1. H U J A N D E S E M B E R
"SMA ANTARIKSA."
Seorang lelaki mengibas formulir persetujuan di sekolah barunya itu.
Rasanya waktu cepat berlalu. Rasanya seperti kemarin lusa, dia bermain hujan dengan teman kecilnya di bawah guyuran hujan. Dan keesokannya dipisahkan dengan kepindahannya.
Hari ini, ia akan kembali dimana moments semasa kecilnya itu masih teringat jelas.
Besok adalah hari pertama bersekolah.
Namanya Neil Rafefry, dengan kepintarannya di bidang akademik, lelaki itu dapat berpindah sekolah semaunya meskipun di tengah ajaran semester sekalipun.
Ini bukan pertama kalinya, Neil berpindah sekolah dengan berbagai alasan atau tidak cocok dengan lingkungan sekolah barunya.
Disaat bersamaan, hujan di bulan desember ini tidak jarang menerjang seluruh kota. Selagi hujan turun, ia mengingatkannya dengan teman semasa kecilnya.
Neil akan berjelajah ke SMA Antariksa, jika tidak menemukan teman kecilnya itu, ia akan kembali melakukan perpindahan, lagi lagi dan lagi.
Di sisi lain, di halaman SMA Antariksa telah dikabarkan dengan murid baru yang berpindah di tengah ajaran semester seperti ini.
Sangatlah jarang, jika diterima secara manual. Jika ditolak, sangat disayangkan. Nasib para cewek tidak akan bertemu dengan bertambah satu spesies cogan SMA Antariksa.
Kabar itu telah menyebar luas, sebagaimana siswa baru itu telah mempunyai daya tarik yang sangat mengikat meski dengan beberapa feed foto di sosial media.
Tidak bagi Rain Austrilia, ia tak memperdulikan hal tersebut.
Gadis berkuncrit kuda itu tampak acuh selagi menunggu kedatangan seseorang dengan berteduh di bawah pepohonan lebat.
Ia mengetikkan sesuatu pada romchat ponselnya kepada seseorang dengan tangan gemetar di atas keyboard. Memberitahukan bahwa cuaca saat ini sangatlah dingin.
Tubuhnya mengigil, hingga ia memeluk badannya sendiri. Rain tak mau mati dibawa air hujan, cukup dengan kebenciannya terhadap hujan.
Tidak lama, seorang pria dari lawan arahnya segera berlarian merengkuh gadis itu dengan hangat.
Rain segera mencari kehangatan.
"Di-dingin ...."
Lelaki itu memberikan jaketnya yang masih tersimpan di dalam tas, berjaga-jaga jika keadaan gadis itu mengigil hebat, seperti saat ini.
Ia mengandeng tangan mungilnya memasuki mobil dimana mobil lelaki berada. "Maaf, terlambat," bisiknya dengan hangat.
Rain hanya tersenyum, ia menyeka rintihan air hujan yang membasahi kekasihnya itu dengan lembut.
Orion Varlage. Seseorang yang ingin dijaganya selama tiga tahun ini. Seseorang yang selalu ia prioritaskan melebihi dirinya sendiri.
Ia berharap hujan tidak pernah memisahkan orang yang saat ini bersamanya itu.
***
Semakin malam, suara petir menggelegar lebih dasyat, hujan pun semakin menari di tengah dinginnya musim kemarau.
Dua remaja ini telah menganti seragam putih abu-abunya berada di ruang tamu dengan minuman hangat.
"Hujan desember." Orion membaca artikel salah satu blog.
Lelaki itu mengenakan hoodie hitam bertudung tertutup rapat selagi menghirup aroma kopi buatan Rain tidak dapat diragukan, apalagi rasanya.
Calon idaman.
"Taun baru masih lama?" Rain menoleh ke arah lelaki itu berada bersender di pundaknya selagi membaca komik.
"Melewati tiga puluh satu hari lagi dengan dua juta lima ratus sembilan puluh dua ribu."
Rain menduga lelaki itu mengenakan rumus, dengan cekatan, ia meraih ponselnya lalu sekilas memperhatikan apa yang dilihatnya. "Yaah! Mbah google!"
"Gaada buku, ada google dong, Sayang."
"Cih." Rain menarik hidung Orion sedikit lama, membuat lelaki itu menjerit kesakitan. "Anak pintersss," lanjutnya dengan mengacak rambutnya yang basah.
"Anak jaman now, jangan sayang-sayangan mulu, kesehatan juga perlu dijaga, kan sayang kalo badannya jatoh sakit," celatuk Tasya, perempuan lanjut usia selaku calon mertua Rain itu memotong pembicaraan kedua remaja itu.
"Sayang Mama!" Rain merengkuh tubuh Tasya lalu tertawa sekilas mengarah Orion dengan cengiran kuda.
Baginya orangtua Orion adalah orangtuanya juga. Mereka juga tidak keberatan ketika menganggap Rain, adalah anak sendiri. Jika sang pencipta mengijinkan bisa-bisa Rain menjadi menantu.
"Ma ...," rengek Orion.
"Ma ... pingin nikah!"
Detik itu juga, kedua perempuan itu melotot ke arahnya.
Setegangnya Rain, gadis itu melempar bantal ke arahnya secara spontan, "Kamu hamilin cewek laen?"
Kepala Orion mendadak puyeng.
"Ku ingin nikahi kamu .. jadikan kau istriku.
Ku ingin kau jadi ibu dari anak-anakku." Orion menyanyikan sebuah reff lagu selagi menunjuk kearah Rain yang saat ini menyipitkan badan di pundak Mamanya.
"Sebut namamu. Binti ayahmu. Dan semua wali 'kan berkata sah (sah). Ini gila tapi kumau." Orion menaruh kembali boneka panjang yang digunakannya sebagai mikrofon lalu mengedipkan mata menggoda kekasihnya.
"Kamu godain Rain?"
Lagi-lagi Tasya, Mamanya itu menganggu kedua remaja kasmaran itu.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro