Episode 07 - Mendekat
_BITSORI_
Tuesday, 29/10/2019
Sore itu Jaemin mengetahui bahwa Heejin adalah adik dari Seohyun. Sepertinya takdir telah mengaitkan hubungan antara mereka dan untuk suatu alasan Jaemin merasa terganggu dengan wajah-wajah khawatir sekaligus gusar yang dilihatnya. Dia ingin tahu apa yang telah terjadi? Semua tampak muram, memusatkan seluruh perhatian pada Heejin yang terbaring tak sadarkan diri.
Terlihat Jeno berdiri di samping ranjang, menatap sendu Heejin, berharap temannya itu baik-baik saja. Disisi lain ranjang Kyuhyun selesai memeriksa keadaan Heejin. Bola mata Jaemin bergulir pada pamannya, menunggu penjelasan dari sang dokter yang hanya menggeleng pertanda tak bisa memprediksi kondisi mental Heejin.
“Kyuhyun-ah, tolong bantu Heejin agar bisa melaluinya,” kata Seohyun dengan mata basah karena sejak tadi ia tak bisa berhenti menangis.
Baik dulu maupun sekarang, Seohyun selalu mempercayakan Heejin pada Kyuhyun. Rasa ingin tahu Jaemin bertambah, ia menajamkan pendengaran demi mencari tahu apa yang dimaksud Seohyun.
“Seohyun Nuna?” panggil Jaemin pelan, memberitahukan keberadaannya di ruangan tersebut.
Sungguh ia tidak ingin merasa, menjadi satu-satunya orang yang tidak tahu apa-apa. Kyuhyun hampir lupa menanyakan kenapa bisa keponakannya itu datang ke rumah sakit.
Sementara itu Jeno menarik selimut sampai sebatas dagu Heejin, menatapnya sayang sembari merapihkan anak rambut Heejin yang berantakan. Dengan melihatnya saja Jaemin tahu bahwa Jeno sangat menyayangi Heejin.
“Samcheon?” kata Jaemin meragu, haruskah ia bertanya disaat seperti ini mengalihkan tiga pasang mata ke arahnya.
Jeno sama sekali tidak ada niatan untuk memberitahu Jaemin, karena tanpa disangka-sangka laki-laki itu mengikuti sampai ke rumah sakit dan meninggalkan latihan band. Mengulang kata ‘Samcheon’ dengan pelan… Jeno juga dikejutkan dengan hubungan Jaemin dan Kyuhyun.
Sementara Kyuhyun dan Seohyun mulai bereaksi akan penggilan Jaemin, saling tatap yang lalu mengajak Jaemin keluar dari ruangan. Meski kebingungan Jaemin tetap mengikuti, berharap semua rasa ingin tahunya terjawab, agar lebih mengetahui tentang sosok adik yang sempat dibicarakan Seohyun.
“Heejin… dia…”
“Jaemin-ah, Nuna butuh bantuanmu.” Seohyun menyela ucapan Jaemin.
Dari balik standing stand bertuliskan larangan merokok dan akibatnya, Nakyung melongok melihat ketiga punggung yang menjauh, “Kenapa juga aku harus bersembunyi.” Sesal Nakyung berjalan menuju pintu yang sesaat lalu ditutup oleh Kyuhyun.
“Benar, ada Jeno yang menemani Heejin.” Nakyung melihat dari sela pintu, ia tahu perasaannya tidak akan pernah berbalas karena nyatanya Jeno lebih menyukai Heejin.
Sebenarnya agak sakit mengakui bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Nakyung berlalu setelah menurunkan pandangan dari apa yang dilihatnya… dimana Jeno sedang memegangi tangan Heejin.
***
Esok harinya. Jeon Heejin menghentikan langkahnya tepat di depan pintu ruang rawat Haechan. Kedua tangannya mengepal kuat, tak berani untuk menekan knop pintu. Ia malah memegangi tali tas ransel… usahanya pagi ini dalam meyakinkan Seohyun berhasil, sehingga diberi izin untuk berangkat sekolah.
Namun ia tidak benar-benar ingin ke sekolah, disaat Haechan terbaring koma. “Mianhae, na ttaemune (Maafkan aku, karena aku).”
Heejin tidak sanggup melihat keadaan Haechan. Dengan segala ketakutan akan kehadirannya di sekitar Haechan yang dapat membuat kondisi laki-laki itu semakin parah. Heejin mulai mempercayai bahwa dirinya benar-benar pembawa sial, siapa pun yang berada didekatnya maka akan terluka.
Tiba-tiba pintu bergeser, memperlihatkan Jungahn hendak mengambil air minum. Melihat Heejin membuat kemarahannya meledak, sampai-sampai botol di tangannya ia lempar, mengenai kening Heejin… menyisakan luka yang segera mengeluarkan darah.
“Beraninya kau datang ke sini, kau seharusnya menjauhi Haechan dan jangan pernah memperlihatkan dirimu lagi di hadapanku!” cerca Jungahn maju selangkah sebaliknya Heejin mundur, menunduk dalam ketika darah di keningnya mengalir hingga ke pelipis.
“Apa tidak cukup bagimu kehilangan orang tuamu dan kakakmu,” kata Jungahn menambahkan dengan suara serak, “Heejin-ah aku mohon jauhi Haechan, kau harus menjauhinya, eoh?!”
Heejin berjalan mundur. “Kau tidak berhak bahagia,” lanjut Jungahn pelan namun terasa menyayat hati si pendengar yang merapuh.
Seperkian detik kemudian Heejin berbalik, berlari sepanjang koridor. Jauhi Haechan, dia harus menjauhi Haechan… maka dengan begitu Haechan akan baik-baik saja.
Sedangkan Jungahn terduduk lemas di lantai, ia menangis sembari tangan meraih botol bening yang terdapat bercak darah di salah satu sisinya.
***
Sebuah tas selempang berwarna hitam di lempar melewati pagar setinggi satu setengah meter yang berakhir menyedihkan di atas aspal. Disusul sepasang sepatu dengan tali tak terikat, terongok tak jauh dari tas dengan tulisan ‘Jaemin Naekkeo (Punya Jaemin)’.
“Park Jisung kenapa sepatuku ikut dilempar!” protes Jaemin.
Di dalam pagar, di lingkungan sekolah dua orang murid itu sedang saling berhadapan. Jisung tidak terima pundaknya diinjak dengan menyisakan noda tapak sepatu dan itu sangat menyakitkan baginya yang masih dalam masa pertumbuhan.
“Sudahlah aku kembali ke kelas saja!” sahut Jisung.
Jaemin menghalangi jalan Jisung, bisa-bisa dia gagal untuk membolos. Setelah jeda jam pelajaran pertama tak mendapati Heejin di kelas, ia memutuskan mencari wanita itu ke seluruh penjuru sekolah. Tetap saja Jaemin tak menemukannya…
Nakyung sendiri yakin kalau dari awal Heejin memang tidak berniat ke sekolah.
“Aku akan memberimu lebih,” tawar Jaemin.
Salahnya yang tidak bisa meloncati pagar sekolah, sehingga harus membujuk Jisung dengan iming-iming uang jajan.
Jisung menarik kedua sudut bibirnya, “Baiklah!”
***
“Kalau masalah uang, dia gerak cepat,” cibir Jaemin setelah berada di luar pagar, sejujurnya dia sangat terbantu oleh Jisung.
Tas selempang sudah dipakainya. “Nakyung bilang mungkin Heejin pergi menemui Haechun, Hae… aduh siapa tadi namanya.”
Jaemin mencoba mengingat sembari memakai sepatu, menyelipkan ujung tali asal ke dalam sepatu, ia menambahkan dengan yakin, “Pertama aku harus ke rumah sakit dulu!”
Selama ini Jaemin selalu terlibat masalah, baik itu ikut campur dalam sebuah perdebatan antar kelompok maupun perundungan yang baginya sangat memuakan. Akibatnya dia harus dikeluarkan dari sekolah karena mendapat perlakuan tak adil dari pihak komite sekolah.
Jaemin berjalan cepat, kali ini dia memilih untuk ikut campur lagi. Meski tahu permasalahannya berbeda dengan apa yang pernah dia alami. Setidaknya dia tahu kalau Heejin tidak bersalah.
***
Langkah kaki Jaemin memelan, sepasang netranya tertuju pada wanita yang berdiri di pagar pembatas jembatan. Dia harap Heejin tidak berbuat nekat… sampai ia mengenali bahwa wanita yang melongok ke bawah jembatan penyeberangan dengan seragam dari sekolahnya itu adalah Heejin.
Seseorang yang sedang dicarinya, muncul tepat di hadapannya.
Jaemin pun bergegas mendekati Heejin, takut-takut apa yang dipikirkannya terjadi. Menarik dengan satu kali hentakan membuat tubuh Heejin menghadap padanya hingga kepala wanita itu terantuk dada Jaemin. Sontak Jaemin merasa jantungnya berdebar kencang.
Buru-buru mendorong pelan Heejin agar menjauh. “APA KAU SUDAH GILA! KENAPA BERDIRI DI SANA, ITU BERBAHAYA!”
Demi menyembunyikan salah tingkahnya Jaemin berbicara keras-keras. Heejin melengos, malas meladeni Jaemin, dia sedang berada dititik terendah dan pikirannya kalut dipenuhi rasa bersalah.
“Kau mau ke mana? Aku ikut, ya?”
“Tidak boleh,” tegas Heejin.
“Pokoknya aku akan ikut,” kata Jaemin menyelaraskan langkahnya dengan Heejin yang terlampau acuh.
Baru beberapa kali Heejin bertemu Jaemin, namun dia sudah tahu sedikit mengenai sikap keras kepala laki-laki tersebut.
“Aku tidak tahu kalau kau bisa bolos juga, aku ahlinya dalam mencari tempat lebih baik selain ruang kelas yang membosankan.” Jaemin menunggu tanggapan Heejin dengan harap-harap cemas, kalau dia tetap diacuhkan maka apa yang harus dilakukannya lagi selain tetap diam.
Tanpa melihat lawan bicaranya, Heejin membalas, “Aku suka berada di kelas.”
“Ahhh, begitu ya!” tukas Jaemin dengan berlebihan, ia tidak harus diam dan segera menambahkan, “Jadi menurutmu berada di kelas tidak membosankan, lalu kenapa tidak ke sekolah?”
Dari situ Heejin tahu, pasti Jaemin telah melompati pagar sekolah. Dulu sekali dia juga pernah melakukannya bersama seseorang, “Tidak ada Haechan.”
“Kau habis menjenguknya?”
Heejin tersadar seharusnya ia menjaga jarak, menoleh pada Jaemin yang terlihat menyukai acara jalan kakinya dengan langkah ringan yang sedikit memantul-mantulkan kakinya setinggi lutut.
Ia sendiri bingung kenapa bisa menanggapi perkataan Jaemin. “Berhenti bicara padaku…” kata Heejin setelah membuat jarak satu meter dari Jaemin yang baru mengetahui kalau Heejin tertinggal di belakang.
Apa karena ia jalan terlalu cepat? Jaemin menautkan alis, otomatis mengunci rapat mulutnya sementara langkah kakinya berpindah haluan sebelum kalimat batasan terlontar lagi.
“Dan akan lebih baik kalau kau menjauh dariku.”
Jeon Heejin, dia wanita pengidap ombrophobia yang Jaemin ketahui mulai bersikap anti sosial setelah kecelakaan satu tahun lalu.
“Kau salah, aku merasa lebih baik saat mendekatimu,” ujar Jaemin maju selangkah, anehnya Heejin bergeming selagi jarak di antara mereka menipis.
***
Setelah melewatkan jadwal update,
Akhirnya bagian terbaru bisa dipublish juga…
Alesta Cho.
THANKS FOR READING
SEE YOU NEXT PART
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro