Episode 06 - Memburuk
_BITSORI_
Monday, 21/10/2019
Ternyata Seulgi memang ahli dalam memainkan gitar, piano dan bahkan drum. Renjun, Chenle dan Nakyung bersorak sembari bertepuk tangan seperti anjing laut. Lain halnya dengan Nancy dan Jeno yang tampak terpukau, mengakui betapa kerennya wanita yang usianya terpaut empat tahun lebih tua dari mereka itu.
Merubah pikiran Jaemin yang sempat meragukan kemampuan Seulgi. Jika dilihat lagi penampilan Seulgi seperti crush girl, keahliannya sungguh patut dikagumi.
“Jaemin-ah, kau salah memainkan nada!” tegur Seulgi, ketua band yang bertugas dalam alat musik bass itu tersadar. “Apa yang kau pikirkan?”
“Kenapa kau memilih jadi pelatih di band kami? Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik seperti Heechul Hyung!” jawab Jaemin.
Plakk~
“Aw, appo (sakit)!” rintih Jaemin setelah mendapatkan pukulan dari Seulgi dikepalanya. “Kenapa kau memukulku!” protesnya yang lalu menciut, terlalu takut melihat ekspresi dingin si pelatih baru.
“Kau seharusnya bisa menjaga ucapanmu… Selama aku menyukai pekerjaanku, itu tidak masalah.” terang Seulgi, menjadi sangat dewasa ketika ia memaparkan penilaiannya mengenai sebuah arti dari pekerjaan yang amat disukainya, apalagi kalau berkaitan dengan musik.
“Baguslah.” Angguk Jaemin sedikit paham dengan perkataan Seulgi.
Semua orang kembali dibuat terkesan. Nancy berharap dia juga bisa menentukan pilihannya sendiri seperti Seulgi.
“Mulai hari ini dan seterusnya aku bergabung dengan Dream Band, mohon bantuannya,” ujar Jeno mencuri perhatian dengan nada seriusnya.
Nakyung tersenyum lega mendengar keputusan akhir Jeno. Selagi Renjun menawarkan untuk melakukan tos dengan Jeno, ponsel Nakyung berbunyi, menandakan ada panggilan masuk. Segera saja Nakyung mengangkatnya…
Tidak ada lagi senyuman yang terpatri di wajah Nakyung, ia terdiam dengan tangan bergetar.
“Hae, Haechan, ehm… aku akan segera ke sana,” kata Nakyung hampir menangis.
“Kau akan menemui Haechan, aku ikut!” sahut Nancy antusias, sebenarnya ia agak bosan menonton latihan band.
Jeno tahu ada yang tidak beres, Nakyung terdiam tidak seperti biasanya, “Ada apa?” tanya Jeno mencoba menyelidik melalui ekspresi sedih Nakyung yang mulai kentara.
Seperkian detik berikutnya, Nakyung sudah menangis tersedu, “Haechan, Haechan…” ia bahkan tak sanggup melanjutkan kalimatnya.
♪♪♪
Didalam ketakutannya Heejin terus berdoa, tapi dia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kembali ke koridor rumah sakit yang sepi, menghirup aroma khas rumah sakit, dan mendengar tangis beberapa orang yang baru saja kehilangan sanak saudaranya. Dia pernah mengalami itu semua. Perasaan tak enak ini, membuat Heejin tak bisa mengatur napasnya, ia seperti kehilangan dirinya yang sebenarnya.
Sejak tadi air matanya tak berhenti keluar. Tangisnya tak terdengar, kegelisahannya terpendam. Dan ingatan satu tahun lalu berkelebat, dimana kejadian terburuk yang dialaminya terus datang menghantui bahkan dalam tidurnya.
Parahnya hal itu telah merubah kepribadiannya, menjadi pendiam, tak ada semangat hidup dan selalu menyalahkan dirinya atas kematian orangtua dan kakaknya.
“Haechan-ah, aku mohon… kau harus baik-baik saja,” kata Heejin pelan dengan bibir yang bergetar.
♪♪♪
Hujan di hari cerah masih mengguyur. Heejin menekuk lututnya di dekat tubuh terbaring Haechan.
“Gwaenchanayo (Kau tidak apa-apa)?” Haechan bertanya mendahului Heejin.
“Seharusnya aku yang bertanya padamu?! Kenapa kau masih memperdulikan keadaanku disaat seperti ini!” ujar Heejin tidak berani menyentuh wajah Haechan yang terdapat bercak darah di sana.
“Aku baik-baik saja,” kata Haechan dengan suara lemah.
“Bertahanlah, ambulance akan segera datang.”
“Mianhae (Maafkan aku).”
Heejin menggeleng, air matanya bercampur dengan hujan dan suara rintik itu mengganggu pikirannya. “Kau harus tetap sadar! Haechan-ah!” ujar Heejin saat lelaki itu perlahan memejamkan mata, ia kembali berseru, “Lee Haechan, Haechan-ah!”
Darah mengalir di aspal yang dipijaknya itu, pastilah milik Haechan. “Buka matamu,” ujar Heejin menatap ngeri cairan merah tersebut.
Heejin benar-benar tidak bisa menyentuh wajah pucat itu, tangannya hanya bergerak tertahan di udara. Tangisan pilunya terdengar oleh beberapa orang yang mulai mengerumuni, dengan masing-masing memegang payung. Merasa kasihan pada dua anak remaja itu yang harus mengalami kejadian semacam ini.
Gadis malang itu bahkan meraung sambil meremas dadanya yang terasa sesak. Ingatannya tumpang tindih, suara klakson seakan berada dalam otak, ia juga mendengar suara tangisnya sendiri yang memanggil-manggil ketiga anggota keluarga yang masih terjebak di dalam mobil.
Mempertanyakan akan kecelakaan yang terulang pada orang-orang terdekatnya, sehingga membuat luka lama kembali menganga.
♪♪♪
Seohyun dan Kyuhyun berlari terburu-buru menghampiri Heejin yang tengah terduduk di lantai. Wanita itu terlihat mencengkram rambutnya erat, suara tangisnya tertahan, tapi air matanya tak bisa ia tahan.
“Heejin-ah…” Seohyun segera memeluk adiknya, mencoba menyingkirkan tangan Heejin dari memegangi kepala. “Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja! Sadarlah!” bentak Seohyun, berhasil membuat Heejin terdiam.
Napas Heejin tak teratur, dan air matanya masih mengalir.
Kyuhyun segera memeriksa detak jantungnya melalui pergelangan tangan. “Denyut nadinya terlalu lemah.”
Heejin mulai dapat menenangkan dirinya. Nakyung berhenti berlari, menekap mulutnya demi meredam suara tangisnya, ia melihat sahabatnya kembali rapuh dan itu membuatnya sangat sedih.
“Dia pasti akan baik-baik saja.” Seohyun terus memeluk adiknya sayang, sambil membelai rambutnya, berharap Heejin lebih tenang.
Nancy mendesah, menatap tak suka Heejin. Menyalahkan apa yang terjadi pada Haechan adalah karena Heejin. Namun sebelum melangkah mendekati Heejin, suara derap kaki terburu mengalihkan semua pandang mata. Ibu dan ayah Haechan baru saja datang, mereka yang memiliki pekerjaan di luar kota bergegas meninggalkan klien setelah mendengar kabar mengenai anaknya.
Wajah mengeras, sorot mata marah terarah pada Heejin. Wanita paruh baya itu dengan mantap melayangkan tamparan keras. Seohyun segera menghalangi, menyembunyikan tubuh bergetar sang adik yang pipinya memerah akibat tamparan yang ia dapat.
“Ternyata benar, kau gadis pembawa sial!” amuk Chae Jungahn sembari mencoba melukai Heejin yang tercenung, tampak linglung dengan pandangan kosong.
“Yeobo, tenanglah…” kata Lee Junghoon, memegangi istrinya.
Dokter yang menangani Haechan keluar dari ruang operasi. Menyadari kehadiran sang dokter semua orang yang menunggunya segera menghampiri, begitu pun dengan Heejin yang paling ingin mengetahui keadaan Haechan.
Dokter berekspresi sedih, sepertinya ada sesuatu yang salah. Melihat dokter seperti itu Heejin mendekatinya, wajahnya yang masih basah dengan air mata terlihat jelas oleh dokter spesialis saraf.
“Bagaimana keadaan anak saya?!” tanya Jungahn tak sabaran.
“Benturan dikepalanya cukup keras, pendarahan di otaknya hampir tidak bisa dihentikan sehingga membutuhkan banyak transfusi darah. Setelah berhasil kami melakukan operasi pada…”
“Katakan saja kondisinya sekarang!” sentak Jungahn.
“Dia dalam kondisi vegetatif, otaknya lumpuh.”
“Jadi kau mau bilang kalau anakku koma, dokter lakukan sesuatu agar dia sadar,” pinta Jungahn segera menambahkan, “Aku mohon bantu dia sadar…”
“Imo (Bibi),” Nakyung memeluk Jungahn sambil menepuk-nepuk pundak bibinya dengan harapan wanita itu bisa menerimanya.
“Apa aku boleh melihatnya, aku ingin melihatnya!” ujar Jungahn mendesak dokter.
Kyuhyun yang juga bekerja di rumah sakit itu, memberi isyarat pada dokter agar memperbolehkan Jungahn masuk.
Heejin juga ingin menemui Haechan, namun tangannya dicekal erat oleh Jungahn. “Sebaiknya kau menjauh dari Haechan!” kecam Jungahn.
Nakyung menuntun Jungahn melewati Heejin yang tertohok. Nancy mengikuti mereka tatkala menatap tajam Heejin sembari mendengus.
Tidak ada suara yang keluar dari bibir Heejin yang bergerak, memanggil nama Haechan. Dari ujung koridor sana, Jaemin memperhatikan betapa terpukulnya Heejin yang kini menepis tangan Seohyun, menolak ditemani. Mengabaikan bujukan Kyuhyun dan Jeno diperingati untuk tidak mengikutinya.
Mengikis jarak antara dirinya dan Jaemin yang masih berdiri mematung.
“Dia menangis,” gumam Jaemin ketika penglihatan Heejin memburam, samar-samar gadis itu melihat Jaemin mendekat dan semua menjadi gelap.
“Heejin-ah!”
Seohyun, Kyuhyun dan Jeno berlari menghampiri Heejin yang jatuh tak sadarkan diri dalam dekapan Jaemin.
♪♪♪
Bisa selesai juga,
Semoga masih pada betah sama ceritanya ya…
Tinggalkan jejak kalian supaya aku tetap bisa melanjutkan cerita disela-sela kegiatan baru, yang cukup menyita waktu senggangku ^_^
THANK FOR READING
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro