Episode 09 - Haruskah?
_BITSORI_
Friday, 01/11/2019
Esok harinya. Jaemin sengaja menjemput Heejin pagi-pagi sekali untuk berangkat sekolah bersama. Matahari bahkan belum terbit dan ia sudah berdiri di sebelah sepeda barunya yang didapat dari hasil memohon selama tiga jam, merecoki pekerjaan Kyuhyun.
“Apa dia sudah berangkat?”
Jaemin bertanya pada dirinya sendiri sembari pandangan tertuju pada pintu kayu berwarna hitam. Tak lama ada pergerakan pada pintu yang ditarik ke dalam. Heejin keluar disusul Seohyun, tampak menawarkan segelas susu.
“Minum seteguk saja…” bujuk Seohyun.
Heejin menyambar gelas, meneguk susu putih sampai habis. Selama itu pula Jaemin melihatnya, menyunggingkan senyum lebar secara perlahan, kapan lagi ia bisa melihat Heejin minum susu dipagi hari.
“Haruskah aku membawa susu kotak besok?” gumam Jaemin pelan seraya mengangguk-angguk.
Seohyun menerima gelas kosong dengan puas. Hendak membelai surai panjang Heejin sebagai pujian, namun secepat mungkin Heejin berkilat. Saat itu juga Seohyun berdecih, sedang penglihatannya tak sengaja mendapati Jaemin di depan gerbang sana.
“Na Jaemin!” sapa Seohyun berseru.
Heejin tak habis pikir, laki-laki yang kemarin menyatakan suka padanya masih berani muncul setelah ditolak. Jangan menyukaiku… seperti itulah kalimat yang dilontarkannya atas pernyataan Jaemin. Dalam hatinya, Heejin mempertanyakan kesungguhan Jaemin. Meragukannya, mendorongnya menjauh dan meyakini bahwa itu hanya rasa simpati.
“Eonni memberikan les matematika padanya, dia baru pindah ke sekolahmu dan dia juga kepona…” Heejin sudah menuruni tangga, melenggang di halaman rumah membuat Seohyun berdesis.
Seperti kemarin, Heejin berlalu meninggalkan Jaemin. Menghindari laki-laki yang terus mengikuti dari jarak tiga meter di belakang. Berbicara mengenai dirinya yang belum pernah mendapat penolakan, tunggu, bahkan sebelumnya seorang Na Jaemin tidak pernah mengungkapkan perasaannya lebih dulu.
“Dari mana dia belajar kurang ajar seperti itu,” komentar Seohyun kembali meneruskan dengan keras-keras, “HEEJIN-AH SEMOGA HARIMU MENYENANGKAN!”
“NUNA, KAMI BERANGKAT!” seru Jaemin.
“GEURE, JAEMIN-AH! HWAITING!” Seohyun senang ada yang menyahuti seruannya, ia menjadi semakin yakin karena ada Jaemin yang akan mengawasi Heejin.
***
“Benar tidak mau naik?” kata Jaemin lagi, mengayuh pelan laju sepedanya agar selaras dengan langkah kaki Heejin.
Terakhir kali Heejin naik sepeda bersama Haechan. Masih jelas dalam ingatannya, kecelakaan mobil yang menimpa Haechan, seketika kebahagiaan berlalu cepat, tergantikan dengan kemalangan.
Mulai hari ini, Heejin telah memutuskan untuk menjadi pribadi yang lebih kuat.
Tidak ada jawaban. Tak menyurutkan niat Jaemin dalam proses memahami wanita yang disukainya. Sebisa mungkin ia menutup rapat mulutnya, menahan kekehan yang sedari tadi menggodanya. Mengganggu pendengaran Heejin yang mau tak mau melirik Jaemin, sekilas menyelidik dari ekspresi wajah dan ia masih tidak bisa menemukan kesungguhan akan pengakuan suka itu.
Tawa renyah Jaemin, menghentikan langkah kaki Heejin, menatap nyalang laki-laki di sebelahnya yang kontan mengerem laju sepeda.
“Di sudut bibirmu ada bekas susu,” bisik Jaemin tepat di telinga Heejin.
Heejin mengusap kasar bibirnya dengan punggung tangan. Menghentakan kaki, melanjutkan perjalanan seraya menggerutu, “Wah, menjengkelkan sekali!”
Jaemin justru dibuat gemas. “Manis sekali…”
Baru beberapa kali Jaemin menekan pedal, sepeda oleng akibat ban menghantam batu yang entah kenapa ada di tengah jalan.
GUBRAK~
Heejin terkejut, ia segera berbalik menghampiri Jaemin yang menelungkup di atas aspal.
“Na Jaemin!”
“Iya, aku.” Jaemin mengangkat kepalanya, dia bisa tahu kecemasan Heejin dari raut ketakutannya. “Jatuh dari sepeda tidak akan membuatku terluka parah, aku tidak apa-apa…” tambah Jaemin berdiri dengan ceroboh sehingga tersandung oleh kakinya sendiri.
Dua tangan terjulur, tepat menyentuh dada, menahan tubuh Jaemin agar tidak terjatuh. Pagi ini sudah sering sekali jantung Jaemin dibuat berdebar, dia sampai tersipu malu.
“Kau harus hati-hati,” ucap Heejin menarik kembali tangannya, pergi dengan terburu sambil merutuki perbuatannya.
Jaemin menyilangkan kedua tangan di dada, seperti takut jantungnya akan meloncat keluar. “Auh, dugeun-dugeun (berdebar-debar/deg-degan).”
***
“Ada yang aneh dengan Heejin.”
Sebelum berangkat kerja, Seohyun mengunjungi Kyuhyun di ruang psikiater. Mengungkapkan kejanggalan yang ia rasakan setelah adiknya pulang dari rumah sakit. Menolak menjenguk Haechan, bersekolah dengan tenang dan menurutinya, walau sempat membantah.
“Aneh bagaimana?” Kyuhyun mencoba mengorek lebih dalam lagi, siapa tahu dia bisa memberi masukan sebagai dokternya Heejin.
“Tidak seperti satu tahun silam, dia bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa, tidak sepenuhnya mendiamkanku dan berangkat sekolah bersama Jaemin.”
Kyuhyun berpikir sebelum menjawab, “Setelah peristiwa buruk terjadi, syok dan penyangkalan adalah hal yang umum terjadi pada seseorang.”
Seohyun tahu trauma adalah sebuah respon emosional di otak terhadap kejadian buruk yang pernah terjadi di masa lalu. Dia bahkan tahu dokter spesialis kesehatan jiwa seringkali mengaitkan trauma dengan gangguan kecemasan.
Saat gangguan kecemasan datang, Heejin dapat mengingat kembali memori yang menyakitkan meskipun ia sudah berusaha melewati masa tersebut.
“Sistem dalam otak, amygdala,” Seohyun semakin fokus, menunggu Kyuhyun melanjutkan kalimatnya,
“Pusat memori dalam otak yang menyimpan memori tentang segala sesuatu yang pernah terjadi dalam kehidupan seseorang. Peristiwa yang memiliki makna akan lebih mudah diserap amygdala daripada memori yang tidak bermakna, baik memori buruk maupun memori baik.” Panjang lebar Kyuhyun diangguki mengerti oleh guru yang juga mengajar biologi.
“Jadi kondisinya dipicu oleh hiperaktivitas amygdala akibat proses menghadapi peristiwa tertentu yang mengingatkan kita pada kondisi traumatik, begitu?”
“Ingatan tentu tidak akan bisa hilang, tapi persepsi bisa kita modifikasi,” ujar Kyuhyun.
“Lalu apa yang harus kita lakukan?”
“Tambah hal-hal positif di diri Heejin, dia harus memasukan pikiran positif ke dalam otak, sehingga bisa memiliki kenangan yang lebih baik dan bermakna positif,” terang Kyuhyun menambahkan sembari menggerakan tangan memutar yang menurut Seohyun memberi kesan keren.
“Dengan begitu, otak akan mampu mengimbangi sehingga nilai positif bisa muncul ke alam sadarnya. Menyingkirkan nilai negatif yang kerap kali mengusik si penderita trauma…”
Kyuhyun sadar diperhatikan sedemikian rupa oleh Seohyun. Berdehem, semakin bergaya sok keren. “Aku memang terlihat seksi kalau sedang bekerja,” ujar Kyuhyun bangga.
“Beruntung aku bisa melihatmu bekerja sepagi ini,” tukas Seohyun menyetujui, “Menurutmu Jaemin bisa menambah nilai positif pada diri Heejin, maka dari itu menyuruhnya untuk terus mengawasi Heejin?”
Kyuhyun mencubit gemas hidung Seohyun, “Auh, pintar sekali pacarku ini.”
***
Suasana di sekolah sangat riuh, murid-murid sibuk bergosip, menggelitik telinga memerah Nakyung. Dia hendak memarahi tiga wanita yang berkumpul di lorong, menyebut-nyebut nama Heejin sebagai penyebab komanya Haechan. Berguncing mengenai kesialan mengerikan yang melekat pada Heejin itu adalah sebuah kutukan.
Sudah cukup. Nakyung tidak bisa diam saja. “YA!” hardiknya.
Ketiga wanita itu mengalihkan pandangan mereka, berhambur melewati Nakyung. Memburu keramaian yang tak jauh di ujung lorong sana.
“YA, DASAR KALIᅳAN…” suara Nakyung tercekat, ditengah kerumunan itu ia melihat Jeno.
Sama seperti Nakyung, Jeno juga sangat marah mendengar orang-orang membicarakan Heejin, menyalahkannya sampai ada yang mengutuk keberadaan Heejin di sekolah mereka.
Nakyung menerobos, “LEE JENO!” ia memegangi tinju yang hendak dilayangkan Jeno, menggeleng kecil dengan mata berkaca-kaca.
“Ikut denganku,” kata Nakyung bergegas membawa Jeno pergi sebelum guru datang, reputasinya sebagai Ketua OSIS bisa saja tercoreng, lebih parah lagi jabatan itu dicabut karena kekerasan yang dilakukannya.
“Jeon Heejin, dia ada di sana.”
Nancy yang juga berada dikerumunan yang kini sudah berpencar ke berbagai arah, menoleh malas, dia tidak suka melihat kehadiran Heejin.
“Ayo kita pergi!”
“Bisa-bisa terkena sialnya.”
Posisi Heejin semakin dekat, dia bisa mendengar semua cercaan yang ditujukan untuknya.
“Nancy…” sapa Heejin dibalas dengusan, bahu mereka bertubrukan ketika Nancy menatapnya sinis.
“Bahkan Haechan tidak bisa datang ke sekolah karenanya,” ujar Nancy dalam sekejap berubah menjadi orang asing bagi Heejin.
***
“JEON HEEJIN!”
Disaat semua orang menghindarinya, satu orang yang memanggil namanya tengah berlari mendekatinya seraya tersenyum.
Dia adalah Jaemin yang melangkah cepat sambil merapalkan perkataan Kyuhyun, ‘Saya bertanggungjawab pada diri sendiri dan saya ingin berubah menjadi orang lebih baik dan tidak mengingat trauma masa lalu.’
Menyuruhnya untuk menerapkan pemikiran tersebut pada Heejin.
Jaemin sudah berdiri menyisakan jarak tiga langkah di hadapan Heejin yang tercenung setelah kepergian Nancy
“Aku harus memarkirkan sepeda, memastikannya agar tidak bisa dicuri. Pamanku akan marah besar kalau aku menghilangkannya,” jelas Jaemin.
Hening sejenak. Heejin mengedipkan mata, perlahan menemukan kesungguhan dari sikap Jaemin.
“Aku pembawa sial…” kata Heejin menambahkan dengan serius, “Kau masih menyukaiku?”
“Tentu saja!” jawab Jaemin singkat.
“Meski kau akan terluka nantinya?”
“Aku tidak akan terluka karenamu, janji,” tukas Jaemin menunjukan jari kelingkingnya.
Haruskah Heejin mengorbankan Jaemin untuk menguji kesialannya? Heejin hanya ingin tahu apa dirinya benar-benar pembawa sial? Berbagai pertanyaan tak masuk akal berkecamuk dalam pikirannya.
Jaemin menekuk jari kelingkingnya, tangan yang terkepal ia turunkan selagi mulai berjalan di koridor sepi. Sebentar lagi bel masuk berbunyi namun dengan santainya Jaemin mengikuti Heejin, bermaksud mengantar sampai ke kelasnya.
“Jadi sekarang kita dekat?”
Kali ini Jaemin yang bertanya. Membuyarkan semua pemikiran negatif dibenak Heejin. Selalu saja dibuat tak mengerti atas perkataan yang lalu mengingatkannya pada satu kalimat yang sering diucapkannya pada orang-orang terdekat, ‘Aku mohon menjauhlah dariku.’
Kegigihan Jaemin mampu mengundang senyum miring Heejin. Pergolakan dalam dirinya kembali terjadi, antara menjauh dan mendekat, sebenarnya apa yang paling ia inginkan?
***
Mari kita beri tepuk tangan meriah, buat Jaemin yang pantang menyerah!
Seperti Jaemin, aku juga bakal menulis dengan gigih haha
Jadi, kalian yang baca harap berikan secuil kegigihan kalian untuk memberi vote dan comment ya :D
Alesta Cho
THANKS FOR READING
SEE YOU NEXT PART
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro