Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

RaB. 14 : Di Ambang Batas

Ia tidak menyangka hantu perempuan yang nyaris membunuhnya beberapa minggu lalu akan kembali lagi. Rupanya mahluk itu telah lama mengincarnya, tetapi tidak bisa mendekat karena ada Ezra yang melindungi dirinya. Gawat, Syerin rasa Ezra merasa kasihan pada hantu itu sehingga tidak melenyapkannya begitu saja.

Dan kini hasilnya telah ia lihat, hantu itu kembali untuk balas dendam.

"Menjauh dariku!" jerit Syerin sembari melayang limbung menjauhi mahluk halus itu.

Entah sudah berapa lama ia bermain kejar-kejaran seperti ini. Hantu itu benar-benar mempermainkannya. Ketika Syerin mencoba menjauh, hantu itu diam saja. Akan tetapi, saat jarak mereka sudah terlampau jauh, mahluk itu akan tertawa aneh dan kembali melesat ke arahnya dengan cepat.

"Teruslah menjauh dariku, hingga nanti aku menjadi bosan dan langsung membunuhmu dengan cepat!"

"Aku tidak akan sudi mati di tanganmu!" desis Syerin sambil berusaha menjauh lebih cepat.

Sial, di saat-saat seperti ini, ia malah tidak bisa kembali ke wujud kasarnya dengan cepat. Syerin tidak bisa membayangkan wujud kasarnya dan kembali ke sana, otaknya benar-benar menjadi blank karena panik. Yang ia bisa saat ini hanyalah lari sejauh mungkin.

Seandainya saja Syerin memiliki belati perak yang dipakai Ezra saat menyelamatkannya, pasti dirinya tidak perlu melarikan diri lagi.

Seandainya Ezra ada di sini....

Syerin berdecak keras, Hentikan pikiran konyolmu, Syerin!

"Ayo ... larilah. Larilah sejauh mungkin!"

Tiba-tiba Syerin tak bisa melayang lebih jauh lagi, langkahnya seolah tertahan oleh sesuatu. Syerin menunduk, mencari-cari benda atau 'sesuatu' apakah yang telah menghalanginya. Hingga akhirnya ia melihat hal itu.

Ada lilitan benang berwarna merah di kakinya. Benang itulah satu-satunya yang menghubungkan dirinya dengan tubuh kasarnya. Syerin tidak bisa lebih jauh lagi, atau benang itu akan terputus dan mahluk halus lain bisa mengambil alih tubuhnya.

Sebenarnya, sudah seberapa jauh aku pergi?

"Oh, jadi benang merah itu yang menghalangi langkahmu?" hantu berwajah menyeramkan itu terkekeh meremehkan. "Apa mau kupotong saja supaya kau bisa pergi lebih jauh lagi?"

Syerin terbelalak, bagaimana bisa hantu itu melihat benang merahnya? Bukankah seharusnya hanya ia yang bisa melihat lilitan ini? Dan lagi, hantu itu mengenggam sebuah belati perak dengan sebuah ukiran, mirip seperti milik Ezra!

"Tenang saja, belati ini cukup kuat untuk memotong benangmu itu," ucap hantu itu dengan seringai lebar.

Syerin mendelik, ia belum kehabisan akal. Gadis itu belum terkepung, jadi ia langsung memutar arah dan melewati hantu itu dengan cepat, menyusuri benang merahnya kembali

Suara tawa yang menyeramkan terdengar, membuat bulu roma Syerin meremang.

"Ya! Larilah sejauh mungkin, gadis kecil!"

Syerin terus menyusuri benang merahnya tanpa terpengaruh dengan tawa yang mengintimidasi dari hantu pendendam itu. Namun perlahan-lahan tubuh astralnya tidak lagi segesit sebelumnya. Gadis itu melayang limbung hingga akhirnya terjatuh ke atas tanah.

Syerin mencoba mengangkat tubuhnya dengan kedua tangan, hingga akhirnya gadis itu sadar bahwa wujudnya lebih transparan dari sebelumnya.

Syerin berdecak, ini akibatnya jika dia terlalu banyak menghabiskan energinya untuk bergerak dengan wujud ini. Ia tidak bisa melangkah lebih jauh lagi, atau energinya habis dan ia akan lenyap.

Gadis itu menghantamkan tangannya yang terkepal ke atas tanah. Dia ingin pulang. Ia ingin pulang ke wujud aslinya meski harus sengsara dengan kehidupan manusianya itu.

Kenapa aku tidak bisa membayangkan tubuh asliku?

Tiba-tiba napas Syerin tercekat saat sebuah tangan penuh darah mencekik lehernya. Syerin berusaha menjauhkan tangan itu dari lehernya, tetapi sia-sia karena tubuhnya terlalu lemah.

"Sayang sekali aku hanya bisa mencekikmu dengan tangan kiriku. Tangan kananku sudah dipotong oleh teman hantu sialanmu itu. Dimana dia sekarang? Apa dia lenyap?"

Syerin tersenyum getir.

Inilah akhirnya.

Jadi ... aku akan mati dalam wujud astral?

"Dasar ... hantu ... pendendam," ucap Syerin dengan mulut bergetar.

Namun mahluk di depannya malah terkekeh senang. "Ya, dan kini aku berhasil membalaskan dendamku."

Syerin memejamkan matanya di sela-sela rasa sesak di dadanya. Kilasan kejadian sore tadi menghampiri memorinya. Saat dia berusaha membuang semua kenangannya.

Syerin telah membakar surat cintanya untuk Ezra. Saat itu dia begitu yakin untuk membuang semuanya, membakarnya dan membuatnya menjadi abu. Namun hatinya kembali bimbang saat ingin membakar jas hujan biru milik Ezra.

Kebimbangan yang membawanya pada keputusan untuk menunaikan janjinya pada Ezra, untuk yang terakhir kalinya.

Dan dampaknya? Ia tercekik di sini menunggu kematian. Astral Projection yang ia lakukan rupanya memang untuk yang 'terakhir kalinya'.

"Sebentar lagi kau akan mati," terdengar samar-samar suara mahluk pendendam di depan Syerin, "dan sebentar lagi aku berhasil membalaskan dendamku."

"Kata siapa?" Syerin mendengar suara lain yang menginterupsi. Matanya melirik pada asal suara itu.

Samar-samar ia melihat siluet lain yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka berada. Syerin terus memperhatikan mahluk itu mendekati mereka, hingga wajahnya mulai sedikit terlihat.

Syerin berbisik kecil, "Ez ... ra?"

Namun suaranya teredam oleh teriakan memilukan dari hantu di depannya. Syerin kembali melirik ke depan, kejadian itu terulang lagi. Mahluk itu kini kehilangan kedua tangannya.

Dan karena itu pula seketika oksigen seolah menyeruak memasuki paru-parunya. Syerin terbatuk keras, tubuhnya lemas dan langsung luruh ke tanah.

"Bukankah sudah kubilang padamu untuk tidak mendekatinya lagi? Kau benar-benar ingin kulenyapkan, ya?" Syerin kembali mendengar suara yang familiar di telinganya. Gadis itu mencoba menoleh ke asal suara.

Kini ia dapat melihatnya dengan jelas. Laki-laki itu dan belati peraknya. Ezra dengan belatinya yang teracung tepat di jantung hantu yang nyaris membunuh Syerin.

Hantu itu mencoba mundur dan menjauh dari dirinya dan Ezra. Namun, hal itu sia-sia karena Ezra melesat mendekatinya dan mencekik lehernya. Meski meronta sekalipun, mahluk itu tetap tidak bisa menjauh karena kedua tangannya telah lenyap.

Syerin menatap Ezra. Baru kali ini ia melihat ekspresi marah laki-laki itu. Tatapan tajamnya, bahkan lebih menyeramkan daripada milik Teo yang sangat membenci Syerin. Ia merinding tanpa sadar ketika melihat tangan Ezra yang bergetar, menunjukkan bahwa laki-laki itu mencengkeram belatinya dengan sangat kuat.

Lalu sedetik kemudian, belati itu terhunus tepat di jantung hantu wanita di hadapan Ezra. Hantu itu menjerit, mengeluarkan suara mengerikan yang menyayat telinga.

"Jauhkan belati itu dariku!" raung mahluk halus itu, "aku berjanji tidak akan mengganggunya lagi!"

Ezra tersenyum miring. Bukannya melepaskan belati itu, ia malah menancapkannya lebih dalam lagi, membuat hantu itu semakin menjerit pilu.

Hingga akhirnya, mahluk itu lenyap seketika.

Butuh beberapa saat sebelum akhirnya Syerin menyadari bahwa mahluk itu sudah benar-benar lenyap. Ia memejamkan matanya lelah, lega karena semuanya telah berakhir. Gadis itu menyentuh lehernya, sakit, padahal saat ini ia sedang dalam wujud tak kasat mata. Apa rasa sakit ini juga akan berdampak pada wujud aslinya?

"Kau tidak apa-apa, Syerin?" Syerin merasakan ada yang mengangkat dan menopang kepalanya.

Syerin membuka matanya. Matanya mengerjap perlahan, masih tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya. Benarkah Ezra yang sudah menyelamatkannya?

"Kau ... Ezra?" tanya Syerin parau.

Laki-laki di depannya tersenyum kaku. "Ya, ini aku, Ezra."

Syerin diam sejenak untuk mengembalikan suaranya yang nyaris hilang setelah tercekik. Ia kemudian berdeham pelan dan berkata, "Bukankah ... kau sudah lupa padaku?"

Namun Ezra hanya diam tidak menjawab.

"Kenapa kau diam saja? Apa ternyata kau masih lupa—"

Lalu secara tiba-tiba, sebelum Syerin menyelesaikan ucapannya, Ezra mendekapnya dengan erat. Gadis itu tertegun, badannya seketika kaku saat menyadari bahwa Ezra sedang memeluknya.

"Maaf," ucap Ezra, "maaf karena sempat melupakanmu begitu saja."

Syerin hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Ezra. Namun jauh di lubuk hatinya, ia sangat senang. Keputusan yang ia pilih ternyata tidak salah, dan Ezra telah menepati janjinya.

Ezra menjauhkan dirinya dari Syerin, menatap wajah gadis itu yang semakin pucat.

"Kau harus kembali ke wujud aslimu, Syerin. Wajahmu sudah sangat pucat," ucap Ezra khawatir, "ayo, aku akan mengantarmu."

"Tunggu." Syerin mengenggam lengan Ezra.

"Ada apa?"

"Ada sesuatu ... yang harus kukatakan padamu," ucap Syerin.

"Katakanlah, cepat." Ezra mengenggam tangan Syerin. "Lihatlah, tanganmu sudah semakin transparan."

Sebenarnya bukan hanya wujud Syerin yang semakin transparan, pandangan gadis itu juga perlahan mengabur. Wajah Ezra terlihat samar-samar di matanya.

Syerin mencoba mencoba mendekat pada Ezra, lalu kemudian berbisik tepat di dekat telinga laki-laki itu.

"Aku menyukaimu, Ezra."

Dan kemudian pandangannya menjadi gelap seiring wujudnya yang lenyap seketika.

*~*~*~*

Ezra termangu saat manik birunya menatap kedua tangannya yang kosong. Butuh beberapa detik sebelum laki-laki itu akhirnya menyadari apa yang terjadi. Dalam sekejap ia langsung berdiri dan melayang mencari sesosok gadis yang telah menghilang dari pandangannya secara tiba-tiba beberapa saat tadi.

"Syerin! Kau dimana?" Ezra terus berseru memanggil nama gadis itu.

"Aku menyukaimu, Ezra."

Jantung Ezra terasa sesak ketika kata-kata Syerin kembali terngiang. "Dasar, jangan pergi begitu saja setelah mengatakan hal seperti itu."

Tidak, Ezra tidak menemukan adanya tanda-tanda bahwa Syerin berada di dalam radius penglihatannya. Berapa kalipun laki-laki bermanik biru itu berusaha, ia tidak akan pernah menemukannya.

Hanya ada satu kemungkinan di mana gadis itu berada.

Tanpa menunggu waktu lama, Ezra melesat menuju tempat itu. Tempat di mana ia selalu menunggu gadis itu terbangun dari tidurnya.

Persetan dengan energinya yang akan habis atau benang merahnya yang akan putus, Ezra harus memastikan bahwa Syerin tidak lenyap. Karena menurutnya, ialah penyebab gadis itu nyaris mati di tangan mahluk halus.

Karena ingatannya yang tumpang-tindih, ia malah melupakan kenangannya saat menjadi hantu. Membuatnya tanpa sadar menyakiti Syerin yang sudah percaya pada dirinya. Serta membuatnya nyaris melanggar janji

Tidak sampai sepuluh menit untuk sampai di kediaman Syerin. Namun matahari sudah mulai menampakkan dirinya. Ezra melangkah limbung mendekati rumah gadis itu, lalu kemudian melayang perlahan ke jendela kamar Syerin.

Akan tetapi, hal yang ditemukannya malah membuat laki-laki itu terpaku di tempatnya.

Bagaimana mungkin? Kamar itu kosong, tidak ada Syerin disana.

Ezra mencoba masuk dan menyisir ruang yang tidak terlalu besar itu dengan matanya. Hasilnya nihil, tidak ada Syerin sama sekali.

"Syerin?" ucap Ezra pelan.

Tidak ada jawaban.

"Syerin! Jawab aku!"

"Ezra!"

Ezra tersentak.

"Syerin! Aku di sini!" seru Ezra. Ia melangkah keluar melalui pintu yang masih terbuka.

Dan nyaris bersamaan, dari arah berlawanan gadis yang ia cari berada tidak jauh dari tempatnya berdiri, wajah gadis itu terlihat panik. Lain halnya dengan Ezra yang kini tersenyum lega.

Syerin berlari kecil mendekatinya, memperpendek jarak di antara mereka. Akan tetapi Ezra menyadari sesuatu yang aneh. Mata gadis itu memerah, seperti hendak menangis, dan tatapannya ... seolah tidak menatap Ezra.

"Syerin, ada apa denganmu—"

Tubuh Syerin menembus wujud Ezra begitu saja, membuat laki-laki itu limbung ke lantai.

"Ezra, kau dimana? Aku tidak bisa melihatmu!" Syerin berseru sembari berjalan gusar ke berbagai ruangan.

Ezra tertegun.

Syerin tidak bisa melihatnya.

Laki-laki itu mencoba berdiri. Mendekati Syerin dengan pandangan kosong.

"Kau ... benar-benar tidak bisa melihatku?" bisik Ezra. Tangannya terulur menyentuh pundak gadis di depannya, tetapi lagi-lagi tangan itu menembusnya dengan mudah.

Laki-laki itu kini menyerah. Ia bersandar pada dinding dan luruh ke lantai.

"Ezra, katakan sesuatu jika kau berada di dekatku! Setidaknya aku bisa mendengarmu meski tidak melihatmu." Syerin berbalik, lalu duduk dan bersandar pada dinding. Dan tanpa gadis itu sadari, mereka berdua kini saling berhadapan.

Ezra menatap wajah Syerin. Gadis itu menangis, lagi. Napasnya naik-turun, wajahnya pucat. Mungkinkah Syerin menangis karena ia berpikir bahwa Ezra meninggalkannya?

"Seharusnya tidak ada yang perlu kau tangisi karena aku ada tepat di depanmu," ucap Ezra walau Syerin tidak bisa mendengarnya.

Ezra tertawa getir. "Padahal aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Tapi ada untungnya juga kau tidak bisa mendengarku."

Laki-laki itu menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan.

"Aku hanya akan mengatakannya sekali dan kuharap kau tidak mendengarku."

Ezra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Astaga, kenapa dia menjadi segugup ini padahal Syerin tidak bisa mendengarkannya?

"Aku...."

"Sebenarnya selama ini aku—"

Suara nyaring pintu yang terbuka membuat Syerin dan Ezra terlonjak kaget. Raut wajah Syerin yang awalnya kacau sedikit berubah ketika melihat seorang wanita yang sedang berdiri di ambang pintu rumah sembari menatapnya dengan senyuman.

"Syerin, Ibu pulang lebih cepat—ada apa, Syerin? Kau menangis?"

Akan tetapi, tidak dengan Syerin, raut wajahnya tidak berubah banyak meskipun air matanya telah terhenti. Gadis itu menggumamkan sesuatu sambil memandangi Ibunya yang menatapnya bingung.

Ezra tersenyum tipis, merasa bahwa ia sudah tidak dibutuhkan lagi untuk saat ini. Setidaknya, ada Ibu Syerin yang menemaninya.

"Aku ... mungkin akan mengatakannya lain kali."

Bersambung.

Minggu, 27 Mei 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro