Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chap. 12 : Menghilang, Lalu Lupakan

Tak perlu waktu lama untuk menyadari betapa berartinya keberadaan Ezra bagi Syerin. Bahkan di hari pertama mereka berpisah, Syerin sudah merasa kesepian setengah mati. Tidak ada yang sibuk menjahilinya setiap ia berada di luar sekolah, tidak ada yang bercanda dengannya ataupun mengomentari sikapnya.

Dan tidak ada yang membuatnya tersipu lagi.

Tapi setidaknya dia sudah bangun dari komanya walaupun belum benar-benar pulih, batin Syerin sambil menatap ke arah kerumunan di luar kelas.

Kemarin Syerin menguping pembicaraan Teo dengan beberapa temannya, bahwa Ezra sudah bangun. Tapi sayangnya laki-laki itu masih harus beristirahat beberapa hari lagi sebelum akhirnya berativitas seperti biasa.

Sebenarnya ada satu hal yang menganggu pikiran Syerin sejak tadi malam. Gadis itu sangat geram karena berkali-kali tidak berhasil melakukan astral projection. Suara desauan angin kencang membuatnya kehilangan konsentrasi dan berujung gagal.

Bagaimana jika Ezra sudah menungguku di bawah pohon itu?

Tapi ... seharusnya dia langsung pergi ke rumahku saat menyadari bahwa aku tidak akan muncul. Apa Ezra juga tidak berhasil melakukan astral projection?

Saat batin Syerin sedang sibuk berdebat, tiba-tiba suara keras yang berasal dari luar membuat seisi kelas menoleh ke arah sumber suara. Tidak terkecuali Syerin yang kini mencoba berjalan ke arah sana.

"Teo, jawab aku! Kapan Ezra akan kembali?" seruan pertanyaan yang sama terulang kembali.

Langkah Syerin terhenti. Itu Lula, dan ada Teo di sana.

"Kenapa kau begitu peduli, Lula?" tanya Teo.

Lula tediam sesaat, kemudian membuang wajahnya sambil menjawab, "Aku hanya ingin tahu."

Teo hanya membalas dengan senyuman miring—yang sangat Syerin benci—lalu berjalan mendekati Lula. "Bagaimana jika kita bersama-sama menjenguk Ezra?"

Lula menunduk, ia terlihat berpikir.

"Baiklah." Akhirnya ia memutuskan.

Setelah Lula mengucapkan satu kata itu, bel tanda jam istirahat selesai berbunyi nyaring. Langsung saja orang-orang yang berada di luar segera masuk ke kelas mereka masing-masing, begitupun dengan Lula dan Teo yang kini berjalan berlawanan arah.

Kecuali Syerin yang kini sedang terpaku.

"Bagaimana jika kita bersama-sama menjenguk Ezra?"

"Teo!" seru Syerin.

Teo menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap Syerin. "Apa?"

Syerin berjalan mendekati Teo. Tatapan Teo benar-benar menusuknya, mata biru itu masih tidak terlihat bersahabat sejak pertama kali mereka bertengkar. Tapi Syerin tidak peduli, ia tetap mendekati laki-laki itu.

"Apa yang kau mau? Cepatlah, waktuku tidak banyak," desak Teo.

"Boleh aku ikut denganmu?"

"Apa?"

Syerin mengela napas. "Boleh aku ikut menjenguk Ezra?"

"Tidak." Teo menggeleng. "Tentu saja tidak."

"Apa? Tapi kenapa? Bukankah aku hanya ingin—"

"Berisik. Kau bertanya padaku, dan jawabanku 'tidak'," potong Teo, "dan jangan pernah berani datang menjenguknya."

Tanpa basa-basi, Teo langsung berbalik dan meninggalkan Syerin begitu saja. Syerin hanya bisa memandangi punggung Teo yang semakin menjauh dengan tatapan datar.

Namun kemudian senyuman miring tersungging di wajah gadis itu.

Baiklah, tidak apa-apa. Lagipula jika Ezra masuk sekolah nanti, kau pasti akan terkejut dan sangat malu, Teo. Karena kau sudah menuduhku sembarangan.

Dan Syerin melangkah dengan tegas ke kelasnya.

*~*~*~*

Beberapa hari kemudian, seperti yang telah dikatakan Teo, Ezra telah pulih—walaupun luka fisiknya masih membekas—dan di kabarkan akan kembali sekolah besok. Tentu saja hal ini membuat Syerin begitu senang, karena itu artinya semua salah paham diantara mereka akan terungkap.

Banyak yang harus kutanyakan pada Ezra. Kenapa dia tidak pernah datang padahal aku terus menunggunya setiap malam? Batin Syerin.

Apakah astral projection sangat sulit untuknya?

Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiran Syerin, tapi dia masih bisa untuk mencoba bersabar untuk tidak menemui laki-laki itu di rumah sakit. Lagipula, besok mereka akan bertemu lagi, ya 'kan?

Syerin sedang menyeruput es teh-nya ketika ia mendengar beberapa orang yang sedang membicarakannya. Meski sebenarnya itu adalah suara bisikan, tapi telinga Syerin yang tajam dapat mencakup suara itu dalam jangkauan gendang telinganya. Syerin sedikit memiringkan kepalanya untuk menguping.

"Aku benar-benar melihatnya, senyuman aneh yang muncul di wajah perempuan itu saat dia mendengar kalau Ezra sudah siuman. Apa kau bisa menebak apa yang ada di pikirannya saat itu?"

"Tidak, tapi dapat kupastikan itu hal yang buruk."

"Apa kita bisa melakukan sesuatu?" tanya yang lainnya.

"Ada." Syerin sedikit melirik, lalu melihat salah satu dari mereka mengangguk.

"Apa?"

"Kita akan jauhkan Ezra dari Syerin."

Syerin mendelik, tapi dia berusaha menahan dirinya untuk tidak menghardik sekumpulan orang sok tahu itu. Dicengkeramnya gelas teh di tangannya dengan kuat, melampiaskan kekesalannya di sana.

Tidak apa-apa, mereka pasti tidak menduga bahwa selama Ezra koma, dialah yang menemani laki-laki itu.

Syerin bisa membalasnya nanti, saat Ezra kembali masuk sekolah. Dia akan membalas mereka dua kali lipat dari yang dirasakannya selama terjebak dalam salah paham. Ia akan berkata pada mereka, 'lihatlah, Ezra sendiri bilang bahwa aku tidak mencelakainya!' dan membuat orang-orang sok tahu itu malu.

Terutama Teo.

Syerin tersenyum. Ya, hari itu pasti akan datang. Tapi yang lebih penting sekarang ialah Ezra yang kembali bersekolah lagi.

Dan hari yang ditunggu itupun telah datang. Ezra kembali masuk sekolah, duduk di bangku miliknya—yang sebelumnya ditumpangi Lula—dan membuat Syerin kembali berada di tempat duduk yang bersebelahan dengan Lula.

"Kalau bukan karena Ezra, aku tidak akan mau duduk di sini," gerutu Lula.

Syerin tersenyum miring sambil memperhatikan wajah masam Lula. "Oh, jadi kau duduk di sini karena Ezra? Kenapa? Kau menyukainya?."

Lula menoleh, lalu menatap Syerin dengan sinis. "Kalau iya, lalu kenapa?"

Senyuman mengejek di wajah Syerin perlahan lenyap.

"Karena itu aku sangat membencimu, Syerin. Kau telah berusaha mencelakai orang yang kusukai."

"Tapi aku tidak—"

Lula berdecak sebal. "Sudahlah, Tidak usah mengelak lagi. Cukup diam dan terima kenyataanya!"

Syerin ingin membantah, tapi ia menahan diri. Dia tidak boleh membuat keributan lagi, sudah cukup kejadian dirinya nyaris melukai orang lain dengan gunting, itu sudah yang terparah. Meladeni Lula hanya akan membuatnya semakin marah dan mungkin akan mengamuk lagi.

Akhirnya Syerin hanya bisa mengangkat bahunya tak acuh. "Hm, terserah."

Syerin melirik ke samping, menatap tempat duduk Ezra yang berjarak beberapa bangku darinya. Namun sepertinya dia terlalu fokus memperhatikan laki-laki itu, sehingga tiba-tiba Ezra menoleh dan tatapan mereka saling bertemu selama beberapa detik.

Syerin tersentak, dan seketika membuang wajahnya dari Ezra. Jantungnya berdegup kencang saking kagetnya. Ia mencoba menetralkan rasa terkejutnya dengan membaca buku secara asal. Setelah tenang, barulah gadis itu menghela napas panjang.

Baiklah, nanti saat jam istirahat aku akan bicara dengannya. Batin Syerin.

*~*~*~*

"Kemana perginya laki-laki itu?" gumam Syerin sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tak ada tanda-tanda kehadiran Ezra di sana.

Kening Syerin berkerut saat ia tidak menemukan Ezra di manapun. "Apa dia sedang bersama Teo?"

"Kau mencari siapa?" sebuah suara muncul di belakang Syerin. Gadis itu menoleh dan melihat Lula yang sedang menatapnya penuh tanda tanya.

"Bukan urusanmu," balas Syerin.

Lula memutar bola matanya, lalu iris matanya kembali terpaku pada Syerin. "Kau mencari Ezra, kan?"

Syerin mendelik, akan tetapi sedetik kemudian ia kembali menetralkan wajahnya.

"Kalau iya, lalu kenapa?"

Tiba-tiba Lula melangkah maju dan memperpendek jarak diantara mereka berdua. Syerin yang terkejut tanpa sadar melangkah mundur. Namun Lula dengan cepat mencengkeram tangannya, membuat Syerin meringis.

"Maumu itu apa?" bentak Lula, "tidak cukupkah kau membuat Ezra koma? Kenapa kau itu jahat sekali?"

Syerin membeku sesaat, tapi kemudian matanya memicing kesal. "Siapa yang lebih jahat? Aku yang tidak tahu apa-apa, atau kau yang menuduhku sembarangan?"

Dahi Lula berkerut. "Apa maksudmu?"

"Bukan aku yang mencelakai Ezra," ujar Syerin.

Namun tak ada respon yang berarti dari Lula, ia bahkan hanya memutar bola matanya tak tertarik. "Kau masih tidak mau mengaku ya."

Masih menahan emosinya, Syerin menghela napas panjang.

"Ezra bahkan tahu bahwa aku tidak melakukan hal itu."

"Apa?"

Syerin tersenyum miring, kedua alisnya terangkat. "Perlukah kuulangi? Kurasa gendang telingamu masih normal."

Lula terdiam sesaat. Namun kemudian ia mendengus geli dan tertawa mengejek di hadapan Syerin. Kepalanya menggeleng tak percaya.

"Ya ampun, hampir saja aku percaya pada kata-katamu. Sungguh bualan yang lucu, Syerin," ucap Lula.

Kedua tangan Syerin bersedekap di depan dadanya, ia memiringkan kepalanya dengan senyuman menantang pada Lula. "Perlukah kubuktikan? Aku yakin Ezra bisa dengan mudah mengatakan bahwa aku tidak berbohong."

Alis Lula tertaut. Syerin mengira Lula akan tetap membantah dan terus mengejeknya, tapi tidak, gadis itu secara tiba-tiba menarik tangannya dengan paksa, membuat Syerin nyaris terjatuh dan tersungkur. Ia melirik wajah Lula. Dan sesuai dugaannya, Lula benar-benar kesal dengannya.

Syerin tersenyum, tidak disangka ternyata Lula adalah orang yang mudah terpancing.

Dan inilah waktunya, untuk membuktikan pada semua orang bahwa ia tidak bersalah.

*~*~*~*

"Memangnya kau tahu dimana Ezra berada?" tanya Syerin di sela-sela langkah kaki mereka, "aku bahkan sudah mencarinya kemana-mana, tapi aku tidak menemukannya."

"Mungkin matamu rusak," balas Lula tak acuh.

Dahi Syerin berkerut kesal. "Apa maksudmu, hah? Kau pikir aku—"

"Tidak sampai sepuluh menit, aku sudah menemukannya," potong Lula sembari menghentikan langkahnya, disusul oleh Syerin yang kini berdiri di sampingnya.

Terlihat di sudut kantin, Ezra bersama teman-temannya sedang mengobrol sambil menyantap makanan mereka. Membuat kerutan di dahi Syerin semakin bertambah, padahal rasanya tadi dia sudah mencari ke sana, tapi tak ada tanda-tanda bahwa Ezra duduk di tempat itu.

Tapi, yah, siapa peduli?

"Ezra," panggil Lula setelah ia berdiri tepat di samping meja makan, sementara tangannya masih mencengkeram lengan Syerin.

Pembicaraan Ezra dengan teman-temannya berhenti, laki-laki itu menoleh menatap Lula. "Ada apa, Lula?"

Cengkeraman Lula pada tangan kanan Syerin mengencang, membuat gadis berambut pendek itu meringis kesakitan. Ezra menyadari itu, tapi mata Syerin hanya menangkap lirikan darinya, kemudian laki-laki itu kembali menatap Lula.

Seolah tak peduli dengan Syerin.

"Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Lula.

Ezra diam sesaat, lalu ia tersenyum tipis dan mengangguk kecil. "Tentu saja."

Melihat senyum Ezra, perlahan Lula ikut tersenyum, meski wajahnya masih terlihat serius.

"Ini ... tentang kalian berdua," ucap Lula membuka topik.

Syerin menatap Ezra. Entah kenapa ia seolah melihat Ezra tersentak kecil, walau setelahnya kembali normal dan matanya menatap Syerin datar.

Ezra menunjuk dirinya, kemudian beralih pada Syerin. "Ini tentang aku ... dan dia?"

Lula mengangguk. "Kau kenal dia, 'kan?"

Ezra menatap Syerin lama, kemudian mengangguk. "Kau Syerin, 'kan?"

Syerin mengernyit heran, kenapa kata-kata Ezra terdengar berbeda? Seolah-olah laki-laki itu sedang berbicara dengan orang asing. Tapi ia berusaha mengabaikannya, kemudian mengangguk.

Lula berdeham perlahan. "Syerin bilang padaku ... bahwa kau tahu dia tidak mencelakaimu. Aku yakin dia membual, tapi lebih menyenangkan jika aku mendengarnya langsung dari mulutmu, Ezra."

Alis Ezra tertaut saat mendengar kata 'mencelakai' dari perkataan Lula. Ia kemudian berdiri dan mendekati Syerin, menatap ke dalam manik mata gadis itu. Syerin mencoba membuang wajahnya, entah karena apa, tapi ia merasa asing pada tatapan laki-laki itu.

Sementara salah satu teman Ezra yang juga ada di sana berceletuk, "Tentu saja itu hanya bualan! Informasi Teo lebih dapat dipercaya daripada gadis penyendiri sepertinya."

Lalu muncullah gelak tawa meremehkan dari teman-teman Ezra yang lain, serta senyum mengejek dari Lula yang membuat Syerin mendelik kesal.

"Apa itu benar?"

Syerin menoleh ke sumber suara, pada laki-laki bermata biru di depannya.

"Apa itu benar, Syerin? Kau mencelakaiku?"

Apa?

"K-kenapa kau tanyakan itu padaku, Ezra?" ujar Syerin, "bukankah kau sendiri yang bilang padaku bahwa kau tidak percaya pada rumor-rumor itu?"

"Kapan?"

Syerin membeku.

"Kapan aku mengatakannya? Bukankah ini pertama kalinya kita saling bicara setelah aku terbangun? Tidak mungkin aku bicara denganmu saat aku sedang koma, 'kan? Lagipula aku baru mendengar rumor itu dari Teo, lalu kapan aku bilang padamu bahwa aku tidak percaya pada rumor-rumor itu?" kata-kata Ezra menghujam Syerin bertubi-tubi, membuat bahu gadis itu kini terlihat gemetar.

Syerin mengenggam tangannya erat, wajahnya tertunduk, napasnya tak beraturan bersamaan dengan dadanya yang terasa sesak.

"Kenapa...." Syerin mendongak. "Kenapa kau melupakannya?"

Syerin hanya diam, suaranya tercekat di tenggorokan. Ia memalingkan wajah dari Ezra. Tapi entah kenapa gadis itu tak menangis sama sekali, matanya terasa kering meski rasa kecewa benar-benar sudah menguasai hatinya saat ini.

Apa ia sudah terlampau kecewa sampai-sampai tak bisa menangis lagi?

Melihat Syerin yang hanya diam, Ezra kembali bersuara. "Kenapa kau tak menjawab? Apakah ternyata rumor-rumor itu benar—tunggu, kau mau kemana?"

Syerin berjalan melewati Ezra begitu saja dan mengabaikannya. Membuat laki-laki itu bingung dan mau tak mau membalik tubuhnya. Namun hal itu malah membuatnya merasakan suhu dingin di sekujur kepala, Ezra menunduk, menemukan air yang menetes dari ujung rambutnya.

"Menyebalkan." Sebuah suara membuat Ezra kembali mengangkat kepalanya dan seketika mendapatkan tatapan tajam dari Syerin.

Gadis itu kembali meletakkan cangkir yang telah kosong ke atas meja makan. Kemudian kembali beralih pada Ezra.

"Sepertinya percuma saja ya percaya padamu?" ucap Syerin dengan senyum getir, "kalau begini lebih baik aku berteman dengan hantu saja. Tidak kusangka kau yang berwujud manusia juga menyebalkan."

Dan tanpa menunggu balasan apapun dari Ezra maupun orang-orang yang kini sedang menatapnya, Syerin berbalik meninggalkan mereka lalu menghilang di antara kerumunan.

Bersambung.

(Jum'at, 5 Mei 2017)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro