Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

RaB. 15 : Kemampuan Yang Hilang (LAST)

Kedatangan Ibu Syerin membuat Ezra sadar, bahwa saat ini dirinya yang bahkan tidak bisa dilihat oleh siapapun tidak akan berguna meski tetap berada di samping Syerin. Dengan berat hati, laki-laki itu memutuskan untuk kembali pulang pada tubuh asalnya.

Namun, saat kaki Ezra yang tidak berpijak pada tanah melangkah sejajar dengan Syerin. Langkahnya terhenti ketika mendengar gumaman samar. Begitupun dengan Ibu gadis itu yang mulai mendengar suara samar yang berasal dari anaknya.

"Aku ... tidak bisa melihat mereka."

Ibu Syerin mulai melihat ada yang aneh dengan anaknya. Bahu Syerin gemetar, matanya menyapu seluruh bagian ruangan yang bisa dijangkau oleh penglihatannya, seolah-olah ada suatu hal berharga yang telah hilang dari dirinya.

"Ada apa Syerin? Apa yang tidak bisa kamu lihat?"

Syerin menatap Ibunya yang kini memegang kedua bahunya. Air matanya perlahan menetes kembali. "Aku tidak bisa melihat 'mereka' lagi."

"Mereka? Maksudmu ... hantu? Syukurlah, bukankah selama ini kamu memang ingin menghilangkan kemampuan itu? Kamu sudah cukup menderita karenanya, Syerin, seharusnya kamu senang." Ibu Syerin tersenyum lega.

Ezra hanya bisa diam. Ia mengerti sekarang, itulah mengapa Syerin menolak untuk berteman dengan dia pada awalnya. Syerin menderita dengan kemampuannya itu.

Syerin tertunduk dan menggeleng. "Aku memang menginginkannya, tapi tidak untuk saat ini! Ada seseorang yang harus kulihat dan kudengar suaranya!"

"Syerin, cukup!" Cengkeraman pada bahu Syerin semakin kuat, gadis itu mendongak, terlihat kerutan pada dahi Ibunya. "Ibu rasa kamu sudah melangggar perintah Ibu untuk tidak berteman dengan mahluk halus. Lihat sekarang, kamu sudah seperti orang gila."

"Dia bukan hantu! Dia manusia!" seru Syerin lantang, iris coklatnya yang tajam membuat Ibunya sekaligus Ezra terkejut.

Sedetik kemudian, secara tiba-tiba gadis itu berdiri, kemudian berlari menuju kamarnya, mengambil jaket dan akhirnya melenggang pergi begitu saja menuju pintu keluar.

"Syerin!" panggil Ibunya sekaligus Ezra—yang tidak akan mungkin Syerin dengar.

Syerin menoleh ke belakang tanpa menghentikan langkahnya. "Ibu tidak perlu menyusulku! Aku berjanji akan pulang!"

Ibunya ingin menyusul, namun anaknya telah pergi terlalu jauh. Lain halnya dengan Ezra yang kini mengikuti gadis itu entah kemana.

Syerin terus berlari, menyerukan nama Ezra meskipun ia tidak bisa melihatnya. Penglihatan gadis itu sepi, tidak ada hantu-hantu yang menatapnya seperti dulu. Tidak, bukan tidak ada, mereka tidak terlihat. Ia tidak tahu, saat ini laki-laki yang ia panggil berada di belakangnya dan juga memanggil dirinya.

"Syerin! Kau tidak perlu gegabah seperti ini!" seru Ezra.

Tetap saja, Syerin tidak mendengar seruan itu. Mulutnya terus bergerak memanggil orang yang berada tepat di belakangnya. Gadis itu terus saja merasakan ada sesuatu yang menyentuh pundaknya, tapi setiap ia menoleh, dirinya tidak melihat yang menyentuhnya.

Syerin membisik pilu, "Ezra, aku tahu kau ada di dekatku. Tapi kenapa aku tidak bisa melihatmu?"

Ezra hanya bisa menahan sesak, percuma, Syerin tidak akan bisa melihatnya. Gadis itu bahkan hanya bisa merasakan bahwa Ezra menyentuh pundaknya, tidak lebih. Dan lagi, kini wujudnya sudah semakin memudar, ia sudah terlalu lama berada dalam wujud yang tidak semestinya.

"Aku akan menemuimu nanti di sekolah. Bersabarlah," bisik Ezra.

Ezra sudah bersiap untuk menyusuri benangnya dan kembali ke tubuh kasarnya. Akan tetapi, di tengah keadaan dimana ia akan menghilang dalam beberapa detik, laki-laki itu melihat sekelebat bayangan-bayangan hitam yang mengelilingi Syerin.

Terlambat, pandangan Ezra menggelap dan tubuhnya mati rasa sebelum ia sempat mengetahui mahluk apa itu.

Butuh beberapa detik sebelum ia bisa merasakan tubuhnya lagi. Ezra membuka matanya, dia sudah kembali berada di kamarnya, kepalanya pusing saat mencoba kembali mengingat apa yang terjadi, seolah baru terbangun dari mimpi panjang. Seketika ia tersentak saat mengingat bayangan hitam yang mengelilingi Syerin sebelum dirinya menghilang. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu membuka jendela di samping kasurnya dan melompatinya begitu saja.

Sayangnya dia terlalu gegabah, gerakan yang tiba-tiba membuat kepalanya pusing dan tubuhnya limbung ke depan. Ezra berusaha menyeimbangkan diri agar tidak terjatuh, tetapi kakinya malah tersandung batu dan terjerembab di atas tanah penuh batu kerikil.

Kaki dan tangannya perih, tubuhnya sakit, tetapi Ezra tidak peduli. Tanpa alas kaki, dia kembali berdiri dan berlari menuju tempat Syerin berada. Ia harus cepat, sebelum gadis itu berada dalam bahaya untuk kedua kalinya. Persetan dengan telapak kakinya yang terasa bagai ditusuk jarum.

"Dasar bodoh, kenapa kau begitu gegabah dan pergi keluar tengah malam seperti ini," rutuk Ezra, "padahal besok kita masih bisa bertemu."

"Ezra! Kau dimana?"

Ezra menoleh ke asal suara. Tanpa menebak siapa pemilik suara itu, ia berlari mendekat. Dan seperti yang ia tebak, Syerin berada di sana, tepat di hadapannya.

Wajah gadis itu berubah, terlihat bahwa dia benar-benar lega setelah melihat wajah manusia di depannya. Tapi tidak dengan Ezra, semakin terlihat bahwa laki-laki itu khawatir, ia berlari mendekat dan memeluk Syerin erat.

"Dasar bodoh," ucap Ezra ketika dia berhasil menggapai gadis di depannya.

Ezra merasakan aura kelam yang mengelilinginya. Tidak, ia tahu aura itu sebenarnya mengelilingi Syerin, bukan dirinya.

"Pergi kalian, jangan pernah mengganggu manusia ini, dia tidak bisa melihat kalian lagi. Aku memang tidak bisa melihat kalian saat ini, tapi jika ada sesuatu yang terjadi dengannya, kalian akan benar-benar kulenyapkan," bisik Ezra. Perlahan ia merasakan aura kelam yang mengelilingi Syerin memudar.

Syerin terlihat bingung, mata Ezra terlihat tajam saat melepaskan pelukannya. Meskipun sedikit melunak saat Syerin menatap mata birunya langsung, tetap saja, wajah laki-laki itu terlihat masam.

"Kenapa kau gegabah sekali? Langsung berlari keluar padahal kau sadar tidak akan bisa melihatku! Kau pikir dengan cara itu kemampuan matamu akan kembali? Kenyataannya kau justru dalam bahaya!" Ezra mengomel dengan dahi berkerut, membuat Syerin tertegun melihatnya.

Namun, sesaat kemudian, gadis itu menunduk dan terkekeh geli.

"Kenapa kau tertawa?"

Syerin menunjuk kaki Ezra. "Kau sendiri bahkan datang dengan gegabah. Lihat kakimu yang penuh darah itu, dan tanganmu ini, darahnya mengotori jaketku."

Syerin bermaksud untuk mencairkan suasana agar Ezra tidak terlalu tegang, tetapi lawan bicaranya tidak menangkap maksud gadis itu, justru wajahnya malah semakin masam.

"Bodoh," maki Ezra, "itu karena aku khawatir sesuatu akan terjadi padamu jika aku tidak cepat datang!"

Syerin terdiam, ada hal aneh yang berdesir di dalam dirinya. Wajahnya terasa panas. Seketika dia teringat dengan kejadian saat ia menyatakan perasaannya pada Ezra. Sial, kenapa baru sekarang ia malu?

"O-oh, jadi ceritanya kau mengkhawatirkan sahabatmu ini?" Syerin mencoba menutupi kegugupannya.

"Sahabat?" Ezra mengulangi perkataan Syerin, "setelah semua yang kulakukan untukmu. Kau masih bisa berkata bahwa aku sahabatmu?"

"Eh?" Syerin mengerjap bingung. "Lalu aku apa, musuhmu?"

Ezra menggelengkan kepalanya pelan, seolah gemas dengan tingkah Syerin yang berlagak tidak peka. Laki-laki itu mengatupkan kedua tangannya pada pipi gadis di hadapannya.

"Karena aku sudah gemas sekali, kurasa aku tidak bisa menunggu hingga pulang sekolah untuk mengatakannya," ucap Ezra, "dengar baik-baik, karena aku tidak akan mengulangnya."

Tanpa sadar jantung Syerin berdegup kencang, otaknya menebak-nebak apa yang akan dikatakan oleh Ezra. "Apa, kau akan mengatakan apa?" tanyanya penasaran.

"Sejak aku pertama bertemu denganmu dalam wujud yang berbeda. Hingga saat ini....

Aku menyukaimu."

"Hahaha, kau pasti bercanda." Syerin tertawa hambar. Padahal dia sadar, bahwa hal seperti itu tidak pantas untuk dianggap candaan.

"Terserah, kau mau menganggapnya serius atau tidak," ucap Ezra datar, "tapi yang jelas, karena perasaan kita sama-sama terbalas, kuharap kau tidak akan berkata bahwa sahabatmu lagi. Kita, lebih, dari, itu."

Syerin terkekeh. "Kau tidak romantis sama sekali. Sangat jauh dari kata romantis."

"Hm? Tapi aku lebih suka menyatakan langsung begini," balas Ezra sambil tertawa, diikuti oleh Syerin yang menggenggam tangannya hangat.

Di bawah gemerlap bintang, dan terangnya bulan.

Senyum mereka merekah bagai bunga.

SELESAI

Minggu, 27 Mei 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro