Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. H U J A N VS S E N J A

"Temani gue bentar."

Neil meraih pergelangan Rain, sengaja menghentikan langkah gadis itu. "Gue ngantuk, kalau di kelas lagi."

"Gue cuma disuruh nganter lo ambil buku, bukan nemani lo bolos," sengit Rain menghempas cengkaram lelaki itu pergelangan tangannya.

"Gue gak minta lo anterin ke perpsutakaan."

"Gue capek ngomong sama lo, Neil!" Rain bersihkeras menghempas cengkraman Neil lebih keras lalu melangkah menjauh.

Neil tidak akan tinggal diam.

"Masih ngejauhin gue? Bahkan gue gak tau kesalahan gue apa,"tuturnya masih dengan posisi yang sama.

Rain, masih berada di posisi tidak jauh darinya. Tentu hal itu masih terdengar di indera penderannya.

"Gue terlalu berharap kita tetap teman kayak dulu, Rain. Tapi seengaknya, lo jangan jauhin gue. Sebenci itu?"

"Sayangnya, gue gak jago akting."

Hening.

"Salah gue ngelakuin hal yang menurut gue benar?" Rain sedikit menaikan nada bicaranya sebagai perwujudan pembelaan diri.

Rain, hanya berusaha ingin mengakhiri. Pada akhirnya, Rain lah yang merasa paling tersakiti. Seolah jatuh ditambah dengan ketiban tangga. Kepergian lelaki itu, Neil adalah awal dari kenangan yang saat ini dilupakannya.

Neil mengelengkan kepala, menyangkal pemikiran itu. "Seharusnya lo caci maki gue. Karena bagaimana pun, selama lo ngehindar, diam tanpa kata. Itu enggak akan nyelesain masalah," ujarnya sekilas terjeda. "Entah seburuk apa kenangan lo bareng gue. Pada akhirnya, kita lah si pencipta kenangan itu."

"Bye the way, ponsel lo masih gue service. Kalau engga, gue beliin baru dah."

Rain membulatkan mata. Kenapa ia hampir lupa, jika ponselnya kini tak berdaya? Gadis itu mengelengkan kepala singkat, "Gak perlu ...."

Neil tertawa dengan pembicaraan mereka yang belakangan ini masih terlihat cangung. Ia mengambil satu tummpukan buku sesuai dengan mata pelajaran lalu mentandatangani di buku absensi.

"Rain. Kapan gue ajakin ke rumah lo," tutur Luke. Mungkin jika berada di sana, mereka akan saling mengingat betapanya banyaknya kenangan yang mereka ciptakan tanpa disadari.

"Kenapa harus ke rumah gue?"

"Supaya lo yakin, kalau bagaiamapun kita tetap teman."

"S-sorry. Tapi gue udah gak punya rumah." Rain mengangkat bahu tersenyum simpul. "Lo tau kan, kebetulan kita tetangga di apartement yang sama."

Rain tetap menarik bibirnya tersenyum. Sebagaimana, semua akan terlihat baik-baik saja.

Neil y.ang memperlihatkan senyuman itu berharap keadaan benar-benar membaik. "It's oke."

***

Setelah pembicarannya dengan Luke, Rain tidak berminat memasuki kelas. Membelokkan langkahnya memutari sepanjang koridor.

"Rain. Lo tau senja?"

"Matahari tenggelam."

Kedua remaja itu menyamakan posisi memperhatikan matahari yang akan menuju barat dimama senja dengan sinar matahari bersinar orange cakwala terlihat bersinar.

Rain menunjukkan ke arah atas dimana matahari itu akan tengelam mengarah ke ufuk barat. "Itu matahari tengelam."

"Kalau matahari terbit, namanya apa?"

"Sunrise," jawab gadis kecil berkuncir kuda dengan mengambar sunset di buku gambar sekilas membalikan halaman buku gambar, "Luke. Lihat!Aku mengambar sunrise."

Luke sekilas memperhatikan lalu mengangguk, cibiran Rain terdengar mengemah, "Pasti kamu telah melewatkannya. Aku tau itu."

"Dulu sewatu kecil lo selalu ngejek, karena gue kebo, melewatkan matahari terbit, dan menanti matahari tengelam."

Rain yang saat ini memandang langit itu pun sedikit mendongak dimana arah sumber suara itu berasal.

Lelaki yang lebih mengenalinya, mungkin lebih dari sekedar orang-orang yang saat ini bersamanya di kehidupan barunya.

Mungkin lelaki itu kini memiliki prepsi berbeda, hingga di masa lalu, atau di masa yang akan datang nanti.

Rain tetap tersenyum menyapa kedatangannya meski bagaimanapun, lelaki itu pernah berperan di sebagaian butiran kenangan.

"Neil!

Tidak lain Elsye meraih pergelangan tangan Luke dengan senyuman sok manis. Itu membuat Rain memutar bola mata ketika dipertemukan dengam suasa dramatis disekitarnya.

"Gue pergi dulu," pamitnya sebelum berpergian. Lagi-lagi Neil meraih pergelangannya menghentikan langkahnya sejenak.

Lelaki itu malah mendorong tubuh Elsye dengan tangan yang masih bergelantungan di lengan tangannya. "Minggir! Gue mau pergi."

Elsye hanya memperhatikan kedua remaja itu menghela nafas dalam. Ia tidak seperti tokoh orang ketiga yang kalian sering tampilkan.

***

Langkahnya terhenti ketika memperlihatkan guyuran air hujan di koridor semakin deras.

Belakangan ini kepulangan murid SMA Antariksa disambut dengan gemericik air hujan. Tidak jarang pula, Rain terburu-buru meningalkan area SMA Antariksa. Jika tidak, ia tidak akan mengerti tiba-tiba air guyuran itu membasah seluruh tubuhnya.

Rain.

'Rain' masuk ke dalam kamus bahasa inggris, yang berartikan 'hujan'. Tidak jarang orang-orang sekitarnya menganggap, gadis ceria itu menyukai hujan. Sebagaimana yang mereka lihat, belum tentu orang tersebut dapat mengklaim apa yang orang lain bicarakan.

Lima belas menit berlalu, bel pulang SMA Antariksa berkumandang. Lima belas menit pula, gadis itu tidak melakukan apapun hanya memeluk tubuhnya. Bersender di dinding dengan bola mata sayu memperhatikan setiap tetesan hujan.

Sebagaian dari mereka telah bersiap menerobos hujan, atau menunggu hujan reda. Tidak jarang pula, telah bersiap mengenakan jas hujan.

Seseorang mengubis pandangannya itu membuat gadis itu kembali sadar. Kenapa ia harus berdiri disini seperti patung comberan tidak melakukan apapun selain memperhatikan air guyuran yang terjatuh ke bumi.

"Eh, iya ada apa?" Rain merasa gelagap segera membasuh mukanya mendongak menatap Samudera, lelaki yang berhasil mengembalikan kesadarannya.

"Nebeng, gak? Daripada nunggu lama," tawar Samudera.

Rain mengelengkan kepala. Samudera tau gadis itu akan menunggu kedatangan Orion. Meski mereka tidak terlalu dekat. Hanya selayaknya teman dalam satu lingkaran kelompok yang sama, mereka menghargai satu sama lain meski di dalamnya ada hubungan sebelum mereka-mereka membuat sebuah lingkaran pengelompokan sama--alias kawan, dengan istilah lain 'CS'.

"Kalau Orion belum dateng. Lo bisa minta bantuan ke gue. Tenang, gue selalu stand bye buat teman." Samudera menunjukkan tangan simbol oke, lalu berbalik arah.

Masih dengan posisi sama, Rain memperhatikan posisi hujan menikmati sensansi, ketika ia berniat memperlihatkannya bukan bermain di bawah guyuran air hujan.

Jika dulu, ia tidak sabar menahan gejolak ini. Jika saat ini, ia tidak mengingkan hal itu lagi.

Belahan Rain mengelengkan kepala memeluk badannya semakin erat. Sedikit mengamati sekitar ketika sebagaian banyak murid koridor, kini tersisa selintir orang termasuk dirinya.

Neil y.ang sedari tadi memantau gadis itu pun, kini pun belahan mendekat.

Tangannya yang merasa di gengam, Rain pun mendongak. Ia tersenyum dan mengira itu adalah Orion. Harapan tak sesusai ekspetasi. Pada akhirnya, Neil lah orang itu.

"Kenapa lo kemari?"

"Udah yok. Pulang." Luke membuka payung lipat dengan satu tangan cekatan. "Yok!" Dengan tangan yang masih mengengam seorang gadis
Entah apa yang dipikirkannya itu membuat para ciwi menengok memperhatikan ke arah mereka.

"Neil ... t-tapi s-sorry, gue pulang bareng Orion," ujar Rain. Gadis itu menutup matanya erat-erat ketika suara petir tiba-tiba mengelengar berada di antara keheningan.

"Takut ...." Tidak sengaja, ia mengengam erat pergelangan Neil, dimana lelaki itu sedari mengengam erat tangannya.

Neil yang merasakan perubahan kini menerjap matanya, memperhatikan ekspresi gadis itu ketika tengah hujan.

Jika dulu Rain lah yang selalu mengejeknya ketika ia takut dengan suara petir. Sekarang ...

"Gue benci hujan," gercap gadis itu menatap langit berawan membakan rintikan hujan. "Gue benci hujan, karena mereka ambil semua orang yang gue sayang di tengah semua kehangatan yang gue dari suka dari hujan." Tidak sengaja, Rain mengatakannya. Bergumam. Mngengam erat kedua tangannya.

"Kalau gue boleh tau ... orang yang lo sayang?"

***

Setelah sekian lama vakum,
kira-kira ada ada yang masih disini gak, ya?
halo penguni ... Tok! Tok! Tok!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro