak mendongak, memandangi langit sambil bersenandung.

Sementara di sebelahnya, Heejin menatap lekat-lekat wajah Jaemin. Selama ini dia selalu mengabaikan Jaemin… bersyukur karena sudah diberi kesempatan untuk bertemu dengan seseorang yang seperti malaikat pelindung baginya.

Perlahan Heejin mencondongkan tubuhnya, mengecup pipi Jaemin yang kontan membuat mata laki-laki itu membulat.

“Terima kasih karena sudah menyukaiku.”

***

Jeon Seohyun masuk dalam tipe wanita ideal Jaemin, tapi sayang ia tak merasakan getaran apa pun. Mungkin karena ia lebih dulu tertarik pada adiknyaᅳHeejin. Akhir-akhir ini pikirannya dipenuhi oleh nama gadis itu. Senyum-senyum sendiri mengingat siang tadi pipinya dikecup oleh Heejin.

Jaemin semakin bertekad untuk membantu Heejin sembuh dari phobia, tapi bagaimana caranya? Bisakah ia membuat Heejin berani menaiki kendaraan umum lagi? Apakah dia akan terus-terusan terkena sial jika di dekat Heejin?

Pertanyaan-pertanyaan dalam pikirannya berkelebat dan masih belum ada jawabannya. Jaemin menjadi pusing sendiri hingga mengabaikan penjelasan Seohyun mengenai aritmatika.

“Na Jaemin kau mendengarku?”

Mian, Nuna…” sesal Jaemin yang tak fokus dengan pelajarannya.

“Apa yang kau pikirkan?” tanya Seohyun sedikit menyingkirkan buku catatannya.

“Jeon Heejin… upss, maksudku,” salah tingkah Jaemin jelas kentara, ia tidak tahu harus menjawab apa.

“Terima kasih, berkatmu Heejin menjadi lebih baik.”

Jaemin mengusap tengkuknya malu, “Bukan apa-apa, aku senang kalau Heejin bisa sembuh.” Ia menambahkan dengan hati-hati, “Seohyun Nuna, kenapa kau menyukai Samcheon?”

“Cho Kyuhyun, ya… hmm, karena dia lelaki yang membuatku nyaman ketika bersamanya. Kelak kau harus mencari wanita yang membuatmu merasa nyaman juga,” balas Seohyun terkesan sederhana, tapi berarti luas.

Ponsel di tas tangan Seohyun bergetar, segera ia merogoh benda petak itu dan melihat sebuah pesan singkat dari Heejin.

“Heejin bilang terima kasih untuk semuanya, Eonni…” ujar Seohyun merasa ada yang janggal. “Kenapa tiba-tiba berterima kasih,” ia tersenyum seraya mendecih hendak membalas pesan.

Jaemin berdiri dari duduknya. “Heejin juga mengatakan hal yang sama padaku.” Ia menjadi panik, “Nuna kita harus segera mencari Heejin!”

***

Balik lagi sama kisah sedih si pengidap phobia :'
Kebahagian menyusul ya...

THANKS FOR READING
SEE YOU

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro